JAKARTA - Pada Rabu, 12 April, Elon Musk, CEO Twitter Inc., mengaku tidak tahu "apa yang sebenarnya terjadi" ketika Twitter menghapus konten terkait dengan sebuah dokumenter yang kritis terhadap Perdana Menteri Narendra Modi awal tahun ini. Musk juga menambahkan bahwa beberapa aturan terkait konten media sosial "sangat ketat" di India.
Pada Januari lalu, pemerintah India memerintahkan pemblokiran sebuah dokumenter BBC yang mempertanyakan kepemimpinan Modi selama kerusuhan Gujarat pada tahun 2002, dan melarang berbagi klip apapun melalui media sosial.
Pemerintah India telah mengeluarkan perintah kepada Twitter untuk memblokir lebih dari 50 cuitan yang mengaitkan dengan video dokumenter tersebut, demikian diungkapkan oleh Kanchan Gupta, seorang penasihat pemerintah.
"Meskipun BBC tidak menayangkan dokumenter tersebut di India, video tersebut diunggah di beberapa saluran YouTube," ungkap Gupta, dikutip Reuters.
"Saya tidak tahu tentang situasi khusus ini... tidak tahu apa yang terjadi dengan situasi konten di India," kata Musk dalam sebuah wawancara dengan BBC yang disiarkan langsung di Twitter Spaces, ketika ditanya apakah situs itu menghapus beberapa konten atas permintaan pemerintah India.
"Aturan di India tentang apa yang dapat muncul di media sosial sangat ketat dan kami tidak bisa melampaui hukum negara," katanya.
Dokumenter tersebut berfokus pada kepemimpinan Modi sebagai kepala menteri negara bagian Gujarat barat selama kerusuhan pada tahun 2002 di mana setidaknya 1.000 orang tewas, sebagian besar dari mereka adalah warga Muslim.
BACA JUGA:
Aktivis memperkirakan jumlah korban lebih dari dua kali lipat dari angka resmi tersebut.
"Jika kami harus memilih antara orang-orang kami masuk penjara atau kami mematuhi hukum, kami akan mematuhi hukum..." kata Musk.
Pengawasan regulator India terhadap berbagai perusahaan teknologi AS seperti Twitter, WhatsApp milik Facebook , dan Amazon.com Inc , telah merusak lingkungan bisnis di pasar pertumbuhan kunci, sehingga beberapa perusahaan mengkaji ulang rencana ekspansi mereka, demikian dilaporkan oleh Reuters.
Otoritas India sebelumnya telah meminta Twitter untuk bertindak terhadap konten seperti akun yang mendukung negara Sikh yang merdeka, postingan yang diduga menyebarkan informasi salah tentang protes petani, dan cuitan yang kritis terhadap penanganan pemerintah terhadap pandemi COVID-19.