JAKARTA – Penyalahgunaan narkoba adalah masalah krusial bagi sebuah bangsa. Ini karena masalah kesehatan bukan satu-satunya yang menjadi perhatian terkait bahaya narkotika, tapi juga dampak sosial yang tidak bisa disepelekan.
Kabar penyalahgunaan narkotika kembali merebak belakangan ini, meski sebenarnya memang narkoba tidak pernah sepi peminat. Artis tahun 1990-an Ibra Azhari kembali ditangkap Polres Metro Jakarta Barat pada Rabu (3/1/2024) malam karena masalah narkoba. Yang menjadi perhatian, ini bukan kali pertama saudara Ayu Azhari tersebut berurusan dengan hukum gara-gara kasus narkoba.
Pria 54 tahun tersebut sebelumnya sudah lima kali ditangkap karena menggunakan narkoba. Untuk penangkapan terakhir ini, Ibra Azhari dinyatakan positif menggunakan sabu.
“Tadi barusan kami telah melaksanakan cek kesehatan dan cek urine. Bahwa hasil dari cek urine positif metamfetamin dan amfetamin," kata Wakasat narkoba Kompol Retno Jordanus kepada wartawan, Jumat (5/1/2024).
Obat-obatan Mengubah Fungsi Otak
Permasalahan narkoba di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut pengguna narkoba cenderung terus mengalami peningkatan. Apalagi pemakai narkoba tidak terbatas hanya pasa masyarakat perkotaan, tapi juga merambah masyarakat pedesaan.
Pemakai narkoba juga tidak hanya menyasar kelas sosial tertentu, tapi mencakup semua lapisan masyarakat. Dan yang lebih menyedihkan, semakin lama pemakai narkoba tidak hanya pada mereka yang berduit saja, bahkan kalangan miskin juga banyak yang memakai narkoba. Pengguna narkoba tidak mengenal usia, tidak mengenal profesi, tidak mengenal kaya atau miskin.
Mengutip Kompas, berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2022 Pusat Penelitian Data dan Informasi BNN, pada 2019, prevalensi pengguna narkoba di Indonesia sebesar 1,80 persen. Lalu 2021 sekitar 1,95 persen atau naik 0,15 persen. Total dari rentang usia 15-64 tahun, ada sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah memakai narkoba. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 4,5 juta penduduk.
Ibra Azhari jelas bukan satu-satunya orang yang bolak-balik tersandung narkoba. Belum lama ini Ammar Zoni juga tersangkut kasus narkoba untuk ketiga kalinya.
Mengapa orang yang terjerat narkoba tampak sulit untuk lepas dari jeratan barang haram tersebut?
Mengutip laman UK Rehab, meski tidak semua orang yang menggunakan obat-obatan terlarang akan terus mengalami kecanduan, ada beberapa orang yang secara fisik bergantung pada zat-zat tersebut. Ini karena obat-obatan mengubah fungsi otak dan seiring berjalannya waktu, tubuh orang yang terpapar akan mengharapkan kehadiran zat-zat tersebut.
"Otak akan beradaptasi dengan keberadaan obat-obatan dan akan menghasilkan lebih sedikit bahan kimia yang memberikan rasa nyaman dibandingkan ketika seseorang pertama kali mulai mengonsumsi obat-obatan tersebut," tulis laman tersebut.
Semakin banyak obat yang dikonsumsi, individu itu akan semakin bergantung pada obat tersebut, yang dapat dengan cepat menyebabkan kecanduan. Inilah sebabnya kecanduan narkoba begitu sulit diatasi.
Mempertanyakan Penanganan Narkoba
Sementara itu, psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan kasus narkoba yang berulang bisa terjadi karena penanganan yang kurang maksimal. Reza tak menampik bahwa narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya baik zat alami maupun sintesis, termasuk rokok, (NAPZA) adalah musuh bersama yang harus dilawan.
Tapi dituturkan Reza, ketika terjadi kasus residivisme penyalahguna narkoba, jangan buru-buru menudingkan jari ke pelaku dan memberikan tepuk riuh ke aparat terkait.
“Kasus residivisme penyalahguna narkoba justru boleh jadi membuka bopeng penanganan penyalahgunaan narkoba di negara kita,” kata Reza melalui pesan singkat kepada VOI.
Ia membeberkan sejumlah argumentasinya. Menurut Reza relapse atau kambuhnya penyalahguna narkoba disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, karena masalah ketergantungan obat-obatan diatasi dengan juga memberikan obat-obatan. Ini berpotensi menyebabkan terjadi interaksi antarobat atau pun reaksi terhadap obat yang tak diduga.
Kedua, Reza menyoroti treatment yang bersifat klasikal. Perawatan yang seragam antar pengalahguna narkoba, dan tidak cukup perhatian terhadap kondisi individual masing-masing orang. Selain saat menjalani rehabilitasi, dunia di sentra treatment sangat ideal.
“Akibatnya, penyalahguna tidak punya kesanggupan ketika kembali ke dunia luar yang jauh dari ideal,” tutur Reza lagi.
Terakhir, yang menyebabkan orang sulit lepas dari jeratan narkoba adalah karena perawatan yang sebenarnya belum selesai, tapi di pengalahguna sudah harus dikeluarkan dari sentra karena keterbatasan waktu, anggaran, dan penyalahguna berikutnya sudah mengantre minta diobati.
“Alhasil, manakala ada orang yang ditangkap lagi karena pakai NAPZA lagi, maka saya memilih untuk bertanya, ‘Sebetulnya sudah seberapa serius dan tuntas negara merehabilitasi orang itu pada waktu sebelumnya?’” kata Reza lgi.
Sebelumnya Kepala Biro Humas dan Protokol BNN, Brigadir Jenderal Polisi Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, bahwa kondisi orang yang pernah menjadi pecandu narkoba sebenarnya tidak bisa sembuh total meski sudah menjalani rehabilitasi.
BACA JUGA:
“Kalau orang sudah make narkoba, mana bisa sembuh 100 persen? Kan sebagian sarafnya sudah rusak,” katanya kepada wartawan, mengutip Antara.
Kata Sulistyo, orang yang pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba tidak akan bisa pulih atau normal kembali 100 persen, sebagaimana orang yang berlum pernah tersentuh narkoba. Penyalaghunaan naroba menurutnya meninggalkan dampak yang merugikan terhadap tubuh, terutama otak. Ia pun mengajak masyarakat untuk menjauhi dan ikut serta memerangi narkoba.
“Harapan kepada semua masyarakat untuk jauhi narkoba. Jangan coba, jangan pakai. Karena kalau sudah pakai, susah normal lagi,” kata Sulityo menandaskan.