Bagikan:

JAKARTA - Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada Hari Selasa memberikan kepastian tentang keamanan rencana Jepang untuk melepaskan air limbah radioaktif yang diolah dari PLTN Fukushima ke laut lepas, di tengah kekhawatiran China dan negara tetangga lainnya.

Dalam sebuah laporan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi kepada Perdana Menteri Fumio Kishida di Tokyo, pengawas nuklir PBB menyimpulkan rencana pembuangan air PLTN Fukushima "konsisten" dengan standar keamanan internasional, dengan "dampak radiologis yang dapat diabaikan pada manusia dan lingkungan."

Dalam pertemuannya dengan PM Kishida, Grossi mengatakan peninjauan IAEA yang dilakukan selama dua tahun "berdedikasi, ilmiah dan tidak memihak", dengan hasil Jepang memiliki semya elemen yang diperlukan untuk melanjutkan ke fase berikut.

Sementara itu, PM Kishida mengatakan Jepang akan menanggapi "dengan tulus" peninjauan tersebut dan akan terus menjelaskan rencananya kepada warga yang terkena dampak dan komunitas internasional "dengan tingkat transparansi yang tinggi."

"Kami tidak akan mengizinkan pembuangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan," ujar PM Kishida, melansir Kyodo News 5 Juli.

Terkait itu, Pemerintah Jepang berencana untuk mempelajari penilaian IAEA, sebelum membuat keputusan pasti mengenai waktu dimulainya pelepasan yang direncanakan sekitar musim panas.

Grossi sendiri menekankan dalam laporan IAEA, dokumennya bukanlah rekomendasi atau dukungan pelepasan air, dengan Pemerintah Jepang memiliki keputusan akhir tentang masalah ini sambil berkomitmen untuk melanjutkan tinjauan keselamatan selama fase pembuangan 30 tahun.

Diketahui, Pemerintah Jepang pada Bulan April 2021 mengumumkan rencana untuk mulai melepaskan air limbah radioaktif dari PLTN Fukushima yang rusak di pantai timur Jepang ke Samudra Pasifik, seperti mengutip Korea Times.

Rencana tersebut telah mengundang keberatan keras, tidak hanya dari negara-negara tetangga, tetapi juga dari penduduk lokal dan nelayan di Jepang.

Pemerintah Tokyo mengatakan, pelepasan air limbah radioaktif diperlukan untuk menonaktifkan reaktor yang lumpuh di PLTN Fukushima Daiichi, yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada Maret 2011.

Sejumlah besar air yang terkontaminasi telah dihasilkan dalam proses pendinginan bahan bakar reaktor yang meleleh. Air itu disimpan di lebih dari 1.000 tangki yang dipasang di lokasi, setelah melalui sistem pemrosesan cairan canggih yang menghilangkan sebagian besar radionuklida kecuali tritium, tetapi wadah tersebut mendekati kapasitas.

Air akan diencerkan dengan air laut hingga 1/40 dari konsentrasi yang diizinkan menurut standar keamanan Jepang, sebelum dilepaskan melalui terowongan bawah air 1 kilometer dari pembangkit listrik.

Tritium diketahui kurang berbahaya bagi tubuh manusia dibandingkan bahan radioaktif lainnya, seperti cesium dan strontium, karena memancarkan radiasi yang sangat lemah dan tidak menumpuk atau terkonsentrasi di dalam tubuh.

Sementara, PLTN di seluruh dunia secara rutin melepaskan air olahan yang mengandung tritium konsentrasi rendah dan radionuklida lainnya ke lingkungan sebagai bagian dari operasi normal, menurut badan PBB tersebut.

Terpisah, Pemerintah Korea Selatan telah mengambil sikap hati-hati terhadap rencana Jepang untuk melepaskan air limbah radioaktif, di tengah kekhawatiran publik tentang bagaimana air yang dibuang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dan lingkungan laut.

Sedangkan Kementerian Luar Negeri China mengecam tinjauan keamanan IAEA, dengan mengatakan itu "seharusnya tidak menjadi 'perisai' atau 'lampu hijau' untuk pembuangan Jepang dari air yang terkontaminasi nuklir ke laut," menambahkan laporan itu "gagal untuk sepenuhnya mencerminkan pandangan dari para ahli yang berpartisipasi dalam peninjauan."