Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah Australia secara resmi membatalkan rencana undang-undang yang memungkinkan pemberian denda hingga 5% dari pendapatan global platform internet yang gagal mencegah penyebaran misinformasi secara online.

Langkah ini sebelumnya merupakan bagian dari upaya regulasi luas yang bertujuan memperketat kendali terhadap platform teknologi asing, yang sering kali dianggap mengabaikan kedaulatan negara. Pembatalan ini terjadi menjelang pemilihan umum federal yang akan berlangsung dalam waktu kurang dari satu tahun.

"Kami menyimpulkan bahwa tidak ada jalan untuk meloloskan proposal ini melalui Senat," ungkap Menteri Komunikasi, Michelle Rowland dalam pernyataannya.

Rowland menyebut rancangan undang-undang tersebut akan memberikan tingkat transparansi yang belum pernah terjadi sebelumnya, sekaligus meminta pertanggungjawaban perusahaan teknologi besar atas sistem dan proses mereka dalam mencegah penyebaran misinformasi dan disinformasi yang berbahaya.

Meski demikian, rancangan ini mendapat penolakan dari koalisi oposisi Liberal-Nasional, Partai Hijau Australia, serta sejumlah senator independen. Senator Partai Hijau, Sarah Hanson-Young, bahkan menyebut proposal pemerintah ini sebagai "opsi setengah matang" dalam wawancaranya dengan Australian Broadcasting Corporation (ABC) pada Minggu, 24 November.

Sebuah survei menunjukkan bahwa sekitar empat perlima warga Australia ingin penyebaran misinformasi diatasi. Namun, pemerintah yang dipimpin oleh Partai Buruh kiri-tengah telah tertinggal dalam survei dibandingkan koalisi oposisi konservatif.

Badan industri teknologi, DIGI, yang salah satu anggotanya adalah Meta, sebelumnya menyatakan bahwa rezim yang diusulkan pemerintah hanya memperkuat kode anti-misinformasi yang sudah ada.