Bagikan:

JAKARTA - Kehadiran Pemadam Kebakaran (Damkar) tak dapat dianggap remeh. Tugas mereka tak cuma menggerakkan pasukan memadamkan kebakaran saja. Mereka juga ikut upaya penyelamatan dan penanggulangan bencana.

Masalah muncul. Peralatan dan perlengkapannya kerap usang dimakan waktu. Kondisi itu sudah terjadi di era Orde Baru (Orba). Namun, bukan karena negara berhemat, tapi karena anggarannya dikorupsi. Ambil contoh kasus Mendagri Hari Sabarno dalam korupsi pengadaan mobil damkar (branwir) di 22 daerah.

Kehadiran pasukan damkar membantu warga tak terbantahkan. Mereka kerap datang kala dibutuhkan dan tak kenal lelah. Damkar juga tetap membantu kala ada bencana alam menghampiri. Kondisi itu berlangsung dari awal Indonesia merdeka.

Belakangan, kondisi pasukan damkar kian jauh dari efektif. Damkar daerah, terutama. Perlengkapan mereka terbatas. Peralatan ‘tempur’ mereka mulai terasa kuno –ketinggalan zaman. Pemerintah Orba pernah punya usul pengadaan untuk damkar.

Hari Sabarno yang pernah menjabat sebagai Mendagri era 2001-2004. (ANTARA)

Alih-alih niatan tulus membangun damkar, pendanaan itu justru jadi wadah korupsi baru sesuai yang diungkap Indonesia Coruption Watch (ICW). Masalah itu membuat ruang gerak damkar jadi tak optimal. Pasukan damkar bak dipaksa menggunakan peralatan terbatas. Suatu kondisi yang membuat keselamatan pasukan damkar menjadi pertanyaan.

Keruntuhan rezim Orba sempat membawa harapan. Kondisi damkar dianggap bisa jauh lebih baik. Nyatanya, tak jauh beda. Saban hari pengadaan barang dilakukan, hasilnya selalu dikorupsi. Korupsi pun bukan lagi urusan kecil-kecilan.

Korupsi itu mencangkup rencana pemerintahan era Megawati Soekarnoputri menghadirkan penambahan fasilitas mobil damkar di 22 daerah di Indonesia pada 2002. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno segera meminta Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi membuat radiogram nomor 027/1496/OTDA tertanggal 13 Desember 2002.

Radiogram itu berisi perintah kepada sejumlah daerah untuk melaksanakan pengadaan mobil pemadam kebakaran tipe V80 ASM, yang diproduksi oleh PT Istana Sarana Raya dan PT Satal Nusantara milik pengusaha, Hengky Daud. Optimisme mengiringi pengadaan proyek itu.

“Lalu, Oentarto membuatkan radiogram bernomor 027/1496/OTDA/2002 tertanggal 13 Desember 2002. Isinya, meminta kepala daerah di Indonesia untuk segera menyediakan alat damkar, lengkap dengan lampiran spesifikasi kendaraan yang harus dibeli.”

“Spesifikasi yang hanya dimiliki perusahaan milik Hengky, PT Istana Sarana Raya dan PT Satal Nusantara. Setelah penerbitan radiogram, Hengky beberapa kali mengikuti Hari Sabarno kunjungan ke daerah dan rapat kerja dengan kepala daerah se-Indonesia,” ungkap Ahmad Arif dalam Harian Kompas edisi 13 Februari 2010, sebagaimana dikutip laman icw.or.id.

Hari Sabarno Ditangkap

Penertiban radiogram oleh Hari dimanfaatkan benar Hengky untuk meraup keuntungan. Hengky jadi bergerak bebas memanfaatkan radiogram untuk ‘memaksa’ kepala daerah dengan embel-embel perintah Mendagri membeli mobil damkar darinya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium aroma janggal dalam proyek itu pada 2008. Hengky segera ditahan karena dianggap menggelembungkan harga. Modusnya pun bak preman. Hengky langsung mengirim mobil damkar ke daerah sebelum mengirim penawaran. Hasilnya mau tak mau pembelian mobil damkar dilakukan.

Hengky pun ditahan. Fakta dipersidangan lebih mencengangkan. Hengky menerima pembayaran sebesar Rp227,1 miliar untuk penjualan 208 unit mobil damkar di 22 daerah pada era 2002-2005. Padahal, biaya produksinya 208 mobil hanya Rp141,5 miliar.

KPK mencium kerugian negara ada dalam selisih pembayaran dan biaya produksi totalnya Rp86,07 miliar. Hengky divonis 18 tahun penjara. Hengky pun lalu menyeret juga Menteri Hari dan kepala daerah yang ikut menikmati aliran dana korupsi.

Terdakwa Hengky Samuel Daud berbicara dalam agenda pemeriksaan terdakwa kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di 22 propinsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/1/2010). Dalam pemeriksaan tersebut ia membantah keterlibatan Hari Sabarno dalam kasus korupsi tersebut. (ANTARA/Rosa Panggabean/pd/10)

Korupsi itu lalu menyeret Hari Sabarno yang sudah jadi mantan Mendagri. Mendagri era 2001-2004 ditahan KPK pada 25 Maret 2011. Mulanya Hari keukeuh tak korupsi. Ia menganggap tak mengeluarkan radiogram, apalagi mendapatkan uang dari kegiatan korupsi mobil damkar.

Apa boleh buat. Bukti-bukti yang mengarah kepadanya mulai bermunculan. Hari mendapatkan transferan dana sebanyak Rp800 juta. Ia juga berperan dalam membebaskan bea masuk delapan buah mobil damkar.

Puncaknya, pengadilan Tipikor Jakarta memberikan Hari vonis penjara dua tahun enam bulan. Namun, Hari mencoba melakukan upaya banding hingga kasasi untuk mengurangi hingga membebaskan dirinya dari status koruptor. Namun, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Hari ketiban apes. Hukuman Hari justru meningkat jadi lima tahun penjara pada 2012.

Anggota Pemadam Kebakaran melakukan pengecekan pengisian air unit Damkar di depan Kantor Kejaksaan Agung yang terbakar, Minggu (23/8/2020). (ANTARA/Laily Rahmawaty/am)

“Kasus Hari terus bergulir. Akhir September 2010, KPK menetapkan Hari sebagai tersangka. Penyidik KPK mendapat temuan baru, yakni peran Hari dalam pembebasan bea masuk delapan branwir dan adanya aliran dana Rp 800 juta ke Hari dari Hengky melalui rekening istrinya, sehubungan dengan proyek itu.”

“Duit itu dibelanjakan Hari untuk membeli satu mobil Volvo hitam metalik tipe XC9016 keluaran 2005. Pada 31 Maret lalu mobil itu disita penyidik. Hari dijerat pasal korupsi dan gratifikasi dengan ancaman maksimal hukuman seumur hidup,” ungkap Anton Aprianto dan kawan-kawan dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Korupsi Pemadan Kebakaran: Sepuluh Hari, Lalu Depresi (2011).