JAKARTA - Gojek melalui anak perusahaannya GoPay mencatatkan pembayaran secara non-tunai terus naik sejak tahun lalu. Hal ini terjadi karena masa pandemi panjang virus corona di Indonesia.
"Sejak pandemi COVID-19, pembayaran non-tunai semakin berkembang karena ada desakan higienitas," kata Head of Merchant Platform Business Gojek, Novi Tandjung, saat jumpa pers online, Selasa, 9 Februari.
Meski tidak menyebutkan besaran jumlah kenaikan atau nilai transaksi. Namun berdasarkan data mereka, penggunaan pembayaran non-tunai tak lagi digunkan toko ritel besar, melainkan juga sudah tersedia di warung.
Pembayaran non-tunai menjanjikan higienitas bagi pelaku usaha maupun konsumen karena mengurangi kontak fisik secara langsung. Bagi pelaku usaha, semakin meluas penggunaan non-tunai akan semakin luas juga kesempatan mereka untuk mendapatkan segmen pelanggan yang tidak terlayani sebelumnya.
BACA JUGA:
Data Midtrans, sistem pembayaran yang diakuisisi Gojek beberapa tahun lalu, menunjukkan ada empat pembayaran non-tunai yang berkembang tahun lalu, yaitu transfer bank, cicilan tanpa kartu, kode QRIS dan GoPay.
Untuk platform Gojek, 97 persen konsumen melakukan transaksi digital untuk layanan pesan-antar makanan, 76 persen untuk jasa pengiriman barang dan 75 persen untuk jasa transportasi online.
Kenaikan pembayaran secara non-tunai sejalan dengan peningkatan adopsi digital pelaku usaha mikro, kecil dan menengah.
Sepanjang 2020, 16 persen dari total 64,2 juta UMKM di Indonesia masuk ke platform digital. Meski pun terdengar banyak, bagi Gojek, masih banyak pekerjaan rumah untuk mengajak para pelaku usaha untuk masuk platform digital.
Meski pun begitu, mereka optimistis untuk tahun ini karena sudah belajar dari pengalaman tahun lalu. "Meski belum tentu lebih mudah, tapi, lebih siap," kata Novi.
Gojek berkomitmen untuk lebih banyak solusi baik yang memanfaatkan teknologi maupun pendekatan komunitas untuk membantu UMKM di Indonesia, termasuk diantaranya mengembangkan fitur dan berkolaborasi dengan pemerintah maupun lembaga keuangan.