Bagikan:

JAKARTA – Hamas diyakini tidak akan kesulitan mencari pengganti Ismail Haniyeh, yang dibunuh di tempat dia menginap di Teheran, Iran. Meski telah berhasil membunuh sejumlah pemimpin Hamas, Israel masih memburu beberapa nama penting di organisasi yang mereka anggap teroris tersebut. 

Menurut laporan media Iran, sebuah serangan udara menghancurkan rumah veteran di Teheran, tempat Haniyeh menetap, pada Rabu (31/7/2024) pukul 02.00 waktu setempat. Namun menurut sebuah sumber yang dikutip The Jerusalem Post, Haniyeh tewas akibat ledakan bom yang ditempatkan dalam kamarnya sejak Juni lalu.

Haniyeh, 62 tahun, disebut sebagai pemimpin senior Hamas dan memainkan peran penting dalam upaya gencatan senjata di Jalur Gaza. Haniyeh sendiri berada Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian. Ia menggantikan Ebrahim Raisi yang meninggal dunia akibat kecelakaan helikopter pada Mei lalu.

Sampai sekarang Israel tidak mengomentari kematian Haniyeh, namun sudah sejak lama mereka bersumpah akan menghancurkan Hamas sampai ke akarnya menyusul serangan 7 Oktober 2023 di Israel bagian selatan. Sikap serupa diambil Amerika Serikat, sekutu terkuat Israel, yang juga menganggap Hamas sebagai kelompok teroris.

Pemakaman pemimpin biro politik kelompok perlawanan Hamas Ismail Haniyeh di Universitas Teheran, Iran. (ANTARA/Anadolu/aa)

Pada Desember tahun lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan menyatakan perang di Jalur Gaza masih jauh dari selesai. 

"Kita tidak akan berhenti. Kita akan terus bertempur," kata Netanyahu dalam sebuah pertemuan dengan anggota parlemen dari Partai Likud, dikutip Antara.

"Kita akan mengintensifkan pertempuran dalam beberapa hari ke depan dan pertempuran akan memakan waktu lama serta belum akan selesai," sambung dia.

Tak Kehabisan Pemimpin

Sejak perang antara Israel dan Hamas di Gaza yang berlangsung pada Oktober tahun lalu, sebanyak enam pemimpin Hamas tewas, termasuk terakhir Ismail Haniyeh.

Pada 2 Januari 2024, salah satu sosok paling senior Hamas, Saleh Al-Arouri tewas menyusul serangan drone di Beirus, Lebanon. Ia berada di Lebanon dalam rangka koordinasi Hamas dengan Hizbullah dan pendukung mereka di Iran, setelah beberapa waktu sempat bermarkas di Turki.

Lebanon mengutuk serangan tersebut, dan menggapnya sebagai sebuah pelanggaran kedaulatan.

Pada 10 Maret, Israel melancarkan sebuah serangan udara di kota Nuseirat di Jalur Gaza tengah yang menargetkan Marwan Issa, wakil kepala operasi militer Hamas.

Foto yang dirilis Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), menunjukkan bangunan yang disebutkan sebagai tempat Ismail Haniyeh menginap dan terbunuh pada 30 Juli 2024. (Iran International)

Israel juga mengumumkan berhasil membunuh kepala sayap militer Hamas, Muhammad Deif dan Komandan Brigade Khan Younis Hamas, Rafa’a Salameh pada 13 Juli. Israel menganggap Deif sebagai salah satu dari dua dalang di balik serangan Hamas pada 7 Oktober.

Deif selamat dari setidaknya enam upaya pembunuhan sebelumnya, sampai akhirnya diumumkan tewas lewat pernyataan yang dilansir Israel pada 1 Agustus . Sementara itu, Salameh memainkan perang penting dalam operasi seperti penculikan tentara Israel Gilad Shalit di perbatasan pada 2006.

Pada 2016, Salameh mengambil alih Brigade Khan Younis dari Mohammed Sinwar, saudara laki-laki pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar.

Selain itu, Israel juga membunuh Mohammad Reza Zahedi, komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, dalam serangan udara di Damaskus pada 1 April. Zahedi belum lama ini diyakini menjabat sebagai kepala Pasukan Quds di Suriah dan Lebanon, sebuah peran yang membuatnya menjadi koordinator utama antara Teheran dan Hizbullah.

