'Perkawinan' Gojek dengan Grab: Telkom, Astra, Lippo, dan Emtek Bakal Mendulang Untung?
Ilustrasi. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Grab Holding Inc. dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Gojek dikabarkan sudah sepakat untuk menggabungkan operasinya di Asia Tenggara. Sejumlah perusahaan seperti Telkom, Astra, Lippo dan Emtek yang memiliki saham di Gojek dan Grab, diperkirakan juga akan mendapatkan keuntungan dari merger dua perusahaan tersebut.

Kedua entitas bisnis itu disebut-sebut telah mengalami kemajuan yang pesat dalam membahas rencana merger ini. Bahkan, hal lain yang sedang dibicarakan adalah masalah operasi di Indonesia.

Penggabungan ini akan mencakup semua layanan Grab dan Gojek, mulai dari layanan transportasi, pengiriman makan dan paket, hingga ke pembayaran digital dan layanan keuangan.

Jika terlaksana, ini akan menjadi merger dengan nilai terbesar di Asia Tenggara. Selain itu penggabungan Grab dan Gojek akan mengakhiri drama persaingan kedua perusahan itu untuk meraih dominasi dalam bisnis aplikasi transportasi online, yang kini bertransformasi menjadi superapp.

Apabila merger ini berjalan sesuai dengan rencana, maka dampak yang dirasakan tidak hanya akan dialami oleh Gojek maupun Grab saja. Sejumlah perusahaan yang turut memegang saham dan menyuntik dana ke kedua entitas startup itu juga diperkirakan mendapatkan keuntungan. Terutama perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia.

Sebelum merger kedua entitas bisnis itu mengalami kemajuan, emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia dengan kode saham TLKM melalui anak usaha PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menyuntikan dananya ke Gojek. Sebelumnya, emiten otomotif PT Astra International Tbk (ASII) lebih dulu melakukan investasi di Gojek.

Dana sebesar 150 juta dolar AS atau Rp2,1 triliun berhasil diinvestasikan oleh Telkomsel ke Gojek. Investasi itu diyakini akan memuluskan langkah operator seluler tersebut untuk mengeruk pendapatan baru dari layanan digital.

Pada 2019, Astra dan Gojek mengumumkan telah membentuk perusahaan patungan yang bergerak di bisnis penyewaan kendaraan bagi mitra pengemudi Go-Car. Investasi senilai 100 juta dolar AS dari Astra adalah bagian dari ronde pendanaan Seri F ke Gojek. Melalui modal segar ini, Astra telah menyertakan modal senilai 250 juta dolar AS ke Gojek.

Foto: Dok. Astra International

Tak hanya Gojek yang memiliki investor besar, di balik Grab juga ada perusahaan besar seperti Lippo Group. Konglomerasi yang dipimpin oleh John Riady itu adalah salah satu investor di Venture Capital (VC) yang menanamkan modal di Grab sejak awal pada 2016. Bahkan, nilai investasi VC, di mana Lippo Group berada di dalamnya, sebesar 100 juta dolar AS.

Selain itu, perusahaan di bawah kendali Eddy Kusnadi Sariaatmadja, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) juga tercatat menjadi salah satu investor di Grab sejak 2017.

Menguntungkan Berkat Sinergi Bisnis

Kalangan analis pasar modal menilai, penggabungan dua platform transportasi terbesar tersebut dapat menguntungkan perusahaan penyuntik modal di masing-masing perusahaan transportasi online tersebut.

Analis Binaartha Sekuritas, M. Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, Telkom dapat mempertebal lini bisnisnya dalam bidang teknologi. Menurut Nafan, Telkom sebagai raksasa telekomunikasi di Indonesia tentu bakal mendapat keuntungan dari sisi digital business atau bisnis digital.

Apalagi memang ke depannya, kata Nafan, Indonesia sedang menyambut era digitalisasi, di mana Gojek dan Grab menjadi salah dua perusahaan teknologi terbesar di Tanah Air.

