JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali meminta maaf kepada publik menjelang berakhirnya masa kepemimpinannya. Pakar gestur dan mikro ekspresi menyebut Jokowi tidak merasa nyaman saat menghaturkan maaf kepada publik.
Jokowi hanya memiliki waktu sekitar dua bulan lagi untuk menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Setelah memenangkan Pemilu 2014, eks Gubernur DKI Jakarta ini akan lengser pada Oktober 2024.
Ketika periode kepemimpinannya segera berakhir, Jokowi berulang kali menghaturkan permintaan maaf kepada publik.
Pria asli Solo ini menyampaikan permintaan maaf atas kepemimpinannya dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka di halaman depan Istana Merdeka, Kamis (1/8/2024). Ini adalah permintaan maaf pertama Jokowi di Agustus.
"Di hari pertama bulan kemerdekaan, bulan Agustus, dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Profesor K.H. Ma'ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini," ujar Jokowi.
"Khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia," lanjut dia.
Presiden Jokowi kembali meminta maaf kepada rakyat Indonesia dalam pidato kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR, Jumat (16/8). Di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jokowi mengatakan selama 10 tahun masa pemerintahannya bukanlah waktu yang cukup panjang untuk mengurai segala permasalahan bangsa.
Ia juga sadar, dirinya tumbuh di segala keterbatasan, jauh dari kata istimewa, sehingga sangat memungkinkan ada celah dari langkah-langkah yang ia ambil.
"Mohon maaf untuk setiap hati yang mungkin kecewa, untuk setiap harapan yang mungkin belum bisa terwujud, untuk setiap cita-cita yang mungkin belum bisa tergapai," katanya.
Permintaan Maaf dengan Nada Datar
Permohonan maaf Jokowi ini menarik atensi publik. Karena sebelumnya, tak pernah ada pernyataan yang sama dihaturkan bekas Wali Kota Solo ini.
Selama sekitar satu tahun ke belakang, kepemimpinan Jokowi di Indonesia memang tengah menjadi sorotan. Mulai dari hubungannya dengan PDIP yang memanas, sampai dugaan cawe-cawe politik yang dilakukan demi memuluskan ambisinya melanggengkan kekuasaan lewat orang-orang terdekat.
Sukses putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang akhirnya terpilih sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto pun tak lepas dari kontroversi. Jokowi dianggap ikut campur dalam memberikan karpet merah kepada Gibran melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah aturan batas usia capres dan cawapres.
Yang paling baru, nama Jokowi kembali dihubungkan ketika Airlangga Hartarto memutuskan mundur sebagai Ketua Umum Partai Golkar secara tiba-tiba.
Terkait permintaan maaf yang dihaturkan Jokowi dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, pakar gestur dan mikro eskpresi Monica Kumalasari mengatakan ada beberapa emosi yang dirasa Jokowi pada momen itu. Menurutnya, perasaan tidak nyaman mendominasi isi kepala dan hati Jokowi.
Monica menyebut pidato Jokowi kali ini berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena terlalu singkat. Durasi pidato Jokowi juga dinilai jomplang dengan pidato Ketua DPR RI Puan Maharani dan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
“Dalam konteks komunikasi, sesuatu yang dipercepat itu merupakan indikasi pada hal yang tidak nyaman,” kata Monica, mengutip Antara.
Hal lain yang disoroti Monica dalam pidato kenegaraan Jokowi adalah ia tidak menemukan tekanan-tekanan emosi, karena disampaikan dengan nada suara yang datar, tak seperti tahun lalu yang penuh nuansa emosional.
BACA JUGA:
Dalam pidato kenegaraannya, Jokowi lebih banyak mengungkap keberhasilan ekonomi dan pembangunan. Kata ‘pembangunan’ bahkan termasuk yang paling banyak diucapkan.
“Contohnya membangun jalan desa, bandara, bendungan, jalan tol, dan sebagainya. Ini diucapkan berkali-kali, jadi ini adalah pesan yang ingin dibangun, branding yang ingin dibangun adalah, beliau ini bapak pembangunan,” ujar Monica.
Dalam pidato yang sama, Monica mengamati adanya perubahan intonasi ketika Jokowi berpesan kepada presiden selanjutnya, Prabowo Subianto. Intonasi Jokowi terdengar menukik dan menjadi lebih tegas. Menurut Monica, ini menunjukkan maksud agar Prabowo dapat melanjutkan misi pembangunan Jokowi.
Pesan Melalui Busana
Selain pidato kenegaraan, perhatian publik juga tertuju pada pakaian adat yang dikenakan Presiden Jokowi. Pada Sidang Tahunan MPR, Jokowi menganakan pakaian adat Ujung Serong dari Betawi. Sedangkan saat upacara pengibaran bendera Jokowi mengenakan baju adat Kustim yang terinspirasi dari Kesultanan Kartanegara ing Martadipura. Lalu pada upacara penurunan Jokowi terlihat mengenakan busana adat khas Suku Banjar, Kalimantan Selatan, yaitu Baamar Galung Pancar Matahari.
Ketika Jokowi tampil dengan pakaian adat Betawi sebelum upacara kemerdekaan RI, masyarakat menilai ini menjadi ‘pesan’ soal kemungkinan anak bungsunya, Kaesang Pangarep, maju di Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2024.
Karena di saat yang hampir bersamaan spanduk bertuliskan “Kaesang 2024-2029” bertebaran di sejumlah titik jalan raya di Jakarta.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan pakaian adat Betawi yang dikenakan presiden kali ini punya makna terima kasih untuk Kota Jakarta.
“Presiden memaknai pakaian adat betawi sebagai simbol terima kasih untuk Kota Jakarta yang sudah resmi menjadi Ibu Kota sejak tahun 1966,” kata Abetnego dalam keterangan resmi KSP.
Namun menurut Monica, penampilan Jokowi yang mengenakan baju adat Ujung Serong dan dilengkapi lilitan kain batik serta aksesoris di kantong jas dan peci hitam merupakan sebuah pesan untuk menunjukkan posisinya lebih tinggi. Itu karena pakaian tersebut biasanya dikenakan oleh kalangan bangsawan Betawi.
“Ini boleh saja dipersepsikan bahwa di akhir-akhir masa jabatannya, beliau lebih ingin menampilkan kesan sebagai seseorang dengan posisi yang tinggi atau bangsawan,” pungkas dia.
Padahal sebelumnya, Jokowi pernah mengenakan pakaian adat dari kalangan umum atau non-bangsawan di momen yang sama, salah satunya adalah pakaian rakyat biasa Badui sehingga memicu tanggapan kesederhanaan seorang presiden.
Lain lagi dengan Ridwan Kamil yang mengenakan baju adat Betawi saat HUT ke-79 RI di IKN Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini dengan tegas menyebut pakaian adat itu dipilih sebagai bentuk kesiapan dirinya maju di Pilgub Jakarta.