Bagikan:

JAKARTA – Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Airlangga Hartarto mengumumkan pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Mundurnya Airlangga jelas menggemparkan jagat perpolitikan Indonesia.

Menteri Perindustrian periode 2016-2019 ini terhitung mundur sejak Sabtu (10/8/2024), namun video pengunduran dirinya baru tersebar sehari kemudian. Sejumlah tanya ada di benak masyarakat ihwal penyebab mundurnya Airlangga dari jabatan yang telah ia duduki sejak 2017 itu.

Alasan bahwa Airlangga ingin menjaga keutuhan Partai Golkar dan memastikan stabilitas selama transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Terpilih Prabowo Subianto dianggap tidak rasional.

Dipaksa Mengalah

Pengunduran diri Airlangga sebagai Ketum Partai Golkar yang dilakukan secara mendadak menimbulkan berbagai spekulasi. Mulai dari tekanan internal, pengaruh orang berkuasa, sampai hubungannya dengan kasus korupsi minyak goreng atau CPO.

Dugaan adanya tekanan internal yang menyebabkan pengunduran diri Airlangga dituturkan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat. Menurutnya, hal ini mungkin terjadi karena terpilihnya Airlangga sebagai Ketum Golkar bukan dari akar partai berlambang pohon beringin itu, melainkan karena dukungan dari Presiden Jokowi.

Selain itu, Airlangga juga dianggap lebih sibuk di kabinet dibandingkan menyapa kader-kadernya di daerah.

Karena itulah, Presiden Jokowi dihubungkan dengan situasi yang terjadi di lingkaran Golkar dan Airlangga. Terutama, sehari sebelum mengundurkan diri, keduanya bertemu di Istana Kepresidenan. Mengutip Kompas, Airlangga tiba di kompleks Istana Kepresidenan sekitar pukul 14.07, kemudian meninggalkan tempat tersebut sekitar pukul 15.49 WIB.

Tangkapan layar Airlangga Hartarto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai ketua umum DPP Partai Golkar dalam sebuah video yang disiarkan Partai Golkar di Jakarta, Minggu (11/8/2024). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)

Namun spekulasi mengenai alasan pengunduran diri Airlangga tidak hanya berhenti sampai di situ. Tempo melaporkan, lebih dari tujuh pengurus Partai Golkar dalam kesempatan berbeda menceritakan kronologi di balik pengunduran diri Airlangga. Intinya, sebelum memutuskan mundur, Airlangga disebut menerima surat pemanggilan dari Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai saksi kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan turunannya periode 2021-2022 di Kementerian Perdagangan.

Namun, kabar soal pemanggilan ini dibantah juga oleh pihak Kejagung. Pun dengan pernyataan Waketum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia yang menegaskan pengunduran diri Airlangga tidak terkait kasus korupsi minyak goreng yang tengah ditangani Kejagung.

Munculnya berbagai spekulasi tersebut diakui Pangi Syarwi Chaniago memang tak bisa terelakkan. Menurut Pangi, banyaknya variabel penyebab pengunduran diri Airlangga Hartarto membuat isu semakin liar dan complicated.

“Pengunduran diri ini bisa saja karena tekanan internal, bisa juga karena tekanan eksternal akibat adanya kekuasaan,” kata Pangi saat dihubungi VOI.

Pangi menambahkan, Airlangga sepertinya dihadapkan pada pilihan yang sulit sehingga harus “mengalah”, dalam hal ini meletakkan jabatannya sebagai Ketum Partai Golkar.

Mengenai alasan yang diucapkan Airlangga bahwa ini dilakukan demi keutuhan partai agar tetap terkonsolidasi dengan baik dan menjaga stabilitas pemerintahan menurut Pangi adalah alasan yang tidak masuk akal.

“Kan sebelumnya juga dia tetap bekerja sebagai menteri selagi menjabat Ketum Golkar,” tuturnya.

Spekulasi Suksesor Airlangga

Meski dihantam rumor tak sedap pasca-pengunduran diri Airlangga Hartarto, Pangi menyebut Golkar tidak akan oleng dengan situas ini. Terutama jika berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, bahwa partai berlambang beringin ini juga sudah cukup sering melewati masa sulit.

“Golkar ini bukan partai main-main, partai yang sudah settle. Golkar tidak terpusat hanya pada satu dua orang, tapi memiliki banyak figur,” kata Pangi.

“Golkar akan tetap kokoh, akan tetap kuat, akarnya menancap ke bumi. Golkar ini sudah terbiasa dengan kondisi sulit,” ia menambahkan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia disaksikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berfoto bersama di Ibu Kota Nusantara (IKN), Senin (12/8/2024). (ANTARA/Mentari Dwi Gayati/aa)

Soal siapa yang akan menjadi suksesor Airlangga masih menjadi teka-teki. Bahlil Lahadalia, Agus Gumiwang Kartasasmita, Bambang Soesatyo, dan Firman Soebagyo disebut-sebut sebagai kandidat kuat menggantikan posisi yang ditinggal pria berusia 61 tahun itu.

Tapi di saat bersamaan muncul poster Gibran Rakabuming Raka diusung sebagai Ketum Golkar. Dalam poster itu tertulis Deklarasi Gibran Rakabuming Raka for Ketum Golkar 2024-2029. Koalisi Muda Pembaharuan Golkar atau KMPG disebut sebagai pembuat poster tersebut.

Golkar, kata Pangi, sangat beririsan dengan kehendak kekuasaan. Namun di saat yang sama saat ini terdapat matahari kembar, yakni Presiden Jokowi sebagai penguasa saat ini dan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih.

Beredar poster Gibran Rakabuming Raka dicalonkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar. (X)

“Bisa ya bisa tidak (Gibran jadi Ketum Golkar). Tapi yang pasti ada aturan baku yang harus dipenuhi, salah satunya soal anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART),” Pangi menjelaskan.

Meski begitu, menurut Pangi tidak tertutup kemungkinan akan ada kembali lobi-lobi politik untuk memuluskan seseorang mengisi kursi yang ditinggalkan Airlangga Hartarto.