JAKARTA - Meng-cover lagu, lantas mengunggahnya di media sosial adalah sebuah aktivitas yang lumrah dilakukan belakangan ini. Tren ini merambah di kalangan musisi yang belum terkenal untuk mencoba peruntungannya dengan tujuan lebih cepat meraih sukses dan popularitas. Tapi, bisa juga hanya sebatas untuk mengapresiasi karya si pencipta lagu.
Kita tidak akan membahas soal hak cipta. Bab ini terlalu mengular jika dijabarkan secara detail yang ujung-ujungnya akan memantik persoalan baru. Kita juga tidak akan bicara soal lagu versi siapa yang lebih populer. Versi penyanyi aslinya atau penyanyi cover-nya? Perkara ini tidak menarik untuk dibahas.
Kami ingin menyentil hal menggelitik yang seringkali ditemui pada kolom komentar unggahan sebuah lagu cover di media sosial. Entah itu di Instagram, Facebook maupun medium YouTube. Ada saja netizen yang berkomentar “Mantap, terus berkarya!” atau “Keren, bro. Terus berkarya!” dan sejenisnya. Lho, itu kan lagu orang lain yang dibawakan ulang. Kok ucapannya malah “terus berkarya” sih?
Menurut Wikipedia, cover merupakan sebuah rekaman atau penampilan baru dari lagu yang sebelumya pernah dirilis secara komersial. Rekaman baru yang dimaksud, dilakukan oleh musisi yang berbeda dari versi awalnya. Dilansir dari berbagai sumber, sejarah meng-cover di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1980-an. Pada waktu itu, label rekaman Ria Cipta Abadi merilis album bertajuk Seleksi Pop Hits Indonesia pada tahun 1985-1986.
Dalam album tersebut, terdapat sejumlah lagu milik penyanyi tertentu yang dibawakan oleh orang lain. Namun, album tersebut ditarik dari peredaran pada tahun 1988. Kendati demikian, geliat cover version di Indonesia seolah tak padam. Selanjutnya, label rekaman lain merilis kaset album yang berisi lagu-lagu dari mancanegara yang di-cover.
Pada bagian sampul, terdapat stempel yang menunjukkan adanya lisensi pada kaset album cover. Penyanyi yang kerap membawakan lagu cover mancanegara pada saat itu bernama Johan Untung yang diketahui mahir menirukan berbagai jenis suara dari penyanyi ternama dunia.
Menyusul kesuksesan penyanyi cover mancanegara, band-band dari Indonesia, seperti Bharata Band, Cockpit Band, Acid Speed Band, dan El Pamas juga melakukan hal serupa. Mereka membawakan lagu-lagu mancanegara sesuai dengan versinya.
Di Jakarta, khususnya, di berbagai pementasan seni (pensi) di sekolah sekitar akhir tahun 1990-an bermunculan grup musik lokal yang membawakan versi cover dari lagu-lagu mancanegara, contohnya: Band Tor yang meng-cover lagu-lagu Jimi Hendrix, Rastafari meng-cover lagu-lagu Bob Marley kemudian T-Five meng-cover lagu-lagu Korn dan Limp Bizkit; saat itu versi cover dibawakan bukan hanya dari segi komposisi musiknya saja melainkan juga pada aksi panggungnya.
BACA JUGA:
Hingga kini, penyanyi cover semakin meningkat di Indonesia dan marak diunggah melalui situs YouTube. Tapi, tetap saja. Itu bukan karya orisinal, melainkan karya artis lain yang dibawakan ulang. Jadi, salah alamat jika kita mengucapkan selamat atau menyemangati si penyanyi cover ini dengan ucapan "terus berkarya!".
Karya, menurut KBBI adalah pekerjaan atau hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama hasil karangan). Dalam hal ini tentunya milik sendiri. Bukan milik orang lain yang dibuat atau – khusus lagu – dibawakan ulang. Berkarya adalah membuat sesuatu dari mentah sampai matang. Terlepas hal tersebut dibantu orang lain atau terus mengalami bongkar pasang dengan berbagai masukan ide dari banyak pihak, karya adalah ide murni dari manusia.
Jadi, komentar yang lebih cocok untuk para penyanyi cover adalah; “Keren, terus berkreasi!” atau bisa juga; “Kreatif banget, mantap!”. Pasalnya, meng-cover lagu orang bukanlah berkarya meskipun di dalamnya ada proses mengaransemen ulang lagu dan mengubahnya secara drastis. Misalnya dari yang tadinya bergenre dangdut atau keroncong jadi rock atau metal. Tapi, tetap saja, itu adalah karya milik orang yang sudah jadi.
Feature adalah kumpulan tulisan bersikap dari redaksi kanal Musik VOI. Kami ingin artikel ini bisa memberi pemahaman baru bagi pembaca.