Jejak Awal Wanita di Kepolisian Indonesia dalam Sejarah Hari Ini 1 September 1948
Polwan (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Setiap 1 September, Indonesia memperingati Hari Polisi Wanita atau Hari Polwan. Dipilihnya 1 September sebagai Hari Polwan terkait dengan enam wanita pertama yang menjalani pendidikan kepolisian di Indonesia.

Mengutip laman Museum Polri, dibentuknya Polwan berasal dari kesulitan-kesulitan pemeriksaan korban, tersangka ataupun saksi wanita terutama pemeriksaan fisik dalam menangani kasus. Saat itu para polisi sering kali meminta bantuan para istri dan pegawai sipil wanita untuk melaksanakan tugas pemeriksaan fisik.

Melihat keadaan tersebut, organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi mengajukan usulan kepada pemerintah agar wanita diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian. Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi memberikan kesempatan mendidik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi. Pada 1 September 1948, secara resmi disertakan enam siswa wanita. Mereka adalah Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotj, Djasmainar dan Rosnalia Taher.

Keenam wanita tersebut mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 siswa laki-laki di SPN Bukittinggi. Keenam wanita tersebut juga menjadi perintis polwan di Indonesia. Sayangnya pada 19 Desember 1948 ketika Agresi Militer Belanda II terjadi, pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi dihentikan dan ditutup.

Pada 19 Juli 1950, keenam calon inspektur polisi wanita kembali melakukan pelatihan namun kali ini di SPN Sukabumi. Selama pendidikan, keenam calon inspektur polisi wanita mendapat pelajaran mengenai ilmu-ilmu kemasyarakatan, pendidikan dan ilmu jiwa, sosiologi, psikologi. Mereka juga belajar untuk beda diri seperti latihan anggar, jiu jit su, judo, dan pendidikan militer lainnya.

Monumen Polwan (Wikimedia Commons)

Setelah berbagai melakukan pelatihan, keenam calon inspektur polisi wanita tersebut berhasil menyelesaikan pendidikannya pada 1 Mei 1951. Mereka mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya. Keenam srikandi polisi ini memiliki tugas khusus menyangkut kepolisian terkait dengan wanita, anak-anak, dan masalah-masalah sosial seperti mengusut, memberantas dan mencegah kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak.

Keenam polwan pertama ini juga membantu polisi umum dalam pengusutan dan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa atau saksi khusus untuk memeriksa fisik kaum wanita yang tersangkut atau terdakwa dalam suatu perkara. Mereka juga terlibat dalam mengawasi dan memberantas pelacuran, perdagangan perempuan dan anak-anak.

Pada 29 November 1986, Kapolri saat itu Jenderal Polisi Drs. Mochammad Sanoesi mengesahkan lambang Polwan dengan menerbitkan Surat Keputusan No. Pol.: Skep/480/XI/1986. Lambang Polwan terdiri dari Bunga Matahari yang bermakna sifat wanita, tujuh helai dan empat helai bunga melambangkan pedoman hidup Polri Tribrata dan pedoman kerja Polri Catur Prasetya Polri, perisai dan obor melambangkan Polwan adalah anggota kepolisian Republik Indonesia, tiga bintang emas bermakna Tribrata sebagai pedoman hidup bagi tiap anggota Polri.

Di lambang Polwan juga terdapat 1948 yang melambangkan pertama kali adanya Polwan di kepolisian dan tulisan Esthi Bhakti Warapsari yang bermakna pengabdian putri-putri pilihan menuju kea rah tercapainya cita-cita luhur yaitu terciptanya masyarakat Tata Tentram Kerta Raharja kepada negara dan bangsa.

Pejabat tinggi polwan

Pertama kali polwan mendapatkan jabatan tinggi di Polri pada 1987, yaitu Lettu Pol. Dwi Gusiyati yang merupakan polwan pertama yang menjabat sebagai Kapolsek di Pasar Kliwon, Solo. Lalu ada Brigadir Jenderal Polisi Jeanne Mandagi, S.H. yang merupakan polwan pertama yang mendapat pangkat Jenderal bintang satu pada 1991. Lalu ada Brigjen Pol Rumiah Kartoredjo yang menjadi polwan pertama yang menjabat sebagai Kapolda pada 2008. Meski demikian, hingga saat ini sangat jarang kita menemukan polwan yang memiliki jabatan tinggi di Polri.

Dalam artikel Kenapa Tak Ada Polwan yang Duduki Posisi Kapolri?, kami pernah mengulas alasan mengapa polwan belum pernah ada yang bisa menduduki posisi paling tinggi yaitu Kapolri. Menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti, sulitnya Polwan untuk mengejar posisi sebagai pemimpin Polri tidak lepas dari sejarah perkembangan Polwan itu sendiri. Menurutnya, semua bermula ketika Polri disatukan ke dalam ABRI pada 50-an.

"Ketika disatukan ke ABRI bersama TNI, itu tunduk pada aturan ABRI. Pada waktu itu, ABRI tidak merekrut perempuan jadi prajurit," kata Poengky saat dihubungi VOI.

Keenam wanita pertama yang mendapati pelatihan kepolisian (Museum Polri)

Sehingga pada masa itu perkembangan Polwan mandek. Sampai sekitar 1975 baru kelas perempuan di sekolah pendidikan kepolisian di Ciputat kembali dibuka. Kemudian pada 1980-an juga baru ada Pusdik Polwan.

"Itu kan yang bintara, kalau yang taruna atau Akpol itu baru dibuka sekitar tahun 2000-an. Jadi ngejarnya jauh banget. Sejak kebijakan itulah, Polwan mandek," kata Poengky.

Poengky juga menuturkan bahwa saat itu baik polisi dan tentara hanya dianggap sebagai laki-laki. "Jadi bisa dimaklumi ketika kemudian tidak ada Polwan yang posisinya bisa sampai jenderal bintang tiga," ujarnya.

Meski demikian, Poengky mengatakan konstitusi sama sekali tidak melarang anggota Polwan menjadi Kapolri. Menurutnya hal itu terbuka bagi siapapun juga dengan catatan memenuhi syarat yang telah ditentukan Undang-Undang.

"Polwan bisa saja menjadi Kapolri, asal memenuhi syarat yang yang ada pada Pasal 11 UU No. 2 tahun 2002. Tapi kemudian, itu kan ada Wanjakti, ada juga Kompolnas. Kami kalau mengusulkan kepada Presiden itu berdasarkan kepada rekam jejak, prestasi. Tapi namanya mau laki-laki atau perempuan boleh saja," jelas Poengky.

Poengky memang tak memungkiri untuk menjadi seorang Kapolri selain harus memiliki pangkat bintang tiga juga harus memiliki prestasi yang luar biasa. "Mungkin pernah kenaikan pangkat luar biasa. Enggak bisa kalau prestasinya rata-rata yang lain juga bisa seperti itu, terus kemudian kita calonkan kayanya enggak."

Kendati demikian, di masa depan, tak tertutup kemungkinan seorang Polwan dapat menjadi Kapolri kata Poengky. "Polwan-polwan yang bisa mencapai bintang tiga itu bisa jadi kapolri di masa depan," tutup Poengky.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

 

SEJARAH HARI INI Lainnya