ByteDance Pecat Karyawan TikTok yang Mengakses Data Jurnalis AS Secara Tidak Sah
Senator Partai Republik, Marco Rubio, makin yakin untuk melarang TikTok. (foto: twitter @marcorubio)

Bagikan:

JAKARTA - ByteDance, perusahaan induk TikTok di China mengumumkan pada Kamis 22 Desember bahwa beberapa karyawan secara tidak benar telah mengakses data pengguna TikTok dari dua jurnalis. Mereka kini sudah tidak lagi dipekerjakan oleh perusahaan tersebut. Hal ini diketahui dari sebuah email yang dilihat oleh Reuters.

Karyawan ByteDance mengakses data tersebut sebagai bagian dari upaya mereka  untuk menyelidiki kebocoran informasi perusahaan awal tahun ini. “Mereka ingin mengidentifikasi potensi hubungan antara dua jurnalis, mantan reporter BuzzFeed dan reporter Financial Times, dan karyawan perusahaan,” kata penasihat umum Erich Andersen, dalam email dari ByteDance.

Karyawan tersebut melihat alamat IP jurnalis yang mencoba mengetahui apakah mereka berada di lokasi yang sama dengan karyawan yang diduga membocorkan informasi rahasia.

Pengungkapan tersebut, yang dilaporkan sebelumnya oleh New York Times,  yang dapat menambah tekanan yang dihadapi TikTok di Washington dari anggota parlemen dan pemerintahan Joe Biden atas masalah keamanan tentang data pengguna di AS.

Sebuah sumber juga mengatakan empat karyawan ByteDance yang terlibat dalam insiden tersebut dipecat, termasuk dua di China dan dua di Amerika Serikat. Pejabat perusahaan mengatakan mereka mengambil langkah tambahan untuk melindungi data pengguna.

Kongres akan mengesahkan undang-undang pekan ini yang melarang pegawai pemerintah AS mengunduh atau menggunakan TikTok di perangkat milik pemerintah mereka dan lebih dari selusin gubernur juga telah melarang pegawai negara bagian di AS menggunakan TikTok di perangkat milik negara.

The Financial Times mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "memata-matai wartawan, adalah mengganggu pekerjaan mereka atau mengintimidasi sumber mereka, sama sekali tidak dapat diterima. Kami akan menyelidiki cerita ini lebih lengkap sebelum memutuskan tanggapan formal kami."

Juru bicara BuzzFeed News, Lizzie Grams, mengatakan perusahaannya sangat terganggu oleh laporan tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu menunjukkan "pengabaian terang-terangan terhadap privasi dan hak jurnalis serta pengguna TikTok."

Forbes melaporkan Kamis lalu, bahwa ByteDance telah melacak beberapa jurnalis Forbes termasuk beberapa yang sebelumnya bekerja di BuzzFeed "sebagai bagian dari kampanye pengawasan rahasia" yang bertujuan menemukan sumber kebocoran.

Randall Lane, chief content officer Forbes, menyebutnya "serangan langsung terhadap ide kebebasan pers dan peran kritisnya dalam fungsi demokrasi."

Kepala Eksekutif TikTok, Shou Zi Chew, menjelaskan dalam email terpisah kepada karyawan yang dilihat oleh Reuters bahwa "pelanggaran seperti itu sama sekali tidak mewakili prinsip perusahaan kami."

“Perusahaan akan terus meningkatkan protokol akses ini, yang telah ditingkatkan dan diperkuat secara signifikan sejak inisiatif ini dilakukan," ungkap Chew.

Chew mengatakan bahwa selama 15 bulan terakhir TikTok telah bekerja untuk membangun Keamanan Data TikTok AS (USDS) untuk memastikan data pengguna TikTok AS yang dilindungi tetap berada di Amerika Serikat.

"Kami sedang menyelesaikan migrasi manajemen data pengguna AS yang dilindungi ke departemen USDS dan telah secara sistematis memutus jalur akses," tulisnya.

ByteDance juga mengatakan sedang merestrukturisasi departemen Audit Internal dan Pengendalian Risiko, dan fungsi investigasi global akan dipisahkan dan direstrukturisasi.

Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS) pemerintah AS, sebuah badan keamanan nasional, selama berbulan-bulan berupaya mencapai kesepakatan keamanan nasional dengan ByteDance untuk melindungi data lebih dari 100 juta pengguna TikTok AS, tetapi tampaknya tidak ada kesepakatan akan tercapai sebelum akhir tahun.

Senator Partai Republik, Marco Rubio, mengatakan tentang insiden tersebut, bahwa  ByteDance "sangat ingin meredam kekhawatiran bipartisan yang berkembang tentang bagaimana hal itu memungkinkan Partai Komunis China untuk menggunakan - dan berpotensi mempersenjatai - data warga Amerika. “Setiap hari semakin jelas bahwa kita perlu melarang TikTok,"  ungkap Rubio.