Bagikan:

JAKARTA - Dalam perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kementerian Komunikasi dan Informatika memberikan beberapa perubahan terhadap Pasal 27 yang dianggap sebagai “pasal karet.”

Adapun isi dari Pasal 27 Ayat (1) itu adalah, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.”

Mengenai Pasal 27 Ayat (1), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Samuel A. Pangerapan mengatakan bahwa perubahan kedua ini menambahkan pengecualian untuk mereka yang membela diri. 

“Jadi, selain di Pasal 27 kita harus melihat Pasal 45 nya sebagai tuntutannya. Nah di situ mengatakan bahwa hal ini tidak berlaku apabila itu untuk, umpanya membela diri,” jelas Sammy dalam konferensi persnya yang berlangsung pada Kamis, 23 November di Jakarta. 

Sammy juga memberikan contoh kasus pembelaan diri yang dimaksudkan dalam RUU ITE itu, yaitu kasus Baiq Nuril yang menyebarkan percakapan dengan kepala sekolahnya terkait perbuatan asusila. 

“Jadi kita bantu, berikan pengecualiannya dan juga terkait kesusilaan itu tidak berlaku kalau kita lihat pasal 45 ayat di tuntutannya,” jelas Sammy lebih lanjut. 

Namun, jika penyebaran konten susila itu tidak termasuk dalam kategori pengecualian, yakni pembelaan diri, maka sesuai dengan tuntunan yang tertera, pelaku akan dikenakan pidana enam tahun dan denda sebesar satu miliar rupiah. 

“Perbuatan sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak bisa dipidanakan dalam hal, satu melakukan pembelaan diri, kalau dia membela diri nggak bisa. Yang kedua itu bilang kan untuk kepentingan umum, jadi dia hal itu diketahui umum umpamanya contoh yang paling konkret pedofil,” paparnya.