Kecelakaan antara TKA Turangga dan Commuter Line di Bandung pada tanggal 5 Januari 2024 bukan hanya merugikan operasional kereta api, tetapi juga menelan korban jiwa dan melukai penumpang. Tragedi ini membuka pembahasan tentang keselamatan perkeretaapian di Indonesia, dengan fokus pada pengaturan pola operasi kereta api.
Tabrakan tersebut terjadi di jalur Cicalengka, menghasilkan momen menegangkan ketika TKA Turangga dan Commuter Line beradu banteng. Benturan keras menyebabkan beberapa penumpang terlempar di gerbong, dengan akibat 4 tewas dan 37 luka-luka. Kejadian ini meninggalkan luka mendalam dalam benak masyarakat, mempertanyakan keamanan perjalanan kereta api.
Pentingnya pengaturan pola operasi kereta api bukan hanya menjadi perhatian setelah insiden ini, melainkan telah mendapat sorotan sejak lama. Studi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan perlunya peningkatan pengaturan lalulintas kereta api, khususnya untuk mendukung pengoperasian jalur ganda seperti di jalur Bandung-Cibatu.
Melihat tragedi Bintaro 1987, seharusnya menjadi pengingat tentang pentingnya penegakan standar keselamatan yang ketat. Namun, kasus KA Turangga dan Commuter Line Bandung Raya menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan implementasi keselamatan di sektor perkeretaapian Indonesia.
Dalam upaya mencapai efisiensi operasional, urgensi keselamatan penumpang tidak boleh terabaikan. Kecelakaan kereta bukan sekadar statistik, melainkan kisah nyata yang meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban. Perubahan positif dalam pengaturan operasional kereta api harus diwujudkan, bukan hanya sebagai respons pasca kecelakaan, tetapi juga sebagai upaya pencegahan sungguh-sungguh.
Indonesia, dengan sejarah kecelakaan kereta api yang menyedihkan, harus terus berkomitmen untuk mengoptimalisasi sistem keselamatan perkeretaapian. Melalui evaluasi menyeluruh, perbaikan konkret, dan penegakan ketat terhadap standar keselamatan, harusnya tragedi TKA Turangga 2024 menjadi pemicu perubahan positif dalam sektor perkeretaapian.
BACA JUGA:
Dalam konteks ini, peran aktif pihak terkait, termasuk Kemenhub, operator kereta api, dan masyarakat, sangatlah penting. Pengawasan ketat terhadap kebijakan pengaturan pola operasi, penerapan standar keselamatan, dan edukasi masyarakat tentang perilaku aman saat menggunakan kereta api adalah langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Solusi jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan infrastruktur perkeretaapian dan mengoptimalkan pengaturan pola operasi. Kajian mendalam tentang pengoperasian jalur ganda dan implementasi teknologi modern untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api dapat menjadi langkah-langkah strategis.
Kecelakaan TKA Turangga dan Commuter Line di Bandung menjadi titik kritis yang membutuhkan respons cepat dan tindakan preventif. Keselamatan penumpang dan kru harus menjadi prioritas utama dalam pengaturan pola operasi kereta api di Indonesia.
Melalui evaluasi menyeluruh, perbaikan konkret, dan penegakan ketat terhadap standar keselamatan, kita dapat menghindari tragedi serupa dan menciptakan perjalanan kereta api yang aman dan nyaman bagi semua.
Meskipun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah meminta maaf terkait insiden ini, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) menanggung biaya pendidikan anak-anak korban kecelakaan TKA Turangga-KA Bandung Raya di Cicalengka, Kabupaten Bandung, hingga tuntas pendidikannya namun hal tersebut tak mampu mengembalikan nyawa yang hilang atau meredakan penderitaan keluarga korban. Pejabat yang berwenang mengurus soal kereta api, Dirjen Perkeretaapian dan Dirut KAI juga harus bertanggung jawab dan mendapat sanksi tegas. Kalau perlu dicopot.