Refleksi Tabrakan KA Turangga dan Bandung Raya: Pengingat Usia Tua Insfrastruktur Kereta Api Indonesia
Foto udara kereta api lokal Bandung Raya yang bertabrakan dengan kereta api Turangga di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/1/2024). (Antara/Raisan Al Farisi/YU/pri)

Bagikan:

JAKARTA – Kecelakaan yang dialami Kereta Api (KA) Turangga dan Commuter Line (CL) Bandung Raya menjadi perhatian banyak pihak. Menurut pengamat transportasi, kecelakaan itu adalah pengingat semua pihak untuk meningkatkan manajemen keselamatan perkeretaapian di Indonesia.

Kecelakaan tersebut terjadi di jalur tunggal (single track) km 181+700 petak jalan antara Stasiun Haurpugur dengan Stasiun Cicalengka pada Jumat (5/1/2024) pukul 06.03 WIB.

Sebanyak 287 penumpang di KA Turangga dan 191 penumpang di dalam KA lokal selamat, sementara empat korban jiwa berasal dari awak kereta. Empat petugas KA yang meninggal bertugas sebagai masinis, asisten masinis, pramugara, dan petugas keamanan.

Kecelakaan kereta api terjadi antara KA Turangga relasi Surabaya Gubeng-Bandung dan Commuterline Bandung Raya di Km 181+700 petak jalan antara Stasiun Haurpugur-Stasiun Cicalengka pada Jumat pukul 06.03 WIB. (Antara/Rubby Jovan)

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, kecelakaan KA Turangga dan kereta Commuter Line Bandung Raya menjadi momen untuk meningkatkan kembali pelayanan di sektor perkeretaapian.

“Kecelakaan itu adalah suatu pelajaran yang mahal bagi kita dan marilah kita bersama-sama meng-improve apa yang menjadi layanan kita semuanya,” ucap Menhub di Jakarta, seperti dikutip Antara.

Menjadi Sorotan Media Asing

Kecelakaan transportasi massal, termasuk kereta api, di Indonesia sudah menjadi perhatian sejak lama. Bahkan media asing turut mengomentari kecelakaan KA Turangga dengan CL Bandung Raya pekan lalu. AFP menyebut kecelakaan transportasi adalah hal yang lumrah terjadi di Indonesia.

“Negara dengan kepulauan yang luas di mana bus, kereta api, dan bahkan pesawat sering kali sudah tua dan tidak dirawat dengan baik,” tulis laporan tersebut.

Sementara media berbasis di Hong Kong, BNN Breaking menulis artikel "Train Collision in Bandung: A Tragic Wake-Up Call for Indonesia's Aging Railway Infrastructure".

Dalam artikel tersebut dilaporkan bahwa penyebab kecelakaan tersebut akibat infrastruktur yang sudah menua.

"Tabrakan kereta api menjadi pengingat akan frekuensi kecelakaan kereta api di Indonesia, negara yang bergulat dengan infrastruktur kereta api yang menua. Insiden ini menyoroti masalah keselamatan yang sudah berlangsung lama di perlintasan kereta api, yang sering menjadi tempat terjadinya peristiwa malang tersebut. Akibat dari kecelakaan tersebut terjadi kekacauan dan kehancuran, dengan gerbong yang terbalik dan rusak parah berserakan di sekitar lokasi kecelakaan," menurut media Hong Kong tersebut.

Penumpang melihat jadwal keberangkatan di pintu kereta lokal Stasiun Bandung, Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/1/2024). (Antara/Novrian Arbi/YU)

Hingga saat ini, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih terus menginvestigasi penyebab tabrakan KA Turangga dengan CL Bandung Raya. Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan kereta yang mengalami kecelakaan baru-baru ini masih layak digunakan.

Djoko justru menyoroti pentingnya double track (jalur ganda) dalam perkeretaapian. Ia menyebut jalur ganda menjadi salah satu hal penting untuk mencegah kecelakaan. Dalam kasus tabrakan KA Turangga dan CL Bandung Raya pekan lalu, jalur kereta api masih tunggal alias single track sehingga perjalanan kereta api dua arah harus bergantian.

Padahal, lintasan ini tergolong ramai, dengan keseharian dilintasi 60 commuter line dan 22 KA jarak jauh. Di periode libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 kemarin ada penambahan empat perjalanan KA jarak jauh, sehingga total 26 KA jarak jauh melintas setiap hari.

Pentingnya Jalur Ganda

Terkait dengan jalur tunggal pada lokasi kecelakaan, Djoko yang juga menjabat Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat mengatakan sejatinya Balai Teknik Perkeretapian (BTP) Jawa Barat tengah merencanakan pengerjaan jalur ganda pada pelintasan tersebut.

Proyek ini bagian dari upaya peningkatan jumlah jalur kereta api di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Proyek rel ganda itu membentang sejauh 23 kilometer dan terbagi ke dalam dua tahap. Tahap I terbentang mulai dari Gedebage-Cimekar-Rancaekek-Haurpugur sejauh 14 kilometer dan tahap II sepanjang 9 kilometer yang terbagi dua rute, yakni dari Kiaracondong-Gedebage dan Haurpugur-Cicalengka.

“Pembangunan jalur ganda (double track) tengah dikerjakan Balai Perkeretaapian Jawa Barat Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Pembangunan jalur ganda ini ditargetkan rampung tahun 2024, sehingga sekarang pengerjaan jalur ganda belum rampung,” kata Djoko dalam keterangannya.

Jalur kereta di petak jalan antara Stasiun Haurpugur dan Stasiun Cicalengka yang menjadi titik kecelakaan kereta Turangga dan Kereta Commuterline Bandung Raya tengah diujicoba usai sisa-sisa tabrakan dibersihkan, Sabtu (6/1/2024). (Antara/HO KAI Daop 2)

“Pengerjaan proyek ini dilakukan tahun jamak (multiyear). Sayangnya, belum usai proyek ini terwujud, rute Haurpugur-Cicalengka telah menelan jatuhnya korban akibat tabrakan antar KA,” imbuhnya.

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengungkapkan, pembangunan jalur kereta api ganda di petak lokasi kecelakaan KA Turangga dan Commuter Line Bandung Raya rampung pada pertengahan 2024. Lokasi kecelakaan di petak jalur Stasiun Haurpugur dan Stasiun Cicalengka di Kabupaten Bandung memang terdiri dari satu jalur, sehingga menyulitkan dan menghambat laju lalu lintas kereta api.

“Dengan jalur ganda, dapat meningkatkan kapasitas perjalanan dan meningkatkan keselamatan, jadi kereta gak usah saling bergantian,” ujar Djoko ketika dikonfirmasi VOI.

“Saat ini sedang proses, sedang dibangun. Kalau jalurnya sudah double track, kecelakaan bisa diminimalisir,” imbuhnya.

Selain itu, Djoko juga menilai percepatan elektrifikasi jalur Commuter Line Bandung Raya perlu segera diterapkan untuk mendukung keselamatan dan kenyamanan pengguna angkutan umum.

“Keselamatan dan kenyamanan menjadi dambaan penumpang angkutan umum, seperti moda kereta api. Percepatan elektrifikasi Commuter Line Bandung Raya sangat dinanti untuk disegerakan. Peristiwa tabrakan KA di jalur ini menjadi pengingat semua pihak untuk meningkatkan manajemen keselamatan perkeretaapian di Indonesia,” ujar Djoko memungkasi.