Warga Korea Selatan Serbu Garam Laut Jelang Pembuangan Air Limbah Radioaktif PLTN Fukushima Jepang
PLTN Fukushima di Jepang. (Wikimedia Commons/IAEA Imagebank)

Bagikan:

JAKARTA - Warga Korea Selatan bergegas menimbun garam laut di tengah meningkatnya kekhawatiran atas potensi bahaya kesehatan yang berasal dari pembuangan air limbah radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang yang lumpuh pada bulan ini, menurut pejabat industri Selasa.

Pada Hari Senin, Jepang mulai melakukan uji coba selama dua minggu pada proses pembuangan air yang mengandung tritium, sebuah isotop hidrogen, dari PLTN Fukushima Daiichi yang rusak, setelah dihantam tsunami yang dipicu oleh gempa bumi pada Bulan Maret 2011.

Sebuah toko Suhyup, atau Federasi Nasional Koperasi Perikanan di Sinan, Provinsi Jeolla Selatan, menaikkan harga 20 kilogram garam yang diproduksi pada tahun 2021 dari 25.000 won menjadi 30.000 won, mulai Kamis lalu.

Menurut toko tersebut, jumlah garam yang sama diperdagangkan dengan harga 14.000 won pada Bulan April lalu. Diketahui, Sinan menyumbang sekitar 85 persen dari produksi garam di negara itu.

"Kami biasanya menjual 10 kantong garam tersebut dalam sehari, tetapi dengan meningkatnya berita tentang pembuangan air limbah Fukushima, sekitar 1.000 kantong telah terjual," kata seorang pejabat dari toko tersebut, melansir Korea Times 13 Juni.

"Kami tidak punya pilihan selain menaikkan harga, karena meningkatnya biaya personil dan pengiriman," tandasnya, menambahkan garam tersebut saat ini sudah terjual habis di situs webnya.

Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan Jepang membantah kenaikan harga garam disebabkan oleh penimbunan di tengah-tengah masalah Fukushima.

"Penyebab utama kenaikan harga garam adalah penurunan produksi karena lebih banyak hari hujan daripada biasanya dan penimbunan oleh para pengecer untuk persiapan musim hujan," jelas seorang pejabat kementerian.

Namun, para pelaku industri memiliki pandangan yang berbeda. Mereka mengatakan, meskipun produksi tahun ini turun sekitar 30 persen dari tahun sebelumnya, hal ini tidak cukup untuk menjelaskan melonjaknya harga garam saat ini.

"Rencana Jepang telah membuat konsumen takut. Ini bukan satu-satunya alasan kenaikan harga garam, namun pasti berdampak," ujar seorang pejabat di sebuah ladang garam di Sinan.

Sebelumnya, Korea telah mengalami lonjakan harga garam pada Bulan Maret 2011, ketika gempa bumi besar dan tsunami melanda Jepang, merusak sistem pendingin PLTN Fukushima. Pada saat itu, harga pasar untuk 20 kilogram garam adalah 10.500 won, naik 93 persen dari tahun sebelumnya.

Pada Bulan April 2021, Pemerintah Jepang mengumumkan rencana untuk mulai melepaskan air limbah radioaktif dari PLTN Fukushima yang rusak di pantai timur Jepang ke Samudra Pasifik.

Rencana tersebut telah mengundang keberatan keras, tidak hanya dari negara-negara tetangga, tetapi juga dari penduduk lokal dan nelayan di Jepang.

Di Korea, Pemerintahan Moon Jae-in yang saat itu masih berkuasa menyatakan penolakannya terhadap rencana tersebut. Namun Pemerintahan Presiden Yoon Suk-yeol saat ini, yang telah berusaha untuk meningkatkan hubungan negara dengan Jepang, mempertahankan posisi pemerintah tidak akan dapat menghentikannya jika analisis ilmiah dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan tim inspeksi pemerintah tidak menemukan masalah.

Sementara itu, Kementerian Perikanan mengatakan, pengukuran radioaktif bulanan pada garam laut di seluruh negeri, yang dimulai pada Bulan April, sejauh ini tidak menemukan adanya radioaktivitas, dan mencatat mereka akan terus memperluas pemeriksaan dalam upaya untuk meredakan kekhawatiran.