Gojek Hadirkan Solusi Pembayaran Non-Tunai untuk Pelaku UMKM
Pengemudi Ojek Online (Angga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Saat pandemi COVID-19 berlangsung, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi salah satu bisnis yang terdampak, dan mengalami berbagai kerugian. Namun, tak sedikit pula perusahaan teknologi di Tanah Air juga turut membangkitkan UMKM.

Salah satunya layanan ride-hailing, Gojek yang diketahui mendukung penuh keberlangsungan hidup UMKM. Hal itu diakui juga oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Syailendra.

Syailendra juga menuatakan bahwa Gojek telah mendukung program pemerintah terkait penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia.

“Saat ini, kita tahu, Gojek telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Keberhasilan Gojek mengembangkan platform super app, yang menghubungkan jutaan rakyat Indonesia, telah menjadikan Gojek sebagai salah satu akselerator utama untuk pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia,” ungkap Syailendra dalam peluncuran GoBiz Plus dari Gojek dan BCA yang digelar virtual, Selasa, 15 Desember.

Diketahui, GoBiz Plus merupakan salah satu perangkat serba bisa agar UMKM dapat beroperasi lebih efisien dan mendukung pertumbuhan usaha. Dengan menggandeng PT Bank Central Asia Tbk (BCA), GoBiz Plus dirancang untuk dapat menerima seluruh jenis pembayaran nontunai yang menjawab kebutuhan konsumen.

"BCA mengimplementasikan teknologi yang memungkinkan pengguna untuk memilih berbagai opsi pembayaran. Hadirnya kolaborasi ini diharapkan dapat mendorong efisiensi pembayaran demi terwujudnya ekosistem nontunai dan cashless society," kata Direktur PT BCA, Santoso Liem.

Hal itu sejalan dengan anjuran pemerintah untuk meminimalisir kontak fisik langsung dengan menerapkan opsi pembayaran digital.

“GoBiz Plus dapat menjadi suatu sistem yang mengintegrasikan berbagai solusi yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM untuk dapat menyelesaikan setidaknya lima permasalahan, tentu dengan meningkatkan skala bisnisnya," ujar Syailendra.

Di sisi lain, Kementerian Koperasi dan UKM juga mengidentifikasi lima permasalahan yang ditemukan UMKM di Indonesia pada masa pandemi, antara lain, "daya beli masyarakat yang menurun akibat adanya pandemi membuat tingkat permintaan terhadap produk yang dihasilkan oleh UMKM turun beberapa bulan terakhir ini,” tutur Syailendra.

Kedua, permasalahannya terletak pada kendala distribusi. Dengan diberlakukannya PSBB hampir di seluruh wilayah Indonesia, distribusi logistik pun ikut terganggu.

Permasalahan ketiga, terkait akses permodalan atau pembiayaan, "banyak pelaku UMKM yang belum memiliki akses permodalan, sehingga perlu dibantu untuk dapat masuk dan memperoleh pimjaman dari lembaga jasa keuangan formal tentu dengan persyaratannya tidak terlalu berat bagi para UMKM,” jelas Syailendra.

Di posisi keempat, adanya kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, karena PSBB. Terakhir, "terhambatnya produksi, karena kemampuan tenaga kerja dan peralatan produksi yang belum memadai berimbas pada sulitnya pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan pasar,” tutup Syailendra.