Mewaspadai Kanker Pankreas, Silent Killer yang Merenggut Nyawa Rizal Ramli
Kanker pankreas termasuk salah satu silent killer karena angka kematiannya yang tinggi, mencapai 90 persen. (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA – Awal tahun 2024 kabar duka datang dari Rizal Ramli. Mantan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi itu meninggal dunia pada Selasa (2/1/2024) malam di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo karena kanker pankreas.

Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat ini menderita kanker pankreas stadium akhir dan sudah dua bulan terakhir dirawat di rumah sakit. Kabar meninggalnya Rizal Ramli akibat kanker pankreas membuat publik bertanya-tanya, mengapa penyakit ini tidak terdeteksi sejak awal?

Mendiang Rizal Ramli yang meninggal akibat kanker pankreas di Jakarta pada 2 Januari 2024. (Antara/Sigid Kurniawan)

Mengutip Mayo Clinic, kanker pankreas adalah jenis kanker yang dimulai dengan pertumbuhan sel-sel di pankreas. Umumnya, kanker pankreas tampak tidak bergejala sehingga sering juga disebut sebagai silent killer.

Nyeri Ulu Hati

Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Ari Fahrial Syam mengatakan pentingnya edukasi kepada masyarakat bahwa kanker pankreas adalah penyakit yang terlihat tanpa gejala di stadium awal. Prof. Ari menuturkan, mayoritas penderita tidak merasakan gejala di awal perkembangan tumor sampai penyakit berkembang lebih parah.

Karena tidak muncul gejala sebagai peringatan awal inilah, banyak pasien kanker pankreas yang memeriksakan diri ke dokter sudah dalam keadaan sakit parah.

“Karena itulah, dalam satu tahun pertama 90 persen kasus kanker pankreas meninggal dunia. Mereka umumnya datang terlambat,” kata Prof. Ari dalam webinar Mengenal Kanker Pankreas yang diadakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).

Pedagang melintas di depan karangan bunga duka mantan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Indonesia Rizal Ramli di Jakarta, Rabu (3/1/2024). (Antara)

Menurut Survelliance, Epidemiology, and End Result Program (SEER) 2020 di Amerika Serikat ada 57.600 kasus baru dan 90 persen atau sekitar 47.050 mengalami kematian. Sementara menurut data Globocan 2020, jumlah kasus baru kanker pankreas di Indonesia mencapai 5.781 dengan angka kematian 5.690 jiwa.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kanker pankreas tidak memiliki gejala yang spesifik, terutama di stadium awal. Meski demikian, Prof. Ari menjelaskan terdapat beberapa gejala yang dapat dikaitkan dengan kanker pankreas. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai di antaranya nyeri ulu hati, gangguan pencernaan seperti mual, muntah, diare, berat badan turun, serta nafsu makan yang berkurang.

Sayangnya, menurut Prof. Ari ketika rentetan gejala tersebut dirasakan pasien, justru sudah terlambat dan lebih sulit mengobati kanker pankreas. Ia juga menyoroti keluhan nyeri ulu hati yang seringkali dianggap remeh, karena dinilai sebagai gejala sakit maag.

“Jangan menganggap remeh nyeri ulu hati, karena jangan-jangan, walaupun kecil kemungkinannya, ini terkait dengan proses kanker pankreas,” jelas Prof. Ari.

Nyeri ulu hati bisa menjadi salah satu gejala kanker pankreas karena pankreas terletak di tengah daerah ulu hati. Ketika kinerja pankreas mengalami gangguan, seperti tumbuh tumor yang menyumbat, maka akan muncul rasa nyeri di daerah tersebut.

Kurangi Konsumsi Daging Merah

Meski termasuk salah satu silet killer, kanker pankreas sebenarnya dapat dicegah. Menjaga pola hidup sehat menjadi salah satu cara untuk mencegah berbagai penyakit, termasuk kanker pankreas. Namun, menurut Prof. Ari gaya hidup tidak sehat seolah menjadi tren golongan dewasa muda, seperti dengan merokok, mengonsumsi alkohol, serta konsumsi makanan tinggi lemak.

“Terus terang saja gaya hidup sedenter atau gaya hidup tidak sehat ini seakan menjadi tren. Anak muda makannya tinggi lemak seperti steak, minumnya juga rutin alkohol, dan merokok jadi budaya, lalu obesitas dan seringnya tidak sadar. Itu berisiko terkena kanker pankreas,” Prof. Ari menjelaskan.

Individu berusia 55 tahun ke atas disebut memiliki potensi kanker pankreas lebih besar, namun perkembangan gaya hidup seperti gaya hidup sedenter membuat potensi dewasa muda di usia 30-an terkena kanker pankreas ikut membesar.

Mengonsumsi makanan tinggi lemak seperti daging merah membuat kinerja organ tubuh menjadi lebih berat. (Pixabay)

Tren mengonsumsi daging merah seperti steak yang populer di kalangan dewasa muda turut menjadi sorotan Prof Ari. Bukan tanpa alasan, menurutnya, terlalu sering mengonsumsi daging merah dapat menyebabkan organ pencernaan bekerja lebih keras dalam mencerna daging yang dikonsumsi. Pada akhirnya, pankreas ikut bekerja lebih berat dalam menghasilkan enzim untuk membantu pencernaan.

Karena memiliki fungsi vital sebagai penghasil enzim untuk pencernaan, ketika seseorang mengonsumsi makanan maupun minuman yang tidak memiliki gizi dan hanya memberberat kinerja pankreas, lambat laut akan terjadi masalah kesehatan salah satunya adalah potensi kanker.

“Secara logika, makanan tinggi lemak seperti daging merah ini membuat kinerja organ-organ tubuh menjadi lebih berat, bila melihat fungsinya pankreas menciptakan enzim. Daging merah ini sulit dicerna hingga tuntas sehingga akhirnya menempel, lama-kelamaan menjadi radang kronis yang menimbulkan polip, dan lama-lama menjadi kanker,” pungkas Prof. Ari.