JAKARTA - “Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, serta atas petunjuk Tuhan Yang Maha Besar, maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai ketua umum DPP Partai Golkar,” kata Airlangga Hartarto dalam video resmi Partai Golkar.
Dengan cepat kabar pengunduran diri Airlangga sampai ke telinga masyarakat. Kebanyakan terkejut dengan keputusan tersebut. Apalagi pengumuman ini muncul saat Golkar diterpa isu akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) penggantian ketua umum.
Pengunduran diri Airlangga menggemparkan dunia perpolitikan Tanah Air. Berbagai asumsi dikeluarkan menyoal apa yang melatarbelakangi pria kelahiran 1962 ini memilih mundur sebagai Ketum Golkar.
Dugaan Kudeta
Airlangga Hartarto tidak terang-terangan mengungkapkan alasannya mengundurkan diri. Namun Waketum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia men-spill sejumlah alasannya.
Menjaga soliditas di internal Golkar, menjadi alasan yang dilontarkan Doli. Katanya ini dilakukan sebagai bagian untuk mencoba ciptakan situasi kondusif dalam masa transisi pemerintah di masa yang akan datang.
Menurut Doli, Airlangga perlu lebih konsentrasi di kabinet Presiden Joko Widodo sebagai Menko Perekonomian. Ia menyebut Airlangga lebih dibutuhkan kabinet untuk mengantarkan masa transisi pemerintahan ke kepemimpinan presiden terpilih Prabowo Subianto ke depannya.
“Karena banyak sekali program-program disiapkan sebagai program lanjutan untuk menjaga kesinambungan visi misi program dua periode Jokowi-Mar’Ruf Amin dan kemudian ke depan Pak Prabowo dan Pak Gibran,” tuturnya.
Tapi apa yang dijelaskan Doli tidak memuaskan keingintahunan khalayak. Sejumlah pengamat menyebut hal ini dilakukan karena adanya tekanan penguasa.
Politikus dan budayawan Soegeng Rahardjo Djarot menyebut pengunduran Airlangga Hartarto bisa disebut sebagai kudeta Golkar. Ia menduga ada upaya dari seseorang yang ingin menjadi Ketum Partai Golkar tanpa mengikuti aturan anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) partai sehingga menggunakan cara lain.
“Saya rasa kalau ada istilah kudeta Golkar ya, kalau ada istilah begitu rasanya engga salah juga,” ucap pria yang lebih dikenal dengan nama Eros Djarot, dikutip Antara.
Alasan yang dilontarkan Doli bahwa Airlangga perlu lebih fokus ke pemerintahan menurut Eros Djarot kurang masuk akal.
Perang Penting Airlangga di Pemilu 2024
Golkar merupakan salah satu partai kawakan yang sepak terjangnya di dunia politik Tanah Air sudah tidak diragukan lagi. Sejak berdiri pada 1964, meski saat itu statusnya belum sebagai parpol, Golkar hampir selalu mendominasi di setiap pemilu.
Superioritas Golkar makin terlihat pada Orde Baru ketika Indonesia dipimpin Presiden Soeharto. Buktinya, pada Pemilu 1977 sampai 1997 hasil Pemilu Indonesia selalu didominasi Golkar.
Saat sistem multipartai kembali diterapkan pascareformasi, superioritas Partai Golkar mulai menurun. Dari lima pemilu ke belakang, Partai Golkar hanya sekali mendapat suara terbanyak, yakni pada Pemilu 2004 dengan total suara 21,57 persen.
Namun demikian, Golkar memperbaiki perolehan suara pada Pemilu 2024. Lonjakan perolehan suara Partai Golkar menjadi sorotan karena berhasil menduduki posisi kedua dalam rekapitulasi hasil Pemilu 2024.
Dalam rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Partai Golkar memperoleh 15,29 persen suara dengan jumlah 23.208.654. Angka tersebut juga merupakan yang tertinggi dalam empat pemilu terakhir.
Masih di belakang PDI Perjuangan memang, namun partai berlambang beringin ini menguasai 14 provinsi, sedangkan PDIP hanya 12 provinsi. Capaian itu meningkat dibandingkan dengan peringkat tiga pada Pileg 2019 dengan 12,15 persen suara dan menguasai delapan provinsi.
Salah satu alasan terjadinya lonjakan suara Golkar pada Pemilu 2024 adalah berkat kepiawaian Airlangga, sebagaimana dituturkan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro. Ia menyebut ada faktor kehebatan Airlangga mengelola tanggung jawabnya sebagai Menko Perekonomian dengan terjun langsung memberikan bantuan sosial hingga subsidi modal untuk UMKM/PKL.
Hal senada juga diucapkan Adi Prayitno, analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah. Menurut Adi, keberhasilan Airlangga melakukan konsolidasi yang kuat dalam tubuh Golkar menjadi kunci.
BACA JUGA:
Jika memang sukses Golkar pada Pemilu 2024 salah satunya adalah berkat kinerja Airlangga Hartarto, mengapa ia lebih memilih mundur? Apalagi secara kebetulan rumor terkait Munaslub juga terlanjut mencuat.
Tudingan adanya tekanan dari pihak tertentu pun tak boleh dikesampingkan. Tak lama setelah pengunduran diri Airlangga juga muncul poster Gibran Rakabuming Raka, wapres terpilih sekaligus putra sulung Presiden Jokowi, menjadi Ketum DPP Partai Golkar.
Sampai saat ini, pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketum Partai Golkar sejauh ini hanya menyisakan tanda tanya di masyarakat. Apakah rumor kudeta seperti yang diucapkan Eros Djarot benar adanya?