NU Menolak Keras Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia dalam Memori Hari Ini, 28 Maret 2011
Ilustrasi - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (Antara/HO-Istimewa/pri)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 13 tahun yang lalu, 28 Maret 2011, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Ia tak percaya pemerintah dapat menjamin keamanan PLTN.

Sebelumnya, para kiai dari NU telah bersuara lantang terkait penolakan pembangunan PLTN. Mereka menganggap pemerintah belum mampu mengelola dengan baik limbah radioaktif. Sikap itu dituangkan lewat keluarnya fatwa haram PLTN.   

Rencana pemerintah ingin membangun PLTN di kawasan Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah banjir kritik. Kritikan tak hanya datang dari kalangan politisi hingga ahli. Para Kiai yang tergabung dalam NU ikut melempar kritik terkait rencana pembangunan PLTN sedari 2007.

Penolakan itu bukan tak sebab. Para Kiai NU sebelumnya telah mengumpulkan pendapat ahli dari yang pro dan kontra PLTN. Mereka juga telah mendengar langsung terkait PLTN dari Menteri Riset dan teknologi, Kasmayanto Kadiman.

Said Aqil Siradj yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PBNU era 2010-2021. (Antara)

Kesimpulan pun ditarik. Para Kiai menganggap PLTN memang mampu menyediakan kebutuhan energi. Namun, urusan mudaratnya tak kalah banyak. Pemerintah Indonesia dianggap tak mampu memberikan jaminan keamanan dari PLTN. Urusan pengelolaan limbah radio aktif, utamanya.

Kondisi itu dapat membuat segenap rakyat Indonesia jadi korban paparan radiasi PLTN. Penolakan NU tak dapat diganggu gugat. Bahkan, NU sampai mengeluarkan fatwa haram PLTN. Mereka meminta pemerintah untuk berlaku bijak dan jangan abai terhadap urusan hidup rakyatnya.

Pemerintah justru tak perlu mendewakan PLTN sebagai ajian utama penyediaan kebutuhan energi. Pemerintah diminta lebih kreatif dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, dari pembangkit listrik tenaga angin hingga sinar matahari.

“KH Kholilurrohman, Ketua Tim Perumus penolakan, menjelaskan proyek PLTN mengandung aspek maslahah dan mafsadah. Kemaslahatan PLTN diperkirakan mampu menyediakan kebutuhan energi nasional sebesar dua-empat persen. Sedangkan aspek mafsadah-nya, proyek PLTN pasti menghasilkan limbah radioaktif yang kemampuan atas pengamanannya diragukan.”

“Dengan demikian, prinsip menghindari mafsadah harus didahulukan. Sebelum berdebat pada landasan fiqih, para kiai mendapat masukan dari sejumlah pakar, baik yang anti-PLTN maupun yang Pro-PLTN, termasuk masukan dari Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman,” terang Sohirin dalam tulisnanya di Koran Tempo berjudul NU Haramkan PLTN Muria (2007).

Sejumlah pengunjuk rasa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Muria (FMM) membawa poster penolakan pembangunan PLTN di Semenanjung Muria, Jateng, ketika melakukan aksi demo di Jepara, Jateng, Selasa (5/6/2007). (Antara/ Nazzarudin/mes/07)

Penolakan itu untuk beberapa tahun berhasil. Namun, rencana pembangunan PLTN kemudian kian menggelora di awal tahun 2011. Perlawanan NU terhadap rencana pembangunan PLTN kian mengemuka. Apalagi, dengan terjadinya kecelakaan pada PLTN Fukushima di Jepang karena tsunami pada 11 Maret 2011.

Jepang yang terkenal sebagai negeri teknologi justru tak mampu menjamin keamanan PLTN. Fakta itu terus membuat NU menggelorakan penolakannya. Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj menyampaikan penolakannya pada 28 Maret 2011.

Ia menganggap pemerintah Indonesia belum siap membangun PLTN. Aqil belum percaya pemerintah bisa disiplin dalam menjaga keamanan reaktor nuklir.

“Kita memang tidak kekurangan orang pintar, tetapi disiplin keamanannya masih lemah. Untuk PLTN ini kita minta pemerintah membatalkannya. Tidak ada jaminan dari pemerintah dari segi keamanan terhadap dampak bahaya nuklir, maka selama itu pula akan terjadi ketakutan di masyarakat yang berujung pada penolakan.”

“NU pernah mengeluarkan fatwa larangan tentang pembangunan PLTN di wilayah Indonesia saat kepemimpinan Hasyim Muzadi. Ini pun sudah disampaikan kepada Presiden,” ujar  Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dalam penutupan Rapat Pleno Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pondok Pesantren Krapyak Bantul, Yogyakarta, sebagaimana dikutip laman Tempo.co, 28 Maret 2011.

Terkait