Bagikan:

JAKARTA - Perubahan iklim mampu menjelma jadi ancaman terbesar umat manusia. Naiknya suhu panas bumi tak dapat dianggap remeh karena dapat mengundang petaka – kematian. Di India, misalnya. Negeri Hindustan pernah diterpa gelombang panas mematikan pada 2015.

Kondisi itu membawa kepanikan di seantero India. Pemerintah bingung, begitu pula rakyat. Imbasnya rumah sakit penuh karena tak kuat menahan panas. Petaka gelombang panas ekstrem pun membuat ribuan orang di India kehilangan nyawa.

Ancaman perubahan iklim kini di depan mata. Keengganan manusia fokus dalam mencegah konsumsi skala besar bahan bakar fosil, batu bara, minyak, dan gas jadi muaranya. Kondisi itu diperparah dengan semakin luasnya pembukaan lahan.

Hutan-hutan mulai menyusut dan diganti dengan ragam pembangunan. Hasilnya sudah ditebak. Perubahan iklim lalu melencut hadirnya gelombang bencana alam lainnya. Ambil contoh bencana gelombang panas di India pada Mei 2015.

Aspal jalanan yang meleleh di New Delhi saat gelombang panas ekstrem menerjang India pada 2019. (CNN)

Suhu udara di India mencapai 45 hingga 47 derajat Celsius di siang hari. Kondisi itu berbeda dengan suhu udara beberapa tahun ke belakang. Suhu udara bulan Mei memang meningkat. Namun, tak sampai mencapai 40 derajat Celsius. Kondisi itu membawa kebingunan antara pejabat dan rakyat India.

Pejabat India ingin masyarakat diam di rumah selama siang hari kala gelombang panas. Rakyat pun bingung, jika mereka di rumah pemasukan tak ada. Artinya keberlangsungan kehidupan sehari-hari rakyat India jadi terganggu.

Aktivitas di bawah terik matahari nyatanya membawa petaka. Alih-alih panas hanya mampu melelehkan jalanan, gelombang panas juga dapat membuat orang dehidrasi, depresi, dan penyakit kulit. Sesuatu yang paling buruk dari beraktivitas di bawah terik matahari adalah kematian.

Seekor gajah mendinginkan diri dengan menyemprotkan air ke badannya di Gandhi Zoological Park, Visakhapatnam saat suhu panas ekstrem melanda India pada 18 April 2024. (V. Raju/The Hindu)

Hewan-hewan di India pun ikut mati. Banyak ditemukan informasi dari kematian massal kelompok binatang. kelelawar, misalnya. Binatang itu dianggap tak mampu beradaptasi dengan suhu panas ekstrem. Alhasil, tragedi gelombang panas disebut juga sebagai Bom Panas.

“Kelelawar dalam jumlah besar dilaporkan mati di dekat Danau Naukoniha, Korba yang merupakan salah satu tempat umum pergerakan kelelawar. Banyak ditemukan mati di tanah sementara yang lain masih tergantung mati, hal ini sangat tidak biasa Sementara laporan lebih lanjut masih ditunggu, laporan awal dari dokter menunjukkan kemungkinan kematian akibat panas dan paparan sinan matahari," ungkap petugas departemen kehutanan wilayah Korba dikutip laman Times of India, 25 Mei 2015.

Kematian Ekstrem

Gelombang panas kian tak tertahankan. Rakyat India mencoba menanggulanginya dengan ajian masing-masing. Ada yang memilih untuk pasang pendingin ruangan, AC. Pendingin ruangan itu jadi primadona karena mampu menghadirkan udara sejuk di dalam rumah. Sekalipun udara di luar sedang membaa.

Mereka yang tak mampu banyak datang ke pusat perbelanjaan macam mal untuk mendinginkan diri, bukan berbelanja. Masalah muncul. Konsumsi listrik meningkat. Kondisi itu membuat jaringan listrik di India tak mencukupi untuk permintaan daya yang tinggi.panasnya udara lalu kembali mendominasi.

Satu demi satu korban mulai berjatuhan. Pemandangan supir taksi yang ditemukan meninggal di dalam mobil yang menjadi tumpuan mencari nafkah sering terjadi. Ada pun beberapa korban berjatuhan karena dehidrasi akut. Mereka yang meninggal dunia mencapai 2.500-an orang.

Seorang bocah mendinginkan dirinya saat gelompang panas ekstrem menerjang India. (Antara)

Wilayah Andhra Pradesh jadi yang paling parah. Korban jiwa mencapai 1.735 orang. Munculkan berita kematian pun berimbas pada penuhnya rumah sakit. tenaga kesehatan banyak yang kalang kabut karena pasien yang datang bejibun. Mereka yang datang mayoritas dengan gejala demam dan beberapa sudah tak sadarkan diri.

Kondisi itu membuat kedukaan melanda seisi India. Namun, lagi-lagi pemerintah tak dapat berbuat banyak. Upaya yang paling memungkinkan dilakukan pemerintah adalah memberikan uang santunan kepada mereka yang meninggal dunia.

“Di All India Institute of Medical Sciences, salah satu rumah sakit umum terbesar di Delhi, keluarga-keluarga datang membawa pasien dari desa-desa di seluruh negeri, menunggu janji di dalam gerbang. Istirahat dari panas seperti menjalani hidup yang sulit. Kondisi terburuk terjadi pada malam hari, ketika rumah sakit memutus akses ke air mancur dan dia terpaksa meneguk air yang semakin panas. Mereka terpaksa meneguk air itu, namun dahaganya tak terpuaskan. Mereka tetap merasa haus.“