Angkatan Udara China Diduga Telah Miliki Cara Mendaratkan Drone Hipersonik
China tengah mengembangkan kemampuan pesawat kecepatan hipersonik. (foto: CCTV)

Bagikan:

JAKARTA - Mendaratkan pesawat tak berawak yang terbang di atas lima kali kecepatan suara di jalur udara standar tidaklah mudah. Akan tetapi peneliti militer China mengatakan mereka telah menemukan cara untuk membuatnya lebih aman. Cara ini, berpotensi membawa aplikasi untuk penerbangan hipersonik selangkah lebih dekat.

Teknologi ini telah berkembang pesat, setelah China dan Rusia mengerahkan berbagai jenis rudal hipersonik dalam beberapa tahun terakhir, dan meningkatnya minat untuk menerapkan kemajuan pada drone. Tetapi membawa pesawat seperti itu kembali ke darat dengan aman telah terbukti bermasalah. 

Pesawat modern bergantung pada perangkat lunak untuk menemukan jalur turun yang optimal, dan manusia dapat melakukan intervensi jika terjadi kesalahan. Namun, pada hypervelocity, bahkan komputer kontrol penerbangan tercepat pun masih berjuang untuk menghitungnya agar tepat waktu.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal domestik Tactical Missile Technology Rabu, 1 September  lalu, Dai Fei dan rekan-rekannya dari Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengatakan mereka telah membuat perbaikan berdasarkan model rahasia drone hipersonik.

Pekerjaan mereka tampaknya mengkonfirmasi keberadaan program drone hipersonik China,  namun PLA belum mengungkapkan rinciannya. Tidak jelas apakah drone yang digunakan tim Dai sedang dalam pengembangan atau sudah dalam pelayanan.

Drone pengintai berpeluncur roket Wuzhen 8 muncul selama parade militer di Beijing dua tahun lalu. Ia diyakini mampu terbang melebihi kecepatan suara, tetapi apakah itu hipersonik masih belum diketahui.

Drone hipersonik berpotensi digunakan untuk melawan pesawat siluman seperti F-22 dan F-35 milik Amerika Serikat, kata profesor Universitas Teknik Angkatan Udara, Wang Xing, tahun lalu dalam konferensi akademik di Xian.

“Dalam pertempuran jarak dekat, teknologi siluman sudah terlalu berlebihan, dan tidak ada pesawat siluman yang bisa menyembunyikan diri setelah meluncurkan rudal atau menjatuhkan bom,” kata Wang.

“Sebuah pesawat tak berawak hipersonik yang dikerahkan oleh sistem pertahanan udara berbasis darat milik China dapat mengejar F-22,  yang bisa terbang dengan kecepatan lebih dari dua kali kecepatan suara setelah meluncurkan serangan, dalam hitungan detik,” tambahnya.

Drone semacam itu akan dirancang untuk kembali ke pangkalan udara terdekat, tetapi potensi kesulitan dalam melakukannya seperti ditunjukkan pada bulan Juli selama penerbangan pariwisata ruang angkasa pertama.

Virgin Galactic diharuskan untuk mengajukan permohonan ruang udara untuk pesawat roketnya dan untuk beroperasi hanya di dalam zona itu, tetapi pesawat itu menyimpang dari jalurnya saat mendarat, menimbulkan risiko bagi pesawat lain.

Insiden itu terjadi saat terbang dengan kecepatan Mach 3, atau tiga kali kecepatan suara, tetapi penerbangan hipersonik akan memiliki kecepatan Mach 5 atau lebih cepat. Sebuah jet penumpang memiliki kecepatan lebih lambat dari kecepatan suara (1 Mach).

Meningkatkan kekuatan komputer on-board, seperti yang diusulkan di beberapa negara, tidak akan menyelesaikan masalah, menurut para peneliti China, dari unit Angkatan Udara PLA. Bekerja dengan Universitas Aeronautika dan Astronautika Nanjing, mereka malah meningkatkan perangkat lunak untuk memprediksi skenario pendaratan dengan lebih baik.

Mereka mengatakan komputer masih tidak dapat memproses semua data yang dikumpulkan untuk menghitung jalur pendaratan dengan cukup cepat, sehingga perangkat lunak hanya akan menggunakan perubahan tekanan udara dan ketinggian untuk memilih salah satu dari tiga model untuk pendekatan akhir. Biasanya, perangkat lunak tersebut hanya menghitung satu model.

“Memperlambat pesawat untuk mendarat berarti harus mematikan mesinnya jauh sebelum keputusan untuk mendarat dilakukan,” kata tim Dai.

Mereka menghitung bahwa untuk melakukannya pada Mach 5 dari ketinggian 30 km (19 mil) akan membutuhkan waktu yang bisa untuk melakukan perjalanan lebih dari 200 km lebih jauh, sebelum bisa mendarat di landasan pacu dengan tepat. Ini artinya, sebelum mendarat di Jakarta, maka mesin pesawat hipersonik sudah harus mati sejak pesawat itu berada di atas di Bandung!

Drone juga akan melakukan manuver seperti belokan S untuk memperlambat momentumnya, tetapi dalam batas tertentu, karena sayap atau tubuhnya dapat pecah di bawah tekanan ekstrem, menurut Dai dan rekannya.

Tidak seperti mesin pesawat biasa, mesin hipersonik tidak dapat dihidupkan ulang, dan tidak adanya daya yang terkontrol ini menambah kerumitan pendaratan.

Teknologi penerbangan hipersonik belum memiliki aplikasi sipil, tetapi China berencana untuk membangun pesawat hipersonik sipil. Pada tahun 2035, pesawat hypersonic dengan lima kali kecepatan suara dapat menerbangkan 10 penumpang di mana saja di planet Bumi, hanya dalam waktu sekitar satu jam, menurut otoritas antariksa China.