JAKARTA - Blok BRICS—yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—semakin gencar menentang dominasi dolar AS. Dengan meningkatnya gerakan de-dolarisasi secara global, para ahli memperingatkan bahwa dolar AS mungkin mendekati "batas akhir" akibat ketidakstabilan ekonomi dan kebijakan keuangan AS yang menuai kritik.
Negara-negara BRICS telah secara vokal menentang ketergantungan pada dolar AS, mengusulkan penggunaan mata uang lokal sebagai bagian dari strategi untuk menciptakan tatanan dunia baru. De-dolarisasi, atau upaya mengurangi penggunaan dolar dalam transaksi internasional, menjadi fokus utama mereka dalam memperkuat kemandirian ekonomi. Peluncuran sistem pembayaran BRICS Pay diprediksi akan mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi global.
Langkah BRICS ini dipandang sebagai respons terhadap dominasi ekonomi Barat, terutama Amerika Serikat, yang selama bertahun-tahun mendikte kebijakan ekonomi global. Dengan semakin banyaknya negara yang berminat bergabung dalam BRICS, gerakan ini menandai potensi perubahan besar dalam tatanan ekonomi global. Menurut laporan, BRICS sedang mempersiapkan platform digital baru yang memungkinkan transaksi lintas negara tanpa bergantung pada dolar AS.
Di tengah ancaman de-dolarisasi ini, beberapa pakar ekonomi mulai menyuarakan kekhawatiran atas masa depan dolar AS. Robert Kiyosaki, penulis buku terkenal "Rich Dad Poor Dad", menyatakan bahwa ekonomi AS sedang berada di "tengah kehancuran." Dalam salah satu episode podcastnya, The Rich Dad Channel, Kiyosaki memperingatkan bahwa krisis ekonomi AS dapat semakin parah, dan dolar mungkin kehilangan posisinya sebagai mata uang cadangan dunia.
BACA JUGA:
Kiyosaki menyoroti kebijakan para pemimpin AS, termasuk Presiden Joe Biden, Ketua Federal Reserve Jerome Powell, dan Menteri Keuangan Janet Yellen. Menurutnya, kebijakan mereka, seperti meningkatkan jumlah uang beredar, telah memperburuk situasi ekonomi. Ia juga mengkritik ketergantungan AS pada dolar sebagai mata uang global yang rentan terhadap fluktuasi ekonomi.
Selain upaya de-dolarisasi yang dilakukan oleh BRICS, mata uang alternatif seperti Bitcoin dan emas mulai muncul sebagai pesaing utama bagi dominasi dolar AS. Kiyosaki telah lama menganjurkan penggunaan Bitcoin dan emas sebagai lindung nilai terhadap gejolak ekonomi yang dihadapi oleh bank sentral besar.
Blok BRICS juga terus menjajaki penggunaan emas sebagai bagian dari sistem pembayaran baru yang bisa mengancam dolar. Dalam pidatonya baru-baru ini di forum Russian Energy Week, Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan pentingnya sistem pembayaran alternatif untuk negara-negara BRICS. Langkah ini dianggap sebagai salah satu upaya terkoordinasi untuk melemahkan pengaruh dolar dalam perdagangan internasional. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa beberapa negara BRICS sudah mulai menggunakan emas sebagai cadangan devisa untuk mendukung stabilitas ekonomi mereka.
Dengan semakin banyak negara yang mendukung de-dolarisasi, peran dolar AS sebagai mata uang global tampaknya semakin terancam. Peluncuran sistem pembayaran BRICS dan pergeseran ke aset alternatif seperti Bitcoin dan emas bisa mempercepat proses ini. Namun, pasar global masih mengamati dengan cermat bagaimana perubahan ini akan berdampak pada stabilitas ekonomi global.