JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 12 Agustus 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Rizal Ramli sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman (Menko Maritim). Pengangkatan Rizal dianggap mampu memberikan warna baru dalam pemerintahan Jokowi.
Sebelumnya, Rizal dikenal orang banyak layaknya seorang petarung. Nyalinya berseberangan dengan pemerintah tiada dua. Ia berani bersuara lantang kala melihat ketidakadilan. Ia tak saja berani kritik Orde Baru (Orba) tapi juga pemerintahan setelahnya.
Tiada kata yang pas untuk menyebut sosok Rizal Ramli selain petarung. Pria kelahiran Padang 10 Desember 1954 dikenal sebagai aktivis mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB) era 1970-an. Ia kerap kritik kebijakan Soeharto dan Orba.
Ia secara terang-terangan kritik nafsu kuasa Soeharto. Apalagi, Soeharto ingin kembali menduduki kursi Presiden Indonesia untuk periode ketiga. Orba berang dan membawa Rizal merasakan dinginnya tembok Penjara Sukamiskin pada 1978.
Rizal pun tak lantas berhenti. Selepas dari penjara ia mencoba mendahulu pendidikannya ke Sophia University Jepang, kemudian Boston University, Amerika Serikat. Kehidupannya sebagai ekonom di era 1990-an dimulai. Ia kembali lagi ke jalur aktivis. Ia kritik semua kebijakan buruk Orba, dari urusan mobil nasional hingga tambang emas Freefort.
Deru kritiknya membuat Orba kembali berang. Namun, apa daya, kuasa Orba justru runtuh pada 1998. Belakangan Rizal justru diminta Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) masuk ke lingkar kekuasaan. Rizal coba diuji dengan serangkaian jabatan tinggi.
Ia pernah jadi Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog). Namun, Gus Dur lalu berubah pikiran dan jadikan Rizal sebagai menteri. Ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri. Alih-alih tak bisa bekerja, Rizal mampu bekerja dengan baik.
Ia mampu meningkat produk domestik bruto. Ia juga mampu menurunkan utang luar negeri. Namun, kuasanya berakhir saat Gus Dur tak lagi jadi orang nomor satu Indonesia. Rizal pun bak kembali ke ‘fitrahnya’ sebagai aktivis.
Ia ikut mengontrol jalannya pemerintahan. Bahkan, ia aktif mengkritik di era Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Jokowi.
“Pergantian pucuk pemerintahan dari Gus Dur ke Megawati pada 2001 membuat Rizal Ramli tak lagi menjadi menteri. Dia diberi jabatan sebagai komisaris di sejumlah badan usaha milik negara, antara lain Bank BNI dan Semen Gresik. Posisi nyaman itu tak mengendurkan semangatnya sebagai aktivis yang rajin mengkritik kebijakan pemerintah,” ujar Reza Maulana dalam tulisannya di koran Tempo berjudul Peran Abadi Rizal Ramli (2024).
BACA JUGA:
Kritik-kritik Rizal memang pedas. Namun, Jokowi punya cara sendiri. Ia mencoba mengajak Rizal untuk bergabung dalam pemerintahannya. Keinginan itu disebutkan Jokowi sebagai keinginan rakyat Indonesia.
Keinginan itu disampaikan langsung kepada Rizal. Rizal tak dapat menolaknya. Ia merasa terhormat dapat membantu Jokowi. Alhasil, Rizal lalu dilantik oleh Jokowi sebagai Menko Maritim di Istana Negara pada 12 Agustus 2015.
Rizal kala itu menggantikan Indroyono Soesilo. Kehadiran Rizal dianggap bisa membawa warna baru. Benar saja, kepemimpinan Rizal bawa warna berbeda. Ia berani tampil apa adanya.
Ia malahan kerap melempar kritik kepada kebijakan menteri lainnya yang merugikan rakyat. Ia berani tampil berseberangan dengan banyak orang. Rizal pula membuka borok buruknya koordinasi ditataran pemerintahan.
"Saya sebetulnya ragu mau terima jabatan ini, tetapi saya terharu Presiden Jokowi betul-betul minta saya untuk bergabung. Bahkan, beliau katakan, yang minta itu rakyat Indonesia. Zaman dulu juga kita (saya) nolak ditawari menteri.”
“Namun karena Jokowi sungguh-sungguh. Pak Jokowi bilang, yang minta ini bukanlah Jokowi. Saya apa-lah? Yang minta ini rakyat Indonesia karena kita dalam kondisi banyak masalah.Saat Jokowi bilang begitu, saya lemas dan putuskan bersedia bantu Presiden," ujar Rizal sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 12 Agustus 2015.
Rizal Ramli lahir di Padang pada 10 Desember 1954, dan meninggal dunia di Jakarta pada 2 Januari 2024 akibat sakit.