"Mereka akan saling bersinergi, karena memang saat ini bisnis banyak perusahaan sedang mengarah ke digital. Gojek dan Grab juga punya pangsa pasar yang besar, dan pastinya bakal menuntungkan Telkom. Astra juga bisa saja nantinya terjun ke layanan digital," tuturnya, kepada VOI, Kamis 3 Desember

Sementara, Emtek dan Lippo kemungkinan besar akan terintegrasi pada lini keuangan dan perbankan yang telah terafiliasi dengan Grab. Terlebih, platform Gojek dan Grab memiliki ekosistem sangat luas dan basis pelanggan yang besar.

Selain itu, kedua platform tersebut juga telah dipakai sebagai aplikasi pembayaran online. Dengan pelanggan yang banyak dan melakukan pembayaran online di aplikasi ini, perusahaan akhirnya juga bisa memegang dana tunai di luar lembaga perbankan.

Detail Kesepakatan Merger

Seperti diketahui, Grab hadir di delapan negara dan kini bernilai lebih dari 14 miliar dolar AS, sedangkan Gojek memiliki valuasi hingga 10 miliar dolar AS dan telah hadir di Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Sebenarnya, kesepakatan merger sudah didorong oleh SoftBank sejak Masayoshi Son mengunjungi Indonesia pada bulan Januari, tetapi belum ada kemajuan sejak saat itu. Persaingan lama dan kepentingan yang berbeda antara para pemimpin kedua perusahaan telah menyebabkan negosiasi menemui jalan buntu.

Menurut salah satu sumber seperti dilansir Bloomberg, dikutip Jumat 4 Desember sejumlah poin perjanjian masih perlu dinegosiasikan. Katanya, detail akhir kesepakatan tengah dikerjakan di antara para pemimpin paling senior di kedua perusahaan. CEO SoftBank Group Corp., yang merupakan investor utama Grab, Masayoshi Son, juga turut bergabung dalam pembicaraan tersebut.

Jika keduanya bergabung, salah satu pendiri Grab, Anthony Tan, akan menjadi CEO dari entitas merger tersebut, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia di bawah nama Gojek.

Sumber itu juga menyebutkan, baik Gojek dan Grab masih dapat berjalan secara terpisah untuk jangka waktu yang lama. Merger tersebut pada akhirnya bertujuan untuk menjadi perusahaan publik.

Namun sayang, baik perwakilan Grab, Gojek, maupun SoftBank menolak berkomentar mengenai merger ini. Pembicaraan masih berlangsung dan mungkin tidak akan menghasilkan transaksi merger dalam waktu dekat.

Kesepakatan tersebut juga membutuhkan persetujuan dari pemerintah, yang mungkin memiliki juga menimbulkan sentimen antitrust tentang penyatuan dua startup tersebut.

Alasan Pendorong Merger

Kepala analis investasi Temasek Holdings Pte Rohit Sipahimalani mengatakan pesatnya pertumbuhan Sea dari sebuah perusahaan rintisan menjadi perusahaan paling berharga di Asia Tenggara dalam 10 tahun terakhir telah menjadi inspirasi terbesar bagi perusahaan internet lokal belakangan ini.

Pesatnya perkembangan bisnis Sea Ltd. sebagai pemain e-commerce dan pembayaran digital telah memicu dorongan baru terhadap pembicaraan merger antara Grab dan Gojek.

Ilustrasi GoPay. (Foto: Unsplash)

Sementara itu, di pasar Indonesia, perkembangan Shopee dan ShopeePay menjadi tantangan tersendiri bagi pasar GoPay maupun OVO, yang masing-masing dipegang oleh Gojek dan Grab.

Sea menjadi perusahaan pada tahun 2017 setelah meraih lebih dari 720 juta dolar AS dalam penawaran umum perdananya. Kini, kapitalisasi Sea mendekati 88 miliar dolar AS.

"Namun mereka juga menyadari bahwa mereka perlu mencapai skala tertentu, itulah mengapa jalur IPO menjadi lebih menarik. Saya pikir IPO menjadi tujuan dari sejumlah dialog seputar merger dan konsolidasi di wilayah ini," ujarnya, seperti dikutip dari Bloomberg.

Meski begitu, Rohit menolak untuk mengomentari kesepakatan antara Grab dan Gojek. Meskipun Temasek juga salah satu investor di Gojek, perusahaan investasi Singapura tersebut tidak ikut serta dalam negosiasi.