JAKARTA - Gelagapannya pemerintah untuk mengatasi kelangkaan stok dan harga beras yang meroket di masa tenang Pilpres 2024 tentu menjadi catatan berbagai pihak. Tak salah jika isu politisasi dalam komoditas beras menjadi trending dalam sepekan terakhir. Namun itu isu dibantah Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. Dia menegaskan bahwa tidak ada bantuan beras yang dipolitisasi.
"Tidak adalah itu, urusan beras jangan dipolitisasilah. Meski sempat kemarin berhembus terkait penyaluran bantuan pangan sekarang sudah kita hentikan," kata Arief di Enggak lah beras enggak ada dipolitisasi, kemarin waktu penyaluran bantuan Pangan dibilang politisasi sekarang kita setop sementara," kata Arief di Pasar Induk Beras Cipinang.
Di sisi lain, Dirut Perum Bulog, Bayu Krisnamurti mengatakan bahwa pihaknya mulai menggencarkan kembali distribusi Beras SPHP baik ke ritel modern maupun pasar tradisional. Hal ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan pasokan beras dan menjaga harga beras agar tidak makin melambung lebih tinggi dari sekarang.
Dia mengklaim, berdasarkan pantauan yang dilakukan, penggencaran distribusi tersebut membuat ketersediaan beras di ritel sudah mulai terisi kembali. “Saya juga mengecek ke pasar tradisional dan ritel modern, Beras SPHP-nya tersedia cukup dan kami akan terus menggelontorkan Beras SPHP ini ke berbagai saluran distribusi guna memastikan kebutuhan masyarakat tercukupi,” tambah Bayu.
Selain menggenjot distribusi yang dilakukan Bulog, Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga menegaskan kesiapannya untuk mengimpor dua juta ton beras asal Thailand untuk menambah kekurangan produksi dalam negeri kurang jika diizinkan presiden.
BACA JUGA:
Menurut Sekretaris Utama Bapanas, Sarwo Edhy, rencana impor beras dari Thailand ini, adalah untuk menanggulangi harga bahan pokok tersebut yang tinggi bahkan lebih tinggi lagi. “Ini bisa jadi antisipasi melalui rakornas dan ratas, tentunya dengan persetujuan presiden dan menteri. Tahun lalu 2,8 juta ton, tahun ini rencananya dua juta ton, tetapi kalau misalnya produksi dalam negeri cukup berarti impor itu tidak jadi,” imbuhnya.
Dia menilai, harga beras yang tinggi di pasaran dalam beberapa waktu terakhir diakibatkan oleh tingginya ongkos produksi, hingga dampak El Nino 2023, yang membuat waktu tanam mundur. “Pertama, memang ongkos produksinya naik, di pupuknya naik, kemarin dampak dari El Nino kekeringan, kemudian air juga kurang, panennya itu berkurang, sehingga hasilnya berkurang, otomatis harga naik,” jelas Sarwo.
Dia juga menepis anggapan bahwa kenaikan harga beras ini terkait dengan waktu yang menjelang Ramadhan. Sarwo mengatakan, kenaikan ini memang dampak waktu tanam padi yang mundur dan El Nino.
Selain itu, Bapanas membantah tudingan maraknya penimbunan beras sehingga membuat harga melonjak tinggi di pasaran. Sarwo berharap dengan langkah-langkah yang diambil Bapanas dan Bulog, harga beras diharapkan bisa kembali normal dalam waktu dekat.
Terkait rencana Bapanas melakukan impor beras, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia mencatat adanya peningkatan impor beras Indonesia pada Januari 2024 sebesar 443 ribu ton yang nilainya mencapai 279,2 juta dolar AS, dibandingkan Januari 2023 sebesar 243,66 ribu ton yang nilainya 118,7 juta dolar AS.
