JAKARTA – Sejarah hari ini, 33 tahun yang lalu, 1 Februari 1991, Presiden Afrika Selatan, Frederik Willem (FW) de Klerk jadi tokoh kunci dalam menghapus politik apartheid. Ia mengumumkan akan menghapus seluruh produk hukum yang melegalkan kebijakan rasis itu eksis.
Sebelumnya, apartheid dikenal sebagai kebijakan rasis yang mengatur perkara pemisihan ras, kulit putih dan hitam. Barang siapa yang berkulit hitam akan ditempatkan dalam strata terendah. Semuanya untuk memelihara supresmasi ras kulit putih di Afrika Selatan.
Rasisme pernah menjelma jadi bagian paling menyakitkan dari penjajahan. Di Afrika Selatan, misalnya. Kaum kulit putih rasis yang menghimpun diri dalam Partai Nasional Afrika ingin membawa Afrika ke arah baru pada 1948.
Mereka kemudian mendeklarasikan Afrika Selatan sebagai negara kulit putih. Narasi itu membuat kelompok ras lain –kulit hitam—tak memiliki hak sebagai warga negara. Hak asasinya dilanggar, bahkan mereka diperlakukan tak manusiawi.
Kebijakan itu kemudian dikenal dengan politik apartheid. Kehadiran apartheid menciderai orang kulit hitam di seisi Afrika Selatan. Mereka tak dianggap setara. Sekalipun ada pula kaum kulit putih yang coba memberlakukan kaum kulit hitam setara.
Masalah muncul. Kaum kulit putih yang melakukan itu akan diganjar hukuman karena memberi edukasi ke kaum kulit hitam. Perlakuan rasis pun ditentang oleh orang-orang kulit hitam. Mereka menuntut penghapusan politik apartheid.
Perlawanan terhadap apartheid muncul di mana-mana. Bahkan, kelompok kulit hitam Afrika Selatan memilih berserikat, termasuk Nelson Mandela. Mereka ikut mengecam tindakan rasis lewat African Nasional Congress (ANC).
Pemerintah kulit putih tak tinggal diam. Empunya kuasa bergerak cepat dengan mematikan asa pergerakan. Mereka yang dianggap vokal menentang apartheid segera diringkus dan dimasukan penjara. Nyatanya, opsi itu justru jadi pemantik dari kian banyaknya aksi menentang kuasa kulit putih.
“Seorang Afrika (pribumi) dilarang melakukan kerja yang memerlukan kecakapan, dalam industri bangunan di kota manapun yang untuk orang kulit putih. Seorang kulit putih yang beberapa jam dalan seminggu di rumahnya sendiri menggunakan waktunya untuk mengajar pelayannya yang berkulit hitam supaya bisa membaca, dianggap bersalah melakukan kejahatan kriminal.
"Siapa saja yang menyediakan pendidikan khusus untuk anak-anak Afrika yang cacat, tanpa persetujuan Menteri Pendidikan, dianggap bersalah melakukan kejahatan kriminal. lzin tak akan diberikan kepada orkes orang kulit putih untuk mengiringi paduan suara orang-orang Afrika yang mengadakan pertunjukan, meskipun para penonton yang putih dengan yang hitam sudah dipisahkan,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Kejahatan Menurut Apartheid (1976).
Kebijakan apartheid pun berlangsung lama. Perlawanan dari kaum kulit hitam pun kian masif. Namun, bunyi ‘gong’ pembawa perubahan muncul dari seorang Presiden Afrika Selatan era 1989-1994. F.W de Klerk, namanya.
Kepemimpinannya berbanding terbalik dengan pemimpin Afrika Selatan sebelumnya. Sekalipun De Klerk sendiri adalah kaum kulit putih. Laku hidupnya justru mendukung kaum pergerakan kulit hitam. De Klerk ikut berjuang menghapus kebijakan apartheid. Ia ikut membebaskan tokoh kulit hitam, Nelson Mandela dari penjara.
Aksi De Klerk yang kemudian dikenang dunia. Aksinya pun tak berhenti sampai situ. Ia juga turut pasang badan dan mengumumkan akan menghapus seluruh produk hukum yang melegalkan kebijakan apartheid. Narasi itu diungkapnya pada 1 Februari 1991.
Sikap itu sangat berarti bagi orang kulit hitam di seisi Afrika Selatan. Hasilnya menggelegar. Produk hukum yang melegalkan apartheid satu demi satu dihapus secara bertahap. De Klerk juga membantu pemimpin perjuangan mempersiapkan pemilihan presiden dan menyusun konstitusi baru. Perannya sebagai salah satu tokoh kunci penghapusan apartheid diapresiasi dengan Nobel Perdamaian pada 1993.
BACA JUGA:
“Presiden De Klerk hari ini bergerak untuk menghancurkan landasan hukum apartheid. Ia mengumumkan akan menghapus undang-undang yang tersisa yang telah lama menjadi landasan ideologi diskriminasi rasial di Afrika Selatan.”
“Dalam pidato pembukaan sidang