Dewan Persaingan Turki, Denda Elon Musk karena Pengambilalihan Twitter, Kok Bisa?
Elon Musk CEO Twitter (foto: tangkapan layar ary/voi)

Bagikan:

JAKARTA - Pada Senin, 6 Maret, Dewan Persaingan Turki mengumumkan bahwa mereka telah memutuskan untuk memberikan denda kepada miliarder Elon Musk sebesar 0,1% dari pendapatan kotor Twitter di Turki pada tahun 2022. Hal ini disebabkan oleh pengambilalihan perusahaan media sosial tersebut oleh Musk tanpa izin dari Dewan Persaingan di Turki.

Menurut pemberitaan di Reuters, Dewan Persaingan Turki memiliki wewenang untuk mengawasi dan mengatur persaingan di pasar Turki, termasuk dalam hal pengambilalihan perusahaan. Oleh karena itu, tindakan Elon Musk dianggap melanggar hukum persaingan di Turki dan ia dikenakan denda sebesar 0,1% dari pendapatan kotor Twitter di Turki pada tahun 2022.

Meskipun Twitter tidak berada di Turki atau memiliki kantor pusat di negara itu namun pengaruhnya terhadap pasar Turki dapat membuatnya tunduk pada yurisdiksi Turki. Dalam hal ini, Dewan Persaingan Turki berpendapat bahwa pengambilalihan Twitter oleh Elon Musk yang dilakukan tanpa izin dari Dewan tersebut dapat berdampak pada persaingan di pasar Turki dan melanggar hukum persaingan di Turki.

Selain itu, Twitter juga memiliki pengguna dan penghasilan di Turki, sehingga bisa saja dikenakan denda oleh Dewan Persaingan Turki jika ditemukan pelanggaran hukum persaingan. Oleh karena itu, walaupun Twitter tidak berada di Turki, keputusan Dewan Persaingan Turki mengenai denda terhadap Elon Musk masih dapat berlaku.

Elon MUsk sendiri, secara resmi membeli saham mayoritas di Twitter pada Oktober tahun dengan mengeluarkan dana hingga 44 miliar dolar AS (Rp665 triliun), dengan dana sindikasi dari berbagai pihak termasuk saham Tesla.  

Namun Tidak ada informasi yang menyatakan secara pasti apakah pengambilalihan Twitter oleh Elon Musk melanggar hukum antipersaingan secara global. Hanya saja Twitter dan Elon Musk harus tunduk pada hukum dan peraturan tentang UU antipersaingan di Turki jika mereka melakukan bisnis atau transaksi di Turki.

Seperti halnya di negara lain, UU antipersaingan di Turki memiliki tujuan untuk mencegah praktik bisnis yang tidak sehat dan memastikan persaingan yang sehat di pasar, yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat kepada konsumen. 

Oleh karena itu, jika Twitter atau Elon Musk melakukan bisnis atau transaksi di Turki, baik secara langsung maupun tidak langsung, mereka harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di Turki terkait UU antipersaingan. Dalam sebuah pernyataan, Dewan tersebut mengatakan bahwa keputusan ini dapat diajukan banding secara hukum.