JAKARTA - Narasi bumi yang tak layak huni sering diangkat ke layar lebar. Sutradara Kesohor, Roland Emmerich pun tak mau ketinggalan. Ia kepincut untuk menggabungkan narasi kerusakan bumi dan ramalan Suku Maya terkait kiamat dunia terjadi pada 12 Desember 2012.
Film bertajuk 2012 lahir. Film itu laris manis di pasaran. Namun, pro dan kontra terkait 2012 muncul. Di Indonesia, apalagi. Kehadiran flim itu membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) terbelah. Ada yang mengharamkan. Ada pula yang bersikap biasa saja.
Urusan membuat ramalan, orang zaman lampau jagonya. Narasi itu bukan pepesan kosong belaka. Tiap peradaban kuno bak memiliki ramalannya sendiri dalam memprediksi masa depan. Suku Maya yang berasal dari Amerika Tengah tak mau ketinggalan.
Mereka mencoba memprediksi kiamat dunia akan terjadi pada 12 Desember 2012. Ramalan itu sebenarnya tak banyak dipercaya pada era modern. Namun, Sutradara Kesohor Roland Emmerich punya pikiran lain.
Sutradara yang beken dengan film Independence Day (1996) dan The Day After Tomorrow (2004) mencoba ‘meminjam’ ramalan Suku Maya jadi latar film terbarunya: 2012. Ia mencoba memberikan gambaran cerita bumi yang tak lagi layak huni dengan bencana yang datang silih berganti.
Kiamat itu digambarkan hadir dalam kehidupan Jackson Curtis (John Cusack) dan Kate (Amanda Peet). Keduanya pasangan itu telah bercerai. Jackson digambarkan sedang berjuang mendapatkan kembali cinta dari mantan Istrinya dan kedua anaknya.
Nahas, rencana itu terganggu karena bumi yang sedemikian rusak mulai hadirkan ragam bencana dalam waktu yang cepat. Jackson dan keluarganya lalu sibuk menyelamatkan diri sendiri. Formula ramalan Suku Maya dianggap berhasil.
Ramuan ramalan zaman lampau dan kedahsyatan special effect kerusakan bumi bawa film 2012 melejit. Sekalipun ramalan Suku Maya telah diragukan oleh banyak ilmuwan. Tanggal 21 Desember 2012 justru disebut sebagai penanggalan akhir Suku Maya.
Alias, jika melewati tanggal itu, penanggalan akan kembali dari awal lagi. Roland Emmerich nampak tak peduli. Sebab, film itu mampu meraih keuntungan melimpah. Banyak orang yang mencoba menonton sedari awal penayangan pada 13 November 2009. Bahkan, beberapa di antara seraya ingin membuktikan bahwa kiamat benar terjadi atau tidak di pengujung tahun 2012.
“Jarang sekali sebuah film yang tak memiliki waralaba, atau tak berasal dari adaptasi novel terkenal yang dapat memberikan hasil yang luar biasa. Film 2012 pun membuktikan dengan anggaran sebesar 200 juta dolar AS dapat menjelma jadi film yang mendapatkan pendapatan tinggi.”
“Film itu mampu memberikan gambaran sempurna terkait musim panasnya: makan popcorn ukuran besar dan lezat. Sekalipun sebagian besar ulasan film negatif. Film itu terus dipromosikan. Bahkan, empunya film tak perlu susah-susah mencari ide promosi. Mereka cuma butuh mengisi papan reklame dengan tulisan: pencarian: 2012. Sebab, pencarian tahun itu dianggap yang paling banyak cari di Google dan mengeluarkan jawaban terkait kiamat tahun 2012,” terang Brooks Barnes dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul ‘2012’ Opening Earns $65 Million (2019).
Beda Sikap MUI
Kehadiran film 2012 membawa rasa penasaran di seantero dunia. Banyak orang penasaran bagaimana kiamat yang digambarkan oleh Emmerich. Mereka ingin menyaksikan langsung film 2012. Satu demi satu negara kemudian mulai memutar film 2012.
Indonesia jadi salah satunya. Namun, kehadiran film itu mendapatkan tentangan. MUI cabang Malang, Situbondo, dan Banjarmasin jadi paling bersuara. Ketiganya mendesak film itu dihentikan peredarannya. Fatwa haram dikeluarkan untuk mendukung bahwa film 2012 berbahaya bagi umat Islam.
Fatwa haram itu dihadirkan karena tiada manusia yang boleh menentukan hari ataupun tahun kiamat. Semua itu adalah kuasa dari Sang Pencipta. Narasi yang membawa ramalan Suku Maya jelas dianggap sesat.
BACA JUGA:
Kondisi itu bahkan mendorong MUI Situbondo mulai merazia sederet warung internet (warnet). Razia itu dilakukan supaya pengunjung warnet tak mengunduh film 2012 dan disebar secara luas. Masalah muncul.
MUI Pusat dan cabang MUI lainnya justru tak berpikiran sama. Mereka menganggap memang dibolehkan MUI daerah mengeluarkan fatwa. Akan tetapi, lebih baik jika persoalan fatwa dibahas terlebih dahulu dengan MUI Pusat. Mayoritas ulama di MUI Pusat pun menyakini film 2012 tak perlu dilarang.
Film itu dianggap sebagai tontonan biasa yang penuh rekayasa komputer dan lainnya. Perihal kiamat yang jadi latar film tak perlu jadi perhatian serius. Semuanya karena urusan kiamat hanya berada ditataran imajinasi pembuat film supaya tontonan menghibur.
Istimewanya penolakan dari ketiga cabang MUI pun justru bak jadi alasan film itu kian populer di Indonesia. Karenanya, film itu mampu mengundang antusias banyak orang untuk datang menonton ke bioskop.
"Mengenai kapan terjadinya hari kiamat merupakan kuasa dari Sang Pencipta. Jadi, kita tidak boleh menentukan hari ataupun tahunnya. Jika hal itu terjadi maka bisa menyesatkan," kata Ketua MUI Kabupaten Malang, K.H. Mahmud Zubaidi sebagaimana dikutip Antara, 20 November 2009.