JAKARTA – Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 7 Agustus 2014, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak wajibkan siswa-siswa SMP dan SMA se-Jakarta memakai pakaian adat Betawi setiap Jum’at. Ia pun memberikan kebebasan peserta didik menggunakan pakaian adat atau busana Muslim.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mewajibkan penggunaan pakaian adat Betawi setiap Jum’at. Pria menggunakan pakaian sadariah. Wanita gunakan kebaya encim. Aturan itu memunculkan polemik karena pakaian itu harganya mahal.
Aturan penggunaan seragam sekolah nyatanya bisa jadi polemik. Kondisi itu terjadi di Jakarta. Pemicunya adalah Surat Edaran Dinas Pendidikan Nomor 48/SE/2014. Dinas Pendidikan DKI Jakarta menginstruksikan kepada seluruh pelajar di sekolah menggunakan pakaian adat Betawi tiap Jum’at.
Laki-laki diharuskan menggunakan baju sadariah. Wanita menggunakan kebaya encim. Aturan itu diteken langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta, Lasro Marbun. Artinya tiada lagi penggunakan pakaian Muslim tiap Jum’at.
Aturan itu didukung penuh oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pemilihan pakaian adat dianggap keleluasaan suatu wilayah yang notabene telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014.
Aturan penggunaan pakaian adat Betawi memunculkan polemik. Orang tua murid mulai keberatan dengan hadirnya aturan. Mereka menganggap membeli atu menjahit pakaian adat Betawi akan membuat mereka mengeluarkan biaya ekstra.
Surat itu ditafsirkan bahwa semua siswa tak lagi dapat menggunakan busana Muslim. Orang tua banyak melempar kritik. Mereka menginginkan pihak sekolah menanyakan dulu kesanggupan orang tua. Bukan langsung menyatakan wajib.
Pihak sekolah bisa menawarkan pakaian adat itu sebagai pilihan, bukan wajib. Barang siapa yang mau menggunakan pakaian adat Betawi dipersilahkan saja. Sisanya yang mau menggunakan pakaian Muslim juga dibolehkan. Rangkaian itu dianggap sebagai solusi ketimbang bersisikukuh wajibkan pakaian adat Betawi.
"Itu bagian dari keleluasan daerah membuat seragam sendiri untuk konservasi budaya. Dalam Permen 45/2014 itu, setiap sekolah harus memberikan perlindungan kepada anak-anak yang memakai seragam sesuai dengan keyakinannya," jelas Mendikbud, M. Nuh sebagaimana dikutip laman detik.com, 6 Agustus 2014.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok justru jadi sosok yang pasang badan. Ia mengatakan imbauan Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah dikoreksinya pada 7 Agustus 2014. Hasilnya, Ahok mengungkap penggunakan pakaian adat Betawi tidak wajib.
BACA JUGA:
Peserta ajar justru masih dapat menggunakan busana Muslim untuk sekolah hari Jum’at seperti biasa. Sedang bagi mereka yang ingin menggunakan pakaian adat Betawi dipersilakan. Ahok pun menyadari bahwa kebanyakan orang tua murid yang keberatan. Ia pun tak mau membuat para orang tua jadi bimbang.
"Itu salah penafsiran saja. Sifatnya bukan kewajiban, kok. Lalu ada yang mengartikan dengan begitu pakaian muslim yang biasa dipakai siswa setiap Jumat dilarang. Padahal, maksudnya tidak begitu.”
“Saya minta, isi suratnya diperbaiki bahwa penggunaan baju sadariah atau kebaya encim tidak wajib dan siswa perempuan masih boleh pakai jilbab. Jadi, setiap Jumat siswa dibebaskan mau pakai pakaian adat daerah mereka masing-masing atau busana muslim," ungkap ahok sebagaimana dikutip laman tempo.co, 7 Agustus 2014.