JAKARTA - Menyusul informasi penerapan jaringan anyar 5G di Amerika Serikat (AS) yang diklaim mengganggu aktivitas penerbangan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menegaskan itu tak berlaku di Indonesia alias masih terbilang aman.
Pembatasan sementara pemasangan jaringan 5G di AS itu memang hanya menggunakan pita frekuensi 3,7 GHz, berbeda dengan Indonesia, khususnya di area sekitar bandara. Namun, Johnny menyatakan masyarakat Indonesia tak perlu khawatir terkait hal ini.
"Pengaturan frekuensi 5G di Indonesia dapat dikatakan relatif aman. Hal ini disebabkan tersedianya guard band selebar 600 MHz yang membentang dari mulai frekuensi 3,6 GHz sampai dengan 4,2 GHz, guna membentengi Radio Altimeter dari sinyal jaringan 5G," ungkap Johnny dalam konferensi pers daring, Rabu, 19 Januari.
Dijelaskan Johnny, guard band sebesar itu hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan yang disediakan di AS. Menurutnya, kondisi pengaturan frekuensi 5G di AS yang menggunakan pita frekuensi 3,7 sampai 3,98 GHz.
Sedangkan Indonesia pada rentang 3,4 sampai 3,6 GHz, dan bahwa alokasi frekuensi untuk Radio Altimeter yang telah ditetapkan oleh Radio Regulations ITU (International Telecommunication Union) adalah pada rentang 4,2 sampai 4,4 GHz. Oleh karena itu, penggunaan pita frekuensi untuk 5G di Indonesia relatif aman.
"Kementerian Kominfo perlu hadir memberikan penjelasan kepada publik agar informasi dapat dipahami untuk konteks Indonesia dengan tepat. Sebab, di Indonesia, layanan 5G yang saat ini beroperasi secara komersial oleh tiga operator seluler nasional yakni Telkomsel, Indosat, dan XL menggunakan dua pita frekuensi seluler existing yaitu pita frekuensi 1800 MHz dan 2,3 GHz," ujar Johnny.
Saat ini Kemenkominfo kata Johnny, tengah melakukan farming dan refarming spektrum frekuensi radio agar pemanfaatan pita frekuensi radio berlangsung optimal.
Jaringan 5G di Indonesia disiapkan untuk Low Band pada pita frekuensi 700 MHz, Middle Band pada pita frekuensi 3,5 GHz dan 2,6 GHz, dan High Band pada pita frekuensi 26 GHz dan 28 GHz.
“Untuk pita frekuensi baru yang sedang dalam proses farming dan refarming guna memberikan tambahan bandwidth dan variasi use cases layanan 5G, sehingga lebih berkualitas dan optimal bagi masyarakat dan pelaku usaha,” papar Johnny.
Johnny menyatakan, kasus yang terjadi di AS, spektrum frekuensi radio untuk layanan 5G berada pada pita frekuensi radio altimeter yang digunakan untuk kepentingan penerbangan.
“Kasus yang terjadi di AS konteksnya adalah untuk jaringan 5G yang bekerja pada pita frekuensi 3,7 GHz atau 3.700 Mhz tepatnya pada rentang 3,7 sampai 3,98 GHz. Sistem yang dikhawatirkan terganggu adalah sistem Radio Altimeter yang bekerja pada pita frekuensi 4,2 sampai 4,4 GHz,” kata Johnny.
Sistem radio altimeter merupakan sistem keselamatan utama dan penting dalam pengoperasian pesawat udara. Hal itu agar menentukan ketinggian posisi pesawat udara terbang di atas tanah.
"Informasi yang dimanfaatkan dari penggunaan Radio Altimeter sangat penting dalam mendukung operasi penerbangan terkait keselamatan penerbangan atau flight safety dan fungsi navigasi pada semua pesawat udara, seperti misalnya terrain awareness, aircraft collision avoidance, wind shear detection, flight control, serta fungsi-fungsi lainnya untuk dapat mendaratkan pesawat secara otomatis,” jelas Johnny.
BACA JUGA:
Untuk di Indonesia, Johnny mengatakan tidak ada rencana hanya menggunakan pita frekuensi 3,7 GHz dalam rangka implementasi 5G. Dalam hal ini Kemenkominfo, tetap akan menggunakan pita frekuensi 3,7 sampai 4,2 GHz guna keperluan komunikasi satelit, bukan untuk 5G.
“Adapun 5G rencananya akan memanfaatkan pita frekuensi yang lebih rendah, yaitu pita frekuensi 3,5 GHz yang berada pada rentang 3,4 sampai 3,6 GHz,” tegas Johnny.
Dalam kesempatan yang sama, Johnny memaparkan mengenai potensi interferensi antara 5G dengan Radio Altimeter telah dan sedang dikaji Kementerian Kominfo dengan melibatkan para akademisi serta bekerja Bersama Kementerian Perhubungan.
“Kementerian Kominfo senantiasa akan terus menjaga setiap komunikasi yang memanfaatkan sumber daya spektrum frekuensi radio bebas dari gangguan atau interferensi, terlebih Radio Altimeter, suatu sistem yang berkaitan erat dengan keselamatan penerbangan, dengan flight safety,” tutur Johnny.