JAKARTA - Setiap 23 Agustus, dunia memperingati Hari Perdagangan Budak Internasional. Hari Perdagangan Budak Internasional pertama kali diperingati di sejumlah negara, khususnya di Haiti pada 23 Agustus 1998 dan di Senegal pada 23 Agustus 1999.
Pada 2001, Museum Tekstil Mulhouse (Musée de l'impression sur étoffes) di Prancis menggelar lokakarya kain yang disebut 'Indiennes de Traite' atau semacam kain blacu. Kain itu berfungsi sebagai mata uang untuk pertukaran budak pada abad 17 dan 18.
Mengutip laman resmi PBB, tema untuk Hari Perdagangan Budak Internasional pada 2021 adalah Mengakhiri Warisan Rasisme Perbudakan: Perintah Global untuk Keadilan. Tema tersebut mencerminkan gerakan global untuk mengakhiri ketidakadilan yang berakar pada perdagangan budak.
Tema ini menyoroti pentingnya mendidik sejarah perdagangan budak dan perbudakan transatlantik untuk membawa pengakuan akan dampak perbudakan di dunia modern dan tindakan untuk mengatasi efek jangka panjangnya. Tema tersebut memandu pengembangan program pendidikan dan peringatan untuk memobilisasi tindakan melawan prasangka, rasisme dan ketidakadilan.
Sejarah perbudakan dunia
Hari Perdagangan Budak Internasional ditetapkan oleh UNESCO. Dipilihnya 23 Agustus sebagai peringatan Hari Perdagangan Budak Internasional berasal dari peristiwa yang terjadi pada 22 dan 23 Agustus 1791 di Haiti.
Hari tersebut merupakan awal dari pemberontakan para budak yang memainkan peran penting dalam penghapusan perdagangan budak. Menurut Britannica, munculnya perdagangan budak berawal pada 1480-an.
Ketika itu kapal Portugis mengangkut orang Afrika untuk dijadikan budak di perkebunan gula di pulau Cape Verde dan Madeira di Atlantik timur. Spanyol dan Portugal lalu mulai mendirikan koloni sekitar tahun 1500 di Dunia Baru.
Orang Spanyol dan Portugis pada awalnya memperbudak orang dari suku Indian setempat dan mempekerjakan mereka di perkebunan. Tetapi karena kekerasan dan penyakit Eropa menyerang penduduk asli, orang Spanyol dan Portugis membawa banyak orang-orang Afrika untuk diperbudak. Inilah awal mula adanya perdagangan budak.
Inggris juga sempat menjadi negara yang menggantungkan ekonominya terhadap perdagangan budak. Mengutip BBC, sekitar 1700-an, ekonomi Inggris mengalami perubahan setelah melakukan perdagangan budak Atlantik.
Sebanyak 80 persen perdagangan budak Inggris menuju Eropa dari pelabuhan di pantai timur dan selatan. Pada 1800, 60 persen perdagangan Inggris ke Afrika dan Amerika, berlayar dari tiga pelabuhan utama pantai barat, yaitu Glasgow, Liverpool dan Bristol.
Pelabuhan seperti London, Bristol dan Liverpool mengalami kemakmuran sebagai akibat langsung dari keterlibatan dalam perdagangan budak. Sementara Pelabuhan Glasgow diuntungkan dari perdagangan tembakau.
Ribuan pekerjaan diciptakan di Inggris yang memasok barang dan jasa kepada pedagang budak. Dalam periode ketika Inggris mengalami industrialisasi, keuntungan dapat diperoleh dengan mengekspor barang-barang manufaktur Inggris ke Afrika.
Kemudian keuntungan lebih lanjut diperoleh dari produk yang dikerjakan oleh budak seperti gula, yang sangat populer di kalangan rakyat Inggris. Perdagangan budak saat itu penting bagi Inggris dalam pengembangan ekonomi yang lebih luas.
Lembaga keuangan, komersial, hukum dan asuransi semua muncul untuk mendukung kegiatan perdagangan budak. Beberapa pedagang budak menjadi bankir dan membuka banyak bisnis baru yang dibiayai oleh keuntungan dari perdagangan budak.
Pada 1807, Inggris menghapuskan perdagangan budak. Undang-undang lain yang disahkan pada 1833 membebaskan orang-orang yang diperbudak di koloni-koloni Inggris.
Sebuah tindakan yang melarang impor budak ke Amerika Serikat (AS) disahkan oleh Kongres AS pada 1808 meski masih belum melarang perbudakan itu sendiri. Pada 1820-an, negara-negara lain, seperti Spanyol, Belanda, Swedia, dan Prancis mengeluarkan undang-undang yang melarang perdagangan budak.
Namun, undang-undang semacam itu tidak serta merta menghentikan perdagangan budak, karena permintaan budak masih kuat dan keuntungan yang diperoleh dari berurusan perdagangan budak begitu tinggi. Undang-undang tambahan dan upaya penegakan yang berkelanjutan akhirnya berhasil mengakhiri perdagangan budak pada akhir abad ke-19.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.