Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 28 Agustus 2015, Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa mengubah nama program Beras Miskin (Raskin) jadi Beras Sejahtera (Rastra). Pergantian nama itu dilakukan supaya kehadiran beras bersubsidi terdengar lebih positif.

Sebelumnya, penjualan beras murah sudah jadi program pemerintah dari awal era reformasi. Namanya saja yang berbeda. Pemberian subsidi kepada pembelian beras mulanya bernama Operasi Pasar Khusus (OPK). Belakangan berubah jadi raskin.

Kemiskinan adalah sesuatu hal yang harus dipecahkan oleh pemerintah. Kawasan yang jadi kantong-kantong kemiskinan harus dapat dibantu. Tujuannya supaya warga setempat tak terlalu terbebani dengan kesulitan hidup.

Syukur-syukur mereka bisa dapat bangkit dan keluar dari kubangan kemiskinan. Pemberian subsidi pun dilakukan. Penjualan beras murah, salah satunya. Penjualan beras murah mulai serius dilakukan sejak era reformasi.

Inisiasi itu muncul dengan nama program OPK dari 1998-2001. OPK pun tak berjalan mulus. Banyak masalah di sana-sini. Kondisi itu karena OPK dianggap sebagai perpanjang tangan pemerintah yang sebelumnya telah menaikkan harga BBM, telpon, hingga listrik.

Mensos Khofifah Indar Parawansa memilih untuk mengganti nama raskin jadi rastra pada 28 Agustus 2015. (ANTARA).

Kenaikkan itu sudah membuat rakyat sengsara. Alhasil, penjualan beras murah tak begitu membantu. Semuanya karena harga barang-barang lain ikutan naik. Masalah yang sama muncul kalah OPK berganti baju jadi raskin sedari 2002.

Penyelewengan jatah raskin sering kali terjadi. Banyak di antara petugas lapangan yang justru menyunat jumlah raskin yang dijual. Kondisi itu membebani rakyat miskin sehingga raskin tak tepat sasaran. Masalah itu ditambah parah dengan jatah yang didapat di kantong kemiskinan terbatas.

Belum lagi pemerintah harus dapat mematakan anggapan raskin yang dijual berkualitas rendah. Sebab, imej raskin yang tak berkualitas seperti berwarna coklat, menir, berbatu, apek, dan berkutu sering ditemukan.

“Tiadanya perencanaan yang matang, sosialisasi yang minim, pendataan yang tidak akurat, aparat yang korup, semuanya merupakan urusan pemerintah. Programnya boleh saja berganti nama dulu OPK sekarang raskin, tapi yang menentukan adalah niat dan pengabdian untuk membantu rakyat miskin.”

 “Tanpa mengubah sikap mental pejabat yang biasa dilayani, bukan melayani, program beras murah dikhawatirkan menjadi program ekses. Suatu program yang lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya,” ujar Agus S. Riyanto dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Raskin atau OPK, Sama Saja (2003).

Kritik itu sebenarnya sudah sering kali terdengar rimbanya. Namun, pemerintah tak pernah benar-benar mau membenahi peningkatan kualitas dan siasat penyaluran raskin. Kadang kala tiada informasi apa-apa, raskin digelar tiba-tiba. Orang-orang yang berhak banyak tak kebagian.

Pemerintah pun justru terpikir lebih dulu mengubah istilah raskin dibanding yang lain. bukan perkara esensial lainnya. Mensos, Khofifah Indar Parawansa memilih untuk mengganti nama raskin jadi rastra pada 28 Agustus 2015. Perubahan nama itu dilakukan untuk mendatangkan aroma positif.

Raskin yang dulu dikenal sebagai beras orang miskin, kini jadi beras dengan harapan suatu keluarga bisa sejahtera. Pergantian nama itu sudah lama dibahas dalam berbagai macam rapat dengan Menko Perekonomian dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Sekalipun hal itu tak menjawab masalah yang sering terjadi dalam penjualan beras bersubsidi.

"Hari ini saya ingin sampaikan pergantian nama dari Raskin menjadi Rastra, beras sejahtera," kata Khofifah usai meninjau pembagian uang bantuan Program Keluarga Harapan di Kantor Pos Alor, NTT, Jumat, sebagaimana dikutip laman kompas.com, 28 Agustus 2015.