Foto Mohammad Deif yang disebarkan Israel Defense Forces (IDF), tampak memegang secangkir kopi dan beberapa lembar uang dolar AS. (The Jerusalem Post/IDF)

Setelah Haniyeh tewas, siapa yang akan melanjutkan perjuangannya menjadi tanda tanya. Institut Penelitian Keamanan Nasional Israel di Universitas Tel Aviv mengatakan, meski secara fisik pemimpin Hamas Ismail Haniyeh telah tiada, ini tidak akan berdampak signifikan pada kemampuan politik maupun militer kelompok tersebut maupun organisasi internal dan bahkan politik Palestina secara umum.

Menurut lembaga penelitian Think Thank, pembunuhan terhadap Haniyeh tidak akan mengubah apa pun dalam kebijakan (pemimpin Hamas di Gaza, Yahya) Sinwar pada umumnya, dan negosiasi pembebasan para tawanan pada khususnya.

“Bukan sebuah masalah untuk mencari pengganti Haniyeh, yang pasti jika ada ‘kesepakatan pertukaran’, akan ada banyak pengganti berbakat untuknya,” demikian disitat fdd.org.

Bukan Akhir dari Perlawanan

Meski telah berhasil membunuh beberapa petinggi Hamas, setidaknya masih ada tiga pentolan organisasi tersebut yang diincar Israel. Mengutip the New York Times, beberapa nama disebut sebagai calon pengganti Haniyeh, di antaranya Yahya Sinwar, Khaled Meshal, dan Khalil Al-Hayya.

Yahya Sinwar yang paling ramai disebut bakal menggantikan Haniyeh. Ia termasuk salah satu pendiri Hamas di akhir tahun 1980-an ketika terjadi pemberontakan Palestina melawan pemerintahan Israel.

Sinwar beberapa kali ditangkap otoritas Israel, serta pernah menghabiskan 20 tahun lebih di penjara Israel sampai akhirnya dibebaskan dalam pertukaran tahanan pada 2011. Enam tahun berselalang, Sinwar ditunjuk sebagai pemimpin Hamas di Gaza.

Para pejabat Israel mengatakan ia adalah salah satu pemimpin yang mendalangi serangan 7 Oktober bersama Mohammed Deif. Sinwar saat ini diyakini bersembunyi di terowongan jalur Gaza.

Gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang tengah diupayakan hampir pasti gagal menyusul kematian Ismail Haniyeh. (Antara)

Sejumlah pemimpin Hamas di Gaza, termasuk Sinwar, dianggap lebih radikal dibandingkan Haniyeh. Kematian Haniyeh, yang dianggap sebagai perlawan pragmatis, “akan membuat gencatan senjata jauh lebih sulit dicapai,” kata Hugh Lovatt, peneliti senior di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa.

Sementara itu, Khaled Meshal merupakan eks pemimpin politik Hamas lahir di dekat kota Ramallah, Tepi Barat. Meshal menjadi pemimpin kantor politik Hamas pada 1996. Dua tahun kemudian, agen-agen Israel menyuntiknya dengan racun yang bekerja lambat di Yordania, membuatnya koma. Tapi Meshal selamat oleh obat penawar yang disediakan Israel sebagai bagian dari kesepakatan diplomatik dengan Yordania.

Ia menghabiskan kariernya berpindah dari satu negara Arab ke negara lain, dengan tinggal di Kuwait, Yordania, Qatar, dan Suriah. Saat mundur sebagai kepala kantor diplomatik, ia digantikan oleh Haniyeh. Namun demikian, Meshal tetap menjadi pejabat tinggi di Hamas.

Terakhir, nama yang disebut bakal memimpin Hamas adalah Khalil Al-Hayya. Ia kini tinggal di pengasingan dan telah menjadi pejabat Hamas selama beberapa dekade. Saat Al-Hayya berstatus sebagai wakil Sinwar.

Ia selamat dari upaya pembunuhan Israel pada 2007, ketika serangan udara di rumahnya di Gaza menewaskan anggota keluarganya saat dia tidak berada di sana. Setelah Ismail Haniyeh tewas terbunuh, Al-Hayya menegaskan Hamas tidak akan menghentikan perlawanan mereka.

“Hamas dan rakyat Palestina tidak akan menghentikan gerakan perlawanan,” tulis Al-Hayya, dikutip the Jerussalem Post.

“Perlawanan bersumpah untuk menanggap agresi ini, dan entitas Zionis pantas membayar harga yang mahal atas kejahatan ini,” tegasnya.