Bagikan:

JAKARTA - Memori hari ini, 29 tahun yang lalu, 28 Juli 1995, Vietnam resmi jadi anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Kehadiran Vietnam kian melengkapi keberagaman negara anggota. Ada yang menganut paham demokrasi, monarki, hingga komunis.

Sebelumnya, ASEAN didirikan sebagai wadah kerja sama politik dan ekonomi di antara negara Asia Tenggara. Kehadiran ASEAN dianggap ampuh untuk menjaga perdamaian di antara sesama anggota. Gairah itu membuat satu demi satu negara Asia Tenggara bergabung.

Kesamaan nasib kerap jadi pentu kedekatan hubungan luar negeri suatu negara. Itulah yang terjadi dengan negara-negara di Asia Tenggara. Indonesia, Malayasia, hingga Filipina. Negara-negara itu sama-sama merasakan kelamnya penjajahan.

Mereka mulai berofokus mencari dukungan ke luar negeri.  Ada yang mencari dukungan ke Blok Barat. Ada pula yang mencari dukungan ke Blok Timur. Hasilnya  beragam. Hubungan itu membuat suatu negara bisa berkembang pesat.

Kerja sama dengan negara tetangga pun mulai dipikirkan belakangan. Opsi pendirian perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, ASEAN pun dilanggengkan. Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan Indonesia jadi pemerakarsa ASEAN pada 1967.

ASEAN Summit yang berlangsung di Hanoi, Vietnam pada 2010. (Wikimedia Commons)

Kehadiran ASEAN diyakini membawa negara Asia Tenggara hidup berdampingan dan damai. Narasi keuntungan ekonomi dari kerja sama pun diramalkan melejit. Sesama negara Asia tenggara dapat bekerja sama dalam segala bidang, dari pertanian hingga industri.

Proses percepatan pertumbuhan ekonomi masing-masing kawasan pun kian mengiurkan. Keuntungan itu bisa membuat masing-masing negara berkembang pesat. Pun jika terjadi suatu konflik antara negara ASEAN, semuanya dapat diselesaikan, tanpa harus menanti negara-negara barat ikut campur.

“Akan tetapi, penataan politik luar negeri Indonesia dianggap lebih sukses. Pertama, setelah berhasil membawa Indonesia menjadi satu diantara orbitnya negara-negara blok Barat, Presiden Soeharto kemudian membalik citra konfrontasi Indonesia dengan Malaysia dahulu kepada penataan politik regional yang kondusif bagi upaya pembangunan ekonomi melalui pembentukan ASEAN (Association of South East Asian Nations).”

“Pembentukan ASEAN diyakini sebagai titik balik dari politik konfrontasi kepada politik kerjasama regional sesama bangsa-bangsa di Asia Tenggara. ASEAN kemudian menjadi pilar utama yang pertama dari aspek lingkungan eksternal Indonesia dalam perumusan politik luar negeri di bawah Presiden Soeharto,” terang Agus R. Rahman dalam tulisannya di Jurnal Penelitian Politik LIPI berjudul Politik Luar Negeri Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Eropa (2005).

Negara-negara di Asia Tenggara lain pun mulai tertarik menjadi anggota. Brunei Darussalam mulai bergabung pada 8 Januari 1984. Vietnam pun diramalkan menyusul. Mereka sebenarnya telah tertarik jadi anggota ASEAN sejak 1985.

Masalah muncul. Komunisme yang dianut Vietnam jadi pemberat. Sebab, negara anggota ASEAN sudah lebih dulu alergi dengan paham komunis. Namun, perkembangan komunisme terbaru Vietnam tidak seperti komunisme dulu yang kaku.

Komunisme Vietnam dianggap tak dapat menghancurkan ASEAN. Presiden Indonesia Soeharto pun tak keberatan Vietnam yang komunis masuk ASEAN. Alhasil, Vietnam secara resmi jadi anggota ASEAN pada 28 Juli 1995.  

“Presiden Soeharto menyatakan bahwa Indonesia tidak berkeberatan jika Vietnam ikut ASEAN jika negeri itu menghormati prinsip-prinsip Dasasila Bandung. Keinginan Vietnam untuk menjadi anggota ASEAN   sudah sejak 1985, dinyatakan Menlu Nguyen Co Thach kepada rombongan Lemhanas di Hanoi.”

“Menurut Gubernur Lemhanas   Subijakto, bukan maksud Vietnam untuk menghancurkan ASEAN dan hal itu tidak ada untungnya. Kalau dipandang perlu, Vietnam malah dapat mengajukan diri jadi anggota ASEAN,” tertulis dalam laporan majalah Dharmasena berjudul Pangab Buka Seminar Ketahanan Regional (1989).