Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pernah memancing kontroversi. Pernyataannya jangan mau dibohongi denganSurat Al Maidah ayat 51 banjir kecaman. Ahok dianggap menista agama Islam. Front Pembela Islam (FPI) dan ormas Islam lainnya bergerak.

Mereka menggelar aksi bela Islam 212 yang dihadiri umat Muslim dari berbagai wilayah Nusantara di Monas. Misi itu berhasil membuat Ahok masuk penjara. Keberhasilan itu memunculkan niatan untuk Reuni 212. Reuni itu mampu membuat kawasan Monas terbuka 24 jam.

Upaya membawa isu agama kerap sensitif. Barang siapa yang membawa isu agama, niscaya akan berhati-hati. Apalagi, kala berurusan dengan umat Islam. Ahok pernah merasakannya. Gubernur DKI Jakarta era 2014-2017 itu pernah memperingatkan warga Kepuluan Seribu supaya tak mudah dibohongi dengan hal-hal yang berbau agama pada September 2016.

Ahok pun mencontohkan warga supaya jangan mau dibohongi dengan ayat surat Al Maidah ayat 51. Ayat itu menegaskan secara tersurat kepada umat Islam supaya tak memilih non-Muslim sebagai pemimpin.  

Pernyataan itu diunggah dalam video lengkap ke kanal Youtube milik pemerintah DKI Jakarta. Seorang dosen kampus swasta di Jakarta, Buni Yani lalu memotongnya dan viral. Hasilnya mencengangkan. Umat Muslim beramai-ramai mengecam pernyataan Ahok.

Massa aksi demo Reuni 212. (ANTARA)

Ia dianggap telah menistakan agama dan umat Islam. Mereka pun mulai mencoba supaya Ahok dapat diseret ke meja hijau untuk diadili. Laporan demi laporan pun dibuat. Usaha menjerat Ahok kemudian diikuti dengan aksi turun ke jalan.

FPI dan ormas lainnya mulai melakukan aksi menuntut Ahok mundur dan segera di penjara. Aksi itu berlangsung beberapa kali. Puncaknya, mereka menaman diri sebagai Aksi Bela Islam. Nyatanya Aksi Bela Islam tak membuat Ahok dihukum.

Penyelidikannya bak jalan di tempat. Tiada perkembangan yang berarti. Segenap umat Islam mulai gerah dengan leluasanya Ahok beraktivitas sebagai Gubernur DKI Jakarta. Segenap ormas Islam pun mencoba menggelar suatu aksi besar: Aksi 212, namanya.

Nama itu diambil dari hari gerakan itu dilakukan Monas pada 2 Desember 2016. Umat Islam dari berbagai wilayah datang berbondong-bondong ke Jakarta untuk ikut. Mereka putihkan Monas. Kekuatan besar itu bersatu menyuarakan supaya Ahok dipenjara.

Klaim total pesertanya bervariasi. Ada yang menyebut jutaan, ada juga ratusan ribu. Suatu hal yang jelas tak mudah mengumpulkan masa besar di era kekinian. Apalagi, tuntutannya Ahok masuk penjara terkabulkan pada 2017.

Aksi kelompok Islam garis keras di Jakarta, 4 November 2016. (DW/Reuters/I. Rinaldi)

“Dalam Aksi 212, suatu gerakan politik-religius yang kemudian menonjol sebagai reaksi atas pernyataan yang dibuat oleh Gubernur, Ahok. Pernyataan Ahok dianggap sebagai penghujatan. Ahok adalah seorang Kristen yang dilihat oleh banyak anggota peserta Aksi 212 sebagai ancaman terhadap nilai-nilai dan perasaan religius mereka.”

“Gerakan Aksi 212, kemudian, dikembangkan untuk memperingatkan umat Muslim terhadap ancaman dan memberi tahu mereka tentang latar belakang dan posisi berbagai posisi calon pemimpin daerah,” ungkap Ismet Fanany dan Rebecca Fanany dalam buku Populism, Democracy and Community Development (2020).

Monas Buka 24 Jam

Aksi 212 belum lepas dari ingatan. Umat Muslim masih teringat terus solidaritas kaum Muslim datang dari berbagai wilayah ke Monas untuk membela agamanya. Narasi heroik itu bahkan terus diceritakan kembali.

Belakangan, alumnus aksi 212 yang terdiri dari anggota FPI, Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPFU), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 mulai mencoba menginisiasi Reuni 212 pada 2018. Narasi Reuni 212 disebarkan supaya mereka datang pada 2 Desember 2018.

Reuni itu digelar untuk menegaskan kekuatan umat Muslim di Indonesia. Informasi reuni pun disebarkan secara masif, dari mulut ke mulut hingga media sosial. Semuanya diisi oleh ajakan supaya umat Muslim kembalikan putihkan Monas.

Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama mengikuti sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Pemerintah DKI Jakarta pun tak mau kalah. Mereka ikut memfasilitasi aksi damai Reuni 212. Monas pun yang tadinya hanya buka sampai jam 16:00 dibuat beroperasi hingga 24 jam, tapi tetap beberapa fasilitas sudah ditutup pada pukul 22:00 pada 1 Desember 2018. Tujuannya supaya masa aksi dapat langsung datang ke Monas untuk menginap dan mengikuti acara keesokan harinya, 2 Desember 2018.

Pihak Monas hanya menginstruksi kepada peserta acara untuk menjaga kebersihan dan fasilitas yang ada di Monas. Gubernur Anies Baswedan pun memberikan restu. Ia memberikan ruang kepada peserta aksi yang ingin bermalam di Monas.

Peristiwa bersejarah karena area Monas akhir bisa kembali dibuka selama 24 jam untuk umum. Sebelumnya, areal Monas pernah dibuka selama 24 jam. Namun, aturannya direvisi pada 2014. Kawasan Monas hanya beroperasi dari pukul 04:00-20:00. Saat ini kawasan Monas dibatas dari pukul 06:00-16:00 saja.

"Iya-iya dibuka (24 jam). Monas ditutupnya normal (untuk pengunjung). Untuk kawasan gerbang dibuka untuk peserta (Reuni 212) boleh menginap. Nggak ada persiapan khusus sama saja seperti acara rutin biasa-biasa saja, pengamanan kan domain polisi, kita saja pamdal satu regu itu kita tambahin jadi dua regu. Yang harusnya libur dinas dulu. Pamdal besok ada sekitar 70 disiagakan dari malam ini hingga besok," terang  Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Monas, Mundjirin Rasyid dikutip laman Jawa Pos, 1 Desember 2018.