Dia mengungkapkan, impor paling banyak didatangkan dari Thailand, yakni 237 ribu ton dengan nilai USD153 juta. Kemudian ada pasokan beras dari Pakistan 129 ribu ton yang nilainya USD79,3 juta, serta dari Myanmar 41,6 ribu ton dengan nilai USD23,98 juta. “Sementara volume impor beras gabungan dari negara-negara lainnya hanya sekitar 35,4 ribu ton dengan nilai USD22,92 juta,” tambah Amalia.
DPR Nilai Pemerintah Tidak Miliki Perencanaan yang Matang
Kelangkaan dan mahalnya harga beras di pasaran juga mendapat sorotan DPR RI. Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan menilai kelangkaan beras di toko ritel dan kenaikan harga di pasar tradisional merupakan tanda pemerintah tidak mempunyai perencanaan matang.
Selain itu, dia menuding pemerintah tidak fokus kepada rakyat lantaran terlalu asik dengan urusan politik dan kekuasaan. “Ini tanda pemerintah tidak punya perencanaan matang, nggak fokus mikirin rakyat, terlalu asik dengan urusan politik kekuasaan,” tukasnya.
Dia mendesak pemerintah dapat segera mengambil langkah cepat dan serius guna mengatasi kelangkaan beras di toko ritel dan kenaikan harga di pasar tradisional. Pemerintah, lanjut Daniel, harus memastikan ketersedian beras dan bahan pangan lainnya cukup serta terkendali secara harga.
“Pastikan jalur distribusi tidak ada yang terhambat. Bila tidak dapat diatasi dengan segera akan menimbulkan gejolak sosial dan menurunkan kepercayaan terhadap pemerintah,” katanya.
Anggota Komisi IV lain, Slamet menyatakan, kelangkaan stok dan kenaikan harga beras di pasaran bisa berdampak serius bagi sosial ekonomi masyarakat, terutama pada kelompok masyarakat rentan. Karena itu, dia mendesak pemerintah segera melakukan langkah-langkah strategis guna menangani kondisi tersebut.
“Hal yang tak kalah penting adalah pemerintah juga harus mampu mengelola pengunaan cadangan beras yang tepat untuk mencegah dampak buruk dari kenaikan dan kelangkaan beras tersebut,” imbuhnya.
Gejolak Beras Bagian dari Dinamika Pasar
Menurut pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori kelangkaan dan kenaikan harga beras disebabkan kondisi kritis seperti defisit produksi beras yang mencapai 2,8 juta ton di awal tahun.
Hal ini diperparah dengan banyaknya agenda besar pada awal tahun ini mulai dari pemilu hingga menjelang puasa yang biasanya akan memantik kenaikan permintaan beras, dimana ada ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.
Terlebih panen besar diprediksi baru terjadi pada Maret ini dengan surplus yang diperkirakan mencapai 0,97 juta ton. Hanya saja, surplus ini juga akan menjadi rebutan banyak pihak terutama untuk mengisi jaring-jaring distribusi yang sebelumnya kering karena paceklik.
“Ini memang krusial, Maret ada Ramadan dan April ada Idul Fitri. Penting buat pemerintah untuk memastikan pasokan beras dalam jumlah memadai. Jika tidak, harga potensial naik dan bisa menimbulkan kegaduhan, bahkan berdampak ke soal sosial-politik,” tutup Khudori.
Namun pernyataan dari DPR dan pengamat pertanian di atas seakan dimentahkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Menurut Erick, gejolak harga beras jelang Pilpres 2024 merupakan dampak dari dinamika pasar. Dia menambahkan kenaikan harga beras juga terjadi hampir di banyak negara, salah satunya India.
"Semua negara perlu beras, harga beras melonjak enggak cuma di Indonesia, tapi di seluruh dunia memang harga pangan sedang meningkat," ungkap Erick usai sidak pasokan beras di Pasar Klender, Jakarta Timur.
Bahkan dengan berani Erick mengklaim pemerintah sudah bisa mengendalikan inflasi di kisaran 2,6%. Adapun, negara lainnya mengalami inflasi hampir 10%. " Di sini jelas bahwa pemerintah sudah membuat kebijakan yang baik dan sempurna," ucapnya.