Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 23 tahun yang lalu, 18 Agustus 2016, masyarakat adat yang mendiami Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu menganugerahkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti gelar kehormatan warga adat. Anugerah itu diberikan ke Susi karena telah membela kepentingan masyarakat adat dan nelayan.

Sebelumnya, Menteri Susi dianggap sebagai wanita bernyali di Indonesia. Kepemimpinan di Kementerian KKP tak bisa dianggap remeh. Ia menganggap lautan Indonesia harus dimanfaatkan rakyat Indonesia, bukan asing.

Keberpihakan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti kepada masyarakat adat dan nelayan tak diragukan. Ia kerap mendahulukan kepentingan mereka dalam meramu kebijakan. Keinginan itu telah tertuang dalam cita-cita Kementerian KKP, bahwa seluruh potensi laut harus dapat menaikkan hajat hidup rakyat Indonesia.

Susi berlaku keras terhadap mereka yang melakukan praktek illegal fishing dari kapal asing. Ia mencari celah undang-undang yang melegalkan tindakan tegas terhadap kapal-kapal ikan asing. Ia menemukan sebuah UU Nomor 45 tahun 2009.

Susi Pudjiastuti ketika mendapatkan penghargaan Leaders for a Living Planet dari WWF pada 2016. (Cloudfront)

UU itu mengatur dengan tegas di mana pemerintah dapat menenggelamkan kapal ikan yang mencuri di wilayah laut Indonesia. Celah aturan itu dikemas Susi sebagai usulan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekitar 2015.

Ia meminta pendapat Jokowi untuk menjadikan aturan itu sebagai konsensus nasional. Jokowi pun setuju. Ia memperoleh restu untuk segera menangkap mereka yang menangkap ikan segara ilegal di Indonesia. Orangnya ditangkap. Kapal-kapalnya ditenggelamkan.

Aksi susi menenggelamkan kapal membawa kehebohan di tingkat nasional dan Asia. Susi dianggap wanita kuat. Ia bernyali dan tidak kenal takut. Langkah itu menuai pujian dari rakyat Indonesia dan Asia. Sekalipun ada pula orang atau kelompok yang menganggap langkah yang diambil Susi berlebihan.

Komentar itu dianggap angin saja oleh Susi. Ia terus saja melakukan penenggelaman kapal dengan jumlah yang terus meningkat hingga 17 Agustus 2016.

Susi Pudjiastuti bersama nelayan. (Instagram)

"Hari ini kita telah melaksanakan penenggelaman kapal sejumlah 60 kapal ikan asing di delapan tempat. Tiga sudah akan jadikan monumen, dua dari Maluku. Lima akan jadi monumen di Pangandaran, (jenis kapal) macam-macam tiga kapal besar. Dan ada yang akan dijadikan monumen untuk menemani kapal viking kita yang ada di Jawa Barat.”

"Mereka (kapal asing) sebetulnya tidak mewakili negara. Contohnya viking dia punya 32 bendara, kita mau bilang dia negara mana. Saat ditangkap dia pakai Nigeria, tapi dia bukan Nigeria. Di dalam kapal biasanya banyak flag nya. Mereka ganti-ganti," papar Susi yang berada di Makolanal Ranai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, sebagaimana dikutip laman detik.com, 17 Agustus 2016.

Sehari setelah penenggelaman kapal Susi mendapatkan puja-puji. Masyarakat adat Pulau Enggano tak mau ketinggalan. Masyarakat adat Enggano yang berasal dari enam suku turut mengapresiasi langkah Suci dengan memberikan gelar kehormatan warga adat pada 18 Agustus 2016.

Mereka menyerahkan sebuah parang sebagai simbol pengangkatan. Namun, Pemberian gelar kehormatan untuk menteri kelautan Susi Pudjiastuti diwakili oleh Dirjen PRL KKP, Bramantya Satya Murti. Sebab, Susi berada di Natuna.

"Pemberian gelar ini merupakan bentuk pernghormatan masyarakat adat Enggano terhadap menteri yang dianggap dapat membela kepentingan masyarakat adat dan nelayan. Potensi perikanan Enggano mencapai 114.000 ton per tahun, namun baru 5.800 ton per tahun dimanfaatkan. Enggano akan dibangun sebagai sentra kelautan terpadu," kata Bramantya sebagaimana dikutip kompas.com, 18 Agustus 2016.