JAKARTA – Memori hari ini, 23 tahun yang lalu, 21 Mei 2018, Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin mengungkap tak akan mencabut daftar 200 nama mubalig/penceramah. Keputusan itu diambil karena daftar nama penceramah berasal dari masukan masyarakat dan ormas Islam.
Sebelumnya, keputusan Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan daftar penceramah menuai polemik. Daftar tersebut mencederai semangat perbedaan karena Kemenag bak jadi hakim yang menentukan mana penceramah yang laik naik mimbar.
Penceramah Islam memiliki gaya dan fokusnya masing-masing. Mereka pun dapat dengan bebas berceramah dengan memberi kajian agama sesuai dengan pendengarnya. Masalah muncul. Kemenag justru berinisiatif merilis daftar 200 mubalig yang laik naik mimbar.
Daftar itu dirilis Kemenag pada 18 Mei 2018. Kemenag berharap daftar penceramah dapat memudahkan masyarakat mengakses para pencerah sesuai kebutuhan masyarakat. Empunya kuasa berharap upaya itu dianggap sebagai peningkatan kualitas hidup beragama.
Kemenag mengungkap mereka telah melakukan seleksi penceramah. Seleksi itu dilakukan untuk menemukan penceramah terbaik. Kriteria yang diambil Kemenag pun ada tiga. Penceramah harus memiliki kompetensi keilmuan agama mempuni, reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi.
Kreteria itu sengaja dikeluarkan karena Kemenag kerap diminta masyarakat untuk mengeluarkan rekomendasi nama penceramah. Kemenag berharap daftar itu dapat membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia.
“Selama ini, Kementerian Agama sering dimintai rekomendasi muballigh oleh masyarakat. Belakangan, permintaan itu semakin meningkat, sehingga kami merasa perlu untuk merilis daftar nama mubalig.”
“Nama yang masuk memang harus memenuhi tiga kriteria itu. Namun, para mubalig yang belum masuk dalam daftar ini, bukan berarti tidak memenuhi tiga kriteria tersebut,” ujar Menag Lukman sebagaimana dikutip laman Tirto, 19 Mei 2018.
BACA JUGA:
Alih-alih mendapatkan sambutan, ide Kemenag menuai kecaman. Kemenag dianggap mulai membatasi mubalig yang berseberangan dengan langkah pemerintah. Pemilihan mubalig disebut bukan ranah Kemenag. Keinginan untuk Kemenag mencabut daftar 200 mubalig muncul di mana-mana.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan angkat bicara. Daftar 200 nama penceramah itu tak dapat memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia di pelosok negeri. Jumlah itu telampau sedikit. MUI meminta Kemenag untuk menambahnya supaya banyak pilihan.
Menag Lukman pun ambil sikap. Ia menyadari rilis berisi daftar 200 nama mubalig menuai kecaman di mana-mana. Lukman pun memandangnya dengan santai. Ia menegaskan Kemenag takkan menarik daftar 200 penceramah Islam pada 21 Mei 2018.
Lukman menganggap tujuan Kemenag baik. Masyarakat butuh rekomendasi dan Kemenag menyediakannya. Kemenag nantinya akan menambah daftar penceramahnya secara bertahap. Sekalipun dalam perjalanannya rilis daftar 200 penceramah itu menuai kecaman dari berbagai macam pihak.
"Sifat rilis itu adalah dalam rangka kami menjaga, menjawab permintaan masyarakat. Masyarakat itu kan kami beri. Masa sesuatu yang mereka harapkan lalu kemudian kami cabut lagi, kan tidak pada tempatnya.”
"Jadi kami dapatkan nama-nama itu pun dari masyarakat itu sendiri. Melalui ormas-ormas Islam, melalui takmir masjid. Lalu kemudian kami himpun, dan kami sampaikan dalam bentuk rilis itu." ujar Lukman sebagaimana dikutip laman tempo.co, 21 Mei 2018.