Bagikan:

JAKARTA - Pengadilan Federal Australia pada Jumat 4 Oktober menegaskan perintah bagi platform media sosial X, yang dimiliki oleh Elon Musk, untuk membayar denda sebesar 610.500 dolar Australia (Rp6,5 miliar). Hal ini disebabkan X gagal mematuhi permintaan informasi dari regulator terkait langkah-langkah pencegahan terhadap eksploitasi seksual anak di platform tersebut. Kasus ini menambah daftar panjang konflik antara platform X dan regulator keamanan internet Australia.

Kasus ini berawal ketika Komisioner eSafety Australia, yang bertanggung jawab atas keamanan internet, mengirimkan pemberitahuan kepada X untuk memberikan informasi tentang upaya yang dilakukan perusahaan dalam menangani materi eksploitasi seksual anak di platform mereka. Namun, X menolak untuk memberikan informasi yang diminta dan memilih untuk menantang denda tersebut di pengadilan.

X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter sebelum diakuisisi dan diubah namanya oleh Elon Musk pada tahun 2022, berargumen bahwa mereka tidak berkewajiban untuk menanggapi pemberitahuan yang dikirimkan pada awal 2023. Alasan yang diajukan adalah bahwa X telah digabungkan ke dalam entitas korporat baru yang dikelola oleh Musk, sehingga menghilangkan tanggung jawab terhadap permintaan tersebut.

Namun, Pengadilan Federal Australia tidak menerima argumen tersebut. Pengadilan memutuskan bahwa X tetap bertanggung jawab untuk mematuhi kewajiban hukum di Australia, terlepas dari restrukturisasi korporat yang dilakukan oleh Musk.

Dalam pernyataannya setelah keputusan pengadilan, Komisioner eSafety, Julie Inman Grant, menyebut keputusan ini penting untuk mencegah perusahaan asing menghindari kewajiban hukum di Australia melalui merger atau akuisisi.

"Jika argumen X diterima oleh pengadilan, ini dapat menciptakan preseden berbahaya bahwa perusahaan asing bisa menghindari kewajiban regulasi di Australia hanya dengan bergabung atau diakuisisi oleh entitas lain," kata Inman Grant dalam pernyataannya.

Selain keputusan pengadilan yang menegaskan denda sebesar 418.000 dolar AS tersebut, Komisioner eSafety juga telah memulai proses hukum perdata terhadap X atas ketidakpatuhan perusahaan terhadap undang-undang keamanan internet di Australia. X, yang tidak memberikan tanggapan segera setelah keputusan pengadilan, menghadapi tantangan lebih lanjut dalam upaya memperbaiki hubungan mereka dengan regulator lokal.

Konflik Sebelumnya dengan Regulator Australia

Ini bukan kali pertama Musk dan platform X terlibat konflik dengan regulator internet Australia. Awal tahun ini, Komisioner eSafety memerintahkan X untuk menghapus postingan yang memperlihatkan insiden penusukan seorang uskup di Australia selama sebuah khotbah. Namun, X menentang perintah tersebut dengan alasan bahwa keputusan yang dibuat oleh satu negara tidak seharusnya berlaku untuk pengguna internet di seluruh dunia.

Perusahaan akhirnya mempertahankan postingan tersebut setelah kasus tersebut dicabut oleh Komisioner eSafety. Elon Musk sendiri menyebut perintah penghapusan itu sebagai tindakan sensor dan memposting di platformnya bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari rencana Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) untuk menerapkan aturan keamanan internet global.

Keputusan pengadilan ini dapat berdampak luas bagi perusahaan teknologi internasional yang beroperasi di Australia. Langkah hukum yang diambil oleh regulator menunjukkan bahwa Australia tidak segan-segan menindak perusahaan yang gagal mematuhi regulasi lokal, terutama dalam hal keamanan dan perlindungan anak di dunia maya.

Dengan terus berlanjutnya perselisihan hukum antara X dan regulator Australia, masa depan platform tersebut di Australia mungkin menghadapi lebih banyak tantangan. Komunitas internasional kini tengah mengamati dengan seksama bagaimana kasus ini akan memengaruhi regulasi perusahaan teknologi global di negara-negara lain yang juga berjuang menangani isu-isu eksploitasi seksual anak di internet.