Bagikan:

JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menduga kebijakan Golden Visa berkaitan erat dengan wacana Family Office di Indonesia. Menurutnya, belum tentu Golden Visa ini mendatangkan investasi besar dari luar negeri.

Pemerintah belum lama ini merilis kebijakan Golden Visa Indonesia. Layanan ini diharapkan menjadi umpan untuk menarik lebih banyak warga negara asing berinvestasi di Indonesia.

Secara sederhana, Golden Visa dapat diartikan sebagai sebuah keistimewaan yang diberikan kepada warga negara asing berupa visa tinggal terbatas dalam jangka waktu tertentu jika mereka bersedia menanamkan modal di Indonesia.

Presiden Joko Widodo mengklaim Indonesia memiliki potensi besar sebagai tujuan investasi global, karena memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas politik terjaga, serta bonus demografi dan sumber daya alam melimpah.

Presiden Joko Widodo disaksikan Executive Chairman Hyundai Motor Group Euisun Chung dan Menteri Perdagangan, Investasi, dan Energi Korea Selatan Inkyo Cheong membubuhkan tanda tangan pada mobil Hyundah Kona Electric saat peresmian pabrik baterai kendaraan listrik PT Hyunday LG Industry Green Power di Karawang, Jawa Barat, Rabu (4/7/2024). Pabrik sel baterai kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara itu dibangun oleh konsorsium perusahaan asal Korea Selatan Hyundai dan LG dengan total investasi senilai Rp160 triliun yang akan diselesaikan secara bertahap. (ANTARA/Hafidz Mubarak A/Spt/am)

Dibilang Jokowi, Indonesia bakal menjadi negara yang menjanjikan bagi para investor dan talenta global.

"Semua itu akan memberi multiplayer effect besar buat negara, mulai dari capital gain, kesempatan kerja, transfer teknologi, peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia), dan lain-lain," ucap Presiden di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (25/07).

Tapi di sisi lain Jokowi tak mau Golden Visa ini diberikan kepada orang sembarangan. Ia hanya mau fasilitas ini diberikan kepada good quality traveller, sehingga benar-benar selektif. Jokowi tak mau Golden Visa malah meloloskan orang yang membahayakan keamanan negara.

Berkaitan dengan Family Office

Meski pemerintah begitu optimistis mampu menggaet investor asing lewat Golden Visa, tidak demikian dengan sejumlah pengamat ekonomi.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira malah menyebut golden visa ini erat kaitannya Family Office, yang sempat digembor-gemborkan pemerintah.

Mengutip Investopedia, Family Office adalah firma penasihat pengelolaan kekayaan swasta yang melayani nasabah super kaya atau ultra-high-net-worth individuals. Dengan membentuk Family Office, pemerintah berharap para crazy rich mau menempatkan dananya di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahkan terbang ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab untuk belajar Family Office.

Melihat kegetolan pemerintah membuka Family Office di Indonesia, Bhima menduga kebijakan Golden Visa ini berkaitan erat dengan rencana tersebut.

“Tidak bisa dipisahkan antara Golden Visa dan Family Office karena di berbagai negara yang jadi basis Family Office banyak orang super kaya yang meminta perlakuan imigrasi khusus,” kata Bhima saat dihubungi VOI.

Bukan Cara Tunggal Datangkan Investasi

Meski demikian, Bhima memperingatkan bahwa Golden Visa belum tentu bakal menarik investasi masuk ke indonesia dalam waktu dekat. Ada beberapa hal yang disoroti Bhima terkait hal ini.

Pertama, masa transisi pemerintah dinilai sebagai masa yang krusial sehingga sebagian calon investor bersikap wait and see dulu. Selain itu, Bhima menilai Golden Visa hanya pemanis untuk menarik investasi.

“Siapa menteri keuangan, atau tim ekonomi pemerintahan Prabowo jadi pertimbangan penting karena mempengaruhi kepastian kebijakan investasi,” jelas Bhima.

“Pada akhirnya investor akan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, kedalaman pasar keuangan, daya saing industri dan tingkat kerumitan birokrasi. Di sini letak persaingan ketat dengan negara seperti Singapura, Thailand dan Malaysia,” imbuhnya.

PTFI resmi mengoperasikan smelter tembaga dengan ‘design single line’ terbesar di dunia yang mampu memurnikan konsentrat tembaga dengan kapasitas 1,7 juta ton serta menghasilkan katoda tembaga hingga 600 ribu ton per tahun dengan nilai investasi sebesar Rp58 triliun. (ANTARA/Rizal Hanafi/rwa)

Masalah terakhir adalah terkait perlindungan data pribadi dan data transaksi keuangan yang juga menjadi perhatian. Bhima khawatir kasus kebocoran di Pusat Data Nasional beberapa waktu lalu menjadi catatan bagi calon penerima Golden Visa untuk memindahkan asetnya ke Indonesia. Terakhir, ia juga meminta pemerintah untuk berhati-hari karena investasi senilai minimal Rp5,3 miliar bisa jadi hanya aset portfolio.

“Ketika investor sudah dapat Golden Visa bagaimana pemerintah bisa melakukan pengawasan jika terjadi penarikan aset yang bersifat portfolio? Karena aset seperti investasi surat utang dan saham sangat liquid bisa keluar kapanpun,” katanya.

“Intinya banyak pertimbangan ya, dan Golden Visa bukan satu satunya cara untuk mendorong investasi masuk,” kata Bhima mengimbuhkan.

Banyak Dihentikan

Golden Visa bukan hal baru bagi negara lain. Pengamat ekonomi dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana mengatakan ada lebih dari 60 negara memberlakukan kebijakan ini pada 2022.

Saint Kitts&Nevis, sebuah negara kecil dengan dua pulau di kawasan Karibia yang pertama kali menerapkan Golden Visa pada 1984. Skema ini diikuti Kanada, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa lainnya.

Namun menurut Andri, Golden Visa mulai ditinggalkan sejumlah negara seperti Australia, Portugal, Spanyol, dan Bulgaria karena dianggap tidak efektif. Selain itu ada potensi dijadikan medium tindak kejahatan seperti pencucian uang, pengemplang pajak, atau menyembunyikan uang haram.

Kebijakan Golden Visa yang baru diterapkan di Indonesia diharapkan mampu mendatangkan investasi dari luar negeri. (ANTARA)

Investasi yang masuk ke negara yang menerapkan Golden Visa juga mayoritas hanya digunakan untuk membeli properti atau sekadar deposito.

"Jarang dan bahkan tidak ada yang investasi langsung seperti mendirikan perusahaan,” kata Andri

"Di Yunani misalnya Golden Visa dipakai investor untuk membeli properti di tempat-tempat wisata, alhasil akan meningkatkan harga properti jadi sangat signifikan,” tambahnya.

Masih dikatakan Andri, laporan IMF menyebutkan bahwa investor dari China menjadikan negara-negara yang memberi Golden Visa sebagai safe heaven atau tempat aman untuk membersihkan bahkan menyembunyikan dana kotor mereka.

ILustrasi Golden Visa. (Istimewa)

Citra negatif dari Golden Visa ini juga yang menjadi penyebab negara-negara maju menghentikan kebijakan tersebut.

Jika pemerintah benar-benar ingin menarik dana investor asing, yang perlu dilakukan adalah membereskan beberapa hal termasuk menghilangkan pungutan liar yang membebani pengusaha, menciptakan birokrasi yang bersih, dan mempermudah perizinan.