Mandiri dan Tanpa Bantuan Asing, Mantan Direktur Mossad Israel Sebut Program Nuklir Iran Sulit Dihentikan

JAKARTA - Perdana Menteri Naftali Bennett masih belum memutuskan strategi Iran, meskipun ia tampaknya tergoda untuk kembali ke pendekatan pemerintah sebelumnya, sebut mantan direktur intelijen Israel Mossad, Tamir Pardo.

Berbicara pada sebuah konferensi di Universitas Reichman, Pardo mengatakan: "Pertanyaannya adalah, apakah Israel memiliki strategi mengenai Iran? Saya pikir Israel masih belum memiliki strategi. Tetapi bagi saya, tampaknya kecenderungan bagi Israel untuk kembali ke apa yang sebelumnya," ujar Pardo dalam sebuah konferensi di Universitas Reichman, dikutip dari The Jerusalem Post 24 November.

Pardo adalah seorang kritikus tegas terhadap kebijakan mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu, yang menganjurkan kritik keras dan terbuka terhadap kesepakatan nuklir JCPOA 2015 yang disponsori Amerika Serikat, serta harapan Pemerintahan Presiden Joe Biden untuk kembali ke kesepakatan itu.

Sebaliknya, mantan direktur Mossad tersebut mengatakan dengan semua celah yang ada, kesepakatan itu juga memiliki keuntungan, menyebut Yerusalem tidak boleh bertengkar dengan Washington di depan umum atas perbedaan kebijakan terkait Iran.

Sebaliknya, dia mengatakan Israel harus bekerja diam-diam di belakang layar untuk meyakinkan Amerika Serikat untuk meningkatkan kesepakatan.

"Bisakah kita mengancam perang sepanjang hari?" tanyanya, menjelaskan alasannya lagi pada hari Selasa.

"Untuk melakukan satu serangan yang ditargetkan, tidak ada kekuatan yang lebih baik dari Israel," tandasnya. 

Namun, ia kontras dengan keberhasilan serangan sasaran tunggal Israel terhadap reaktor nuklir Irak dan Suriah pada tahun 1981 dan 2007, sebagai situasi yang jauh lebih sulit.

Iran "bukan opera yang sama," mengacu pada nama sandi untuk serangan terhadap reaktor nuklir Irak. "Hanya AS yang tahu bagaimana” menyerang berbagai fasilitas nuklir Iran.

"Akan ada lusinan target yang bertentangan dengan cerita di Irak dan Suriah yang kemungkinan akan berada di luar kemampuan Israel," tukasnya, menambahkan menghentikan Iran juga lebih sulit karena sebagian besar program nuklirnya dibangun sendiri, dapat dibangun kembali tanpa bantuan asing.

Sementara Irak dan Suriah, fasilitas nuklir utama yang ditargetkan adalah semua konstruksi asing dan negara-negara tersebut hampir tidak memiliki kemampuan untuk membangun kembali sendiri.