Bagikan:

JAKARTA – Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 tengah menjadi perbincangan karena ada dugaan pemaksaan pelepasan hijab bagi anggota perempuan. Aturan ini dianggap tidak Pancasilais dan mengekang kebebasan beragama warga negara Indonesia (WNI).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengukuhkan 76 putra-putri terbaik bangsa sebagai anggota Paskibraka nasional 2024 pada Selasa (13/8/2024). Untuk pertama kalinya pengukuhan Paskibraka digelar di Istana Garuda, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.  

Tapi ada yang aneh dalam acara pengukuhan tersebut, karena tidak satu pun peserta perempuan yang memakai hijab. Padahal 18 anggota Paskibraka putri diketahui memakai hijab di kehidupan sehari-harinya. Warganet kemudian menduga adanya pemaksaan dari penyelenggara Paskibraka.

Menurut penelusuran, terdapat 18 perwakilan Paskibraka perempuan 2024 dari 18 provinsi yang terpaksa mencopot jilbab karena ketentuan melarangnya. 18 Paskibraka perempuan tersebut tersebar, dari mulai Aceh hingga Papua. Di antaranya, Dzawata Maghfura Zuhri (Aceh), Maulia Permata Putri (Sumatera Barat), Rahma Az Zahra (Jambi), Kamilatun Nisa (Riau), Amanda Aprillia (Bengkulu), Sofia Sahla (Jawa Barat), Keynina Evelyn Candra (DIY), dan Amna Kayla (NTB).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berfoto bersama Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Tingkat Pusat Tahun 2024 di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). (ANTARA/Rangga Pandu Asmara Jingga)

Warganet sempat menumpahkan kegeraman mereka menyusul banyaknya spekulasi yang berkembang. Bahkan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sempat dimintai keterangan terkait polemik ini.

Namun Menpora Dito Ariotedjo tak banyak berkomentar lantaran Kemenpora tidak lagi memiliki kewenangan atas Tim Paskibraka sejak 2022.

“Sejak 2022, Paskibraka full ditarik ke BPIP. Kemenpora sama sekali tidak ada kewenangan,” kata Dito kepada wartawan.

Mengangkat Nilai Keseragaman

Paskibraka adalah pasukan yang bertugas mengibarkan dan menurunkan Bendera Pusaka dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus. Dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga RI Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pengibar Bendera Pusaka, disebutkan bahwa Paskibraka muncul bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 silam.

Gagasan mengenai Paskibraka pertama kali muncul pada 1946, namun penamaan tersebut baru terikrar pada 1973. Selama 79 negara Indonesia berdiri, regu Paskibraka menjadi bagian penting yang tak terpisahkan dari upacara peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia.

Jika sebelumnya pengelolaan Paskibraka dilakukan Kemenpora, maka sejak 2022 dialihkan ke Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ketika kabar Paskibraka 2024 melepas hijab, BPIP diminta bertanggung jawab atas keriuhan tersebut.

Kepala BPIP Yudian Wahyudi menilai bahwa pelepasan hijab sejumlah anggota Paskibraka bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera dan hanya dilakukan pada saat pengukuhan Paskibraka serta pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan saja.

“Karena memang kan dari awal Paskibraka itu uniform (seragam),” ujar Yudian ketika memberi pernyataan pers di Hunian Polri IKN, Kalimantan Timur, Rabu (14/8/2024), dikutip dari Antara.

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi (kanan) menyampaikan keterangan saat konferensi pers terkait jilbab Paskibraka di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (14/8/2024). (ANTARA/Fauzan/rwa/am)

Yudian menjelaskan bahwa momen pelepasan jilbab Paskibraka tersebut merupakan tindakan yang sukarela dilakukan oleh petugas. Sehingga, tak ada sama sekali unsur pemaksaan.

"Sehubungan berkembangnya wacana di publik terkait tuduhan kepada BPIP melakukan pemaksaan lepas jilbab, BPIP memahami aspirasi masyarakat. BPIP menegaskan bahwa tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab," ujarnya.

Yudian menegaskan kesepakatan pelepasan hijab dikukuhkan dengan tanda tangan yang mereka berikan dalam surat pernyataan kesediaan mematuhi peraturan pembentukan dan pelaksanaan tugas Paskibraka Tahun 2024. Para anggota Paskibraka memberikan tanda tangan mereka di atas materai Rp10.000. Ini menandakan pernyataan tersebut resmi dan mengikat di mata hukum.

Bagian dari Implementasi Taat Agama

Pelepasan hijab yang diduga dilakukan secara terpaksa oleh 18 anggota Paskibraka putri menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah. Menurut dua organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut, hal itu mencederai semangat Pancasila dan termasuk tindakan diskriminatif.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah M Cholil Nafis bahkan menyarankan Paskibraka muslimah pulang jika mendapat paksaan.

Mengenakan hijab bagi perempuan Muslim di Indonesia dijamin oleh konstitusi. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29. Dalam ayat pertama dan kedua beleid itu disebutkan, "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

Komisi X DPR RI ikut angkat bicara mengenai peristiwa ini, dengan mengingatkan Pemerintah untuk konsisten menerapkan hak asasi manusia (HAM) dan Pancasila. Sebab itu, jika informasi tersebut tidak benar, maka Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) harus memberikan klarifikasi isu terkait pelarangan pengenaan jilbab Paskibraka perempuan tersebut.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menegaskan, pengenaan jilbab bagian dari implementasi dari ketaatan terhadap ajaran agama, yang mana dijamin oleh HAM dan Pancasila.

“Perempuan berjilbab merupakan implementasi ketaatan terhadap ajaran agama yang diyakininya, yaitu Islam dan ini sesuai implementasi sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa,” ungkap Fikri.

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS itu mengingatkan bahwa BPIP tidak memiliki kapasitas untuk mengatur pengenaan simbol keagamaan. Terlebih, jilbab yang sudah bertahun-tahun dikenakan Paskibraka perempuan dan sejauh ini tidak ada persoalan apapun.

Dikatakan Fikri, BPIP seharusnya memprioritaskan kompetensi serta menghargai prestasi paskibraka yang terpilih dan terbaik dari berbagai daerah. “Saya harap, ke depannya, untuk Paskibraka dikembalikan kembali pengelolaannya kepada Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga),” tandasnya.

Sedangkan Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menegaskan sejak 2002 Paskibraka putri yang berhijab diperbolehkan mengenakan hijab saat bertugas. Menurut Waketum PPI Amelia Ivonila Ilahude selaku alumnus Paskibraka 2002, menegaskan sejak dulu tidak ada kendala seorang anggota Paskibraka mengenakan hijab karena tidak mengganggu tugas seorang Paskibraka putri.