JAKARTA - Pemerintah Korea mengatakan pada Hari Jumat, rencana Jepang untuk melepaskan air limbah dari PLTN Fukushima yang rusak telah memenuhi standar internasional, termasuk standar Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Pemerintah Seoul mengumumkan hal itu ketika mengungkapkan analisisnya yang dilakukan selama 22 bulan terhadap rencana pembuangan Tokyo. Pemerintah Korea Selatan juga mengatakan, mereka menghormati analisis IAEA tentang air limbah Fukushima, di mana badan tersebut mengevaluasi sistem pengolahan air secara keseluruhan memenuhi standar keamanan dan memiliki dampak radiologis yang dapat diabaikan pada manusia dan lingkungan.
"Setelah pemerintah menganalisis rencana pembuangan air limbah Jepang, konsentrasi total bahan radioaktif memenuhi standar pembuangan ke laut," kata Menteri Koordinasi Kebijakan Pemerintah Bang Moon-kyu dalam konferensi pers, melansir Korea Times 7 Juli.
"Untuk tritium, analisis mendeteksi tingkat yang lebih rendah daripada standar Jepang, memenuhi standar internasional, termasuk standar IAEA," sambungnya.
Bang melanjutkan, analisis itu didasarkan pada premis air tersebut dibuang sesuai rencana, dan pertimbangan akhir hanya mungkin dilakukan setelah Jepang mengumumkan rencana pelepasan akhir dan Korea mengonfirmasi kelayakannya.
Dalam laporannya, Pemerintah Korea Selatan memperkirakan air limbah itu akan mengalir ke perairan Korea Selatan empat hingga lima tahun setelah pelepasan, mengingat arus laut mengalir ke arah yang berlawanan dengan arah Samudra Pasifik.
Lebih lanjut, Bang juga mengatakan pemerintah menghormati laporan IAEA tentang rencana pelepasan tersebut, yang diungkapkan pada Hari Selasa.
"Sudah menjadi sikap pemerintah sejak lama untuk mengakui IAEA sebagai lembaga bergengsi yang disepakati secara internasional dan kami menghormati temuannya," sebut Bang.
Namun, Bang mengatakan hasil analisis Hari Jumat hanya mengenai validitas rencana pelepasan yang diajukan oleh Jepang saat ini, menambahkan pemerintah akan melihat rencana pelepasan akhir Tokyo dan melakukan tinjauan tambahan jika ada perubahan.
Terpisah, oposisi utama Partai Demokratik Korea (DPK) mengadakan unjuk rasa di depan Majelis Nasional di Yeouido, mengutuk pemerintah karena lebih memprioritaskan hubungan dengan Jepang daripada ancaman terhadap kesehatan masyarakat.
"IAEA menyatakan dalam laporannya, mereka tidak bertanggung jawab atas hasil apa pun, dan sama sekali mengabaikan kerusakan yang mungkin dihadapi negara-negara tetangga," sebut Ketua DPK Lee Jae-myung.
BACA JUGA:
"Pemerintah terobsesi untuk menyembunyikan krisis yang mungkin terjadi akibat pelepasan air yang terkontaminasi, hanya mengkhawatirkan kemungkinan kemunduran dalam memperbaiki hubungan Korea-Jepang," lanjutnya.
DPK menuntut Presiden Yoon Suk Yeol untuk menolak analisis IAEA dan meminta Jepang untuk menunda rencana pembuangannya hingga verifikasi yang ilmiah, obyektif dan netral dapat dilakukan.
Diketahui, Direktur IAEA Rafael Grossi akan tiba di Korea Selatan pada Jumat malam, setelah sebelumnya berada di Jepang, untuk kunjungan tiga hari, berencana bertemu dengan Menteri Luar Negeri Korea Park Jin serta Kepala Komisi Keamanan dan Keselamatan Nuklir Yoo Guk-hee.