Perusahaan Internet dan Media Sosial Diharuskan Mengambil Langkah Baru untuk Hapus Kekerasan di Dunia Maya
Perusahaan media sosial harus proaktif tangani konten kekerasan di platformnya. (foto: dok. pixabay)

Bagikan:

JAKARTA – Konten kekerasan yang muncul di dunia maya, diyakini bisa memicu kekerasan sebenarnya di d dunia nyata. Ini menjadikan perusahaan teknologi internet dan media sosial memegang peranan penting yang mereduksinya.

Beberapa perusahaan teknologi besar akhirnya menyatakan pada Kamis, 15 September bahwa mereka akan mengambil langkah baru untuk memerangi ekstremisme online dengan cara menghapus lebih banyak konten kekerasan. Mereka juga ingin mempromosikan literasi media dengan pengguna muda. Kebijakan ini sebagai bagian dari pertemuan puncak dengan Gedung Putih tentang memerangi kekerasan yang dipicu kebencian.

Platform seperti YouTube milik Alphabet   dan Facebook milik Meta Platforms, telah mendapat kecaman selama bertahun-tahun dari para kritikus yang mengatakan perusahaan telah membiarkan ujaran kebencian dan retorika kekerasan berkembang di layanan mereka.

Presiden AS, Joe Biden, sebelumnya pada Kamis lalu meminta rakyat Amerika untuk memerangi rasisme dan ekstremisme selama pertemuan puncak di Gedung Putih yang mengumpulkan para ahli dan penyintas dan termasuk para pemimpin lokal bipartisan.

YouTube mengatakan akan memperluas kebijakannya untuk memerangi ekstremisme kekerasan dengan menghapus konten yang mengagungkan tindakan kekerasan. Bahkan jika pembuat video tidak terkait dengan organisasi teroris sekali pun.

Situs streaming video itu juga mengatakan akan meluncurkan kampanye literasi media untuk mengajari pengguna yang lebih muda cara mengenali taktik manipulasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah.

Microsoft  mengatakan akan membuat versi dasar dan lebih terjangkau dari kecerdasan buatan dan alat pembelajaran mesinnya tersedia untuk sekolah dan organisasi yang lebih kecil untuk membantu mereka mendeteksi dan mencegah kekerasan.

Pemilik Facebook, Meta, juga  mengumumkan akan bermitra dengan para peneliti dari Middlebury Institute of International Studies' Center on Terrorism, Extremism and Counterterrorism untuk memerangi kekerasan online ini.

Tahun lalu, anggota parlemen mempertanyakan kepala eksekutif Alphabet dan Facebook, serta Twitter Inc, tentang apakah perusahaan mereka memikul tanggung jawab atas peristiwa yang menyebabkan penyerbuan US Capitol pada 6 Januari 2021.