Sebanyak 24 Negara Dilaporkan Telah Menuntut Medsos untuk Mengontrol Setiap Konten di Platform
Freedom House melaporkan bahwa kebebasan internet global telah menurun selama 11 tahun berturut-turut. (foto: dok. unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah studi yang diterbitkan kelompok advokasi demokrasi, Freedom House menemukan bahwa setidaknya 24 negara berbeda, termasuk Amerika Serikat (AS) membuat undang-undang atau aturan baru yang menentukan bagaimana platform media sosial dapat mengontrol konten.

Freedom House yang berbasis di Washington DC, melaporkan bahwa kebebasan internet global telah menurun selama 11 tahun berturut-turut. Mereka juga menemukan bahwa setidaknya 48 negara menerapkan aturan baru untuk perusahaan teknologi tentang konten, data, dan persaingan pada tahun 2020.

Sedangkan sebanyak 24 negara membuat aturan baru secara khusus tentang bagaimana konten dikontrol di dunia maya. Aturan itu termasuk persyaratan untuk menghapus konten ilegal, transparansi yang lebih kuat, dan ekstrem seperti sensor politik dan jurnalistik,

Menurut Freedom House, tren tersebut dapat dikaitkan dengan masalah dalam masyarakat seperti ekstremisme, praktik bisnis eksploitatif, dan aktivitas kriminal. Terdapat pula beberapa pengecualian positif untuk dorongan di seluruh dunia, yang mengatur perusahaan teknologi besar, seperti membongkar pelecehan online yang berbahaya dan praktik pasar yang manipulatif.

“Sementara beberapa langkah yang diperkenalkan tahun ini berpotensi membuat raksasa teknologi lebih bertanggung jawab atas kinerja mereka, sebagian besar hanya memaksakan tanggung jawab negara dan bahkan politik pada perusahaan swasta tanpa mengamankan hak yang lebih besar bagi pengguna,” ungkap penelitian Freedom House seperti dikutip dari Business Insider, Senin, 27 September.

Salah satunya adalah India, di mana tahun lalu, para pejabat di negara tersebut menekan Twitter untuk menghapus komentar terkait protes dan berhenti menandai konten yang dimanipulasi yang dibagikan oleh partai yang berkuasa.

Kemudian di Nigeria, pihak berwenang memblokir akses ke Twitter di seluruh negeri setelah platform media sosial itu menghapus unggahan yang menghasut oleh presiden negara itu.

Di Texas, Gubernur Greg Abbott menandatangani undang-undang untuk menghentikan perusahaan media sosial seperti Facebook dan Twitter dari menyensor pengguna berdasarkan politik mereka dan memungkinkan warga negara juga jaksa agung Texas untuk menuntut perusahaan teknologi yang mereka yakini telah tidak adil menendang seseorang dari platform.

Saat ini, Twitter tidak menyaring konten atau menghapus konten yang berpotensi menyinggung, sesuai dengan kebijakan perusahaan. Namun, penyalahgunaan atau pelecehan yang ditargetkan dapat melanggar aturan Twitter.

Facebook dalam buku putih yang dirilis oleh perusahaan tahun lalu mengungkapkan, regulator ingin membuat standar hukum untuk moderasi konten. Awal bulan ini, pertemuan para pemimpin Facebook berfokus pada apakah Facebook menjadi terlalu besar. Tetapi, Facebook jejaring sosial terbesar di dunia, dengan hampir 3 miliar pengguna, tidak setuju dengan laporan tersebut.