JAKARTA - Aksi teror di negeri adidaya macam Rusia bukan barang baru. Rusia berkali-kali didera serangan terorisme. Aksi yang paling diingat adalah drama penyanderaan oleh milisi Chechnya pada 2002. Milisi yang dilengkapi bahan peledak dan senjata itu mencoba menyandera seisi Teater Dubrovka, Moskow.
Pemerintah Rusia berang bukan main. Empunya kuasa bak tak ingin bernegosiasi lagi dengan kelompok teror. Aksi penyelamatan pun dilakukan. Alih-alih minim korban, aksi itu justru membuat korban jiwa berjatuhan justru setelah diselamatkan.
Keruntuhan Uni Soviet disambut dengan gegap gempita oleh bangsa sekitarnya pada 1991. Satu demi satu bangsa mulai mendeklarasikan kemerdekaannya dan lepas dari Uni Soviet. Republik Chechnya pun melakukannya.
Kemerdekaan itu nyatanya tak direstui Rusia. Empunya kuasa ingin Chechnya jadi bagiannya. Invasi pun dilakukan sedari 1994. Pemimpin milisi Chechnya mulai dihabisi. Kuasa itu membuat Rusia banyak dibenci oleh kelompok milisi Chechnya yang tersisa.
Banyak kelompok milisi Chechnya yang ingin Rusia segera angkat kaki. Namun, opsi perang terbuka bukan solusi. Mereka pun bergerak melakukan serangkaian teror kepada warga sipil Rusia di kota-kota besar. Milisi Chechnya menyebutnya sebagai siasat menekan Rusia.
Teror yang paling diingat adalah drama penyanderaan di Teater Dubrovka, Moskow pada 23 Oktober 2002. Mulanya ratusan orang mendatangi teater Dubrovka dengan penuh suka cita. Kedatangan itu dilangsungkan untuk menyaksikan pertunjukan musik Nord-Ost yang kesohor.
Tawa gempira hadir di seantero teater. Semuanya berubah kala sekelompok milisi Chechnya pimpinan Movsar Barayev memasuk teater pada pukul 22:15. Seisi Teater pun panik dan ketakutan melihat sekitar 40 milisi Chechnya bersenjata lengkap hadir di teater.
Milisi itu lalu menyandera 850 orang penonton. Sisa penonton anak-anak dilepas untuk menyelamatkan diri. Penyanderaan itu didedikasi khusus supaya seluruh pasukan Rusia segera angkat kaki dari Chechnya.
“Ketika keruntuhan Uni Soviet semakin cepat pada tahun 1991, para pemimpin di Chechnya mendeklarasikan kemerdekaan. Rusia menginvasi Chechnya pada tahun 1994, dan pertempuran bertahun-tahun menghancurkan wilayah tersebut. Ketika kota-kota mereka dilenyapkan oleh pasukan Rusia, milisi Chechnya menyerukan strategi baru, yang berarti taktik gerilya di Chechnya dan serangan terhadap warga sipil di Rusia.”
“Dalam konteks inilah sekitar 40 pejuang Chechnya yang bersenjata lengkap di bawah kepemimpinan panglima perang, Movsar Barayev memasuki teater Moskow selama pertunjukan musikal populer Rusia Nord-Ost dan menyandera 850 orang penonton. Orang-orang Chechnya, yang telah mempersiapkan serangan selama berbulan-bulan sebelumnya, menuntut penarikan seluruh pasukan Rusia dari tanah air mereka,” tertulis dalam laman Britannica.
Gas Beracun Mematikan
Pemerintah Rusia merespons dengan mengajak milisi Chechnya bernegosiasi. Mulanya negosiasi berjalan lancar untuk satu dua hari. Belakangan tuntutan semakin besar dan keduanya pihak menemukan jalan buntu. Milisi Chechnya pun mengancam akan membunuh para sandera.
Pasukan khusus, Spetsnaz pun diutus. Pasukan yang notabene telah melakukan pelatihan pembebasan setelah informasi penyanderaan didapat, mulai bersiap-siap. Aksi penyelamatan dilangsungkan pada Sabtu dini hari, 26 Oktober 2002.
Siasat dimainkan. Mereka melemparkan gas yang dianggap beracun ke gedung teater. Opsi menggunakan gas nyatanya ampuh. Seisi teater –penyandera dan Sandera—langsung tertidur dan lemas. Pasukan Spetsnaz lalu membunuh 40 orang penyandera, tanpa terkecuali.
Mereka hanya membutuhkan waktu 45 menit saja untuk membereskan seluruh kelompok bersenjata. Masalah muncul. Ratusan sandera yang dibawa keluar justru mengalami kemunduran kesehatan. Banyak yang muntah-muntah. Banyak pula yang tak sadarkan diri.
Kondisi itu membuat korban jiwa mulai berjatuhan. Total 130 orang meninggal dunia. Semuanya dicurigai Karena gas beracun yang dihirup terlalu banyak. Sekalipun tim medis sendiri yang datang bak regu penyelamat dianggap tak siap. Bahkan, ada sandera kritis yang diangkut dengan bus kota.
Pemerintah Rusia merespons datar saja. Empunya kuasa tak pernah mau terbuka dengan jenis gas yang digunakan. Pemerintah bak tak terlalu peduli dengan jatuhnya banyak korban jiwa, asal penyandera berhasil dilumpuhkan.
Alih-alih membuka fakta, pemerintah justru terus berkelilit dan menyatakan gas bukan penyebab utama kematian sandera. Sekalipun kematian sandera yang tinggi itu membuat seisi Rusia memperingati tanggal 26 Oktober 2002 sebagai Hari Berkabung Nasional.
BACA JUGA:
“Beberapa orang yang selamat yang melarikan diri dengan luka yang tidak terlalu parah mengatakan bahwa mereka menutupi wajah mereka dengan sapu tangan atau pakaian basah. Upaya itu untuk meminimalkan paparan gas terhadap mereka. Seorang sandera, seorang ekonom, mengatakan bahwa beberapa penyandera juga melakukan hal yang sama.”
“Banyak sandera yang sudah tertidur ketika penggerebekan dimulai sebelum fajar. Beberapa orang yang diwawancarai hari itu mengatakan bahwa mereka hanya dapat mengingat sedikit tentang apa yang terjadi. Mereka yang terjaga hanya memiliki sedikit ingatan tentang tembakan dan ledakan. Namun, dengan cepat kehilangan kesadaran,” ujar Michael Wines dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul Hostage Drama In Moscow (2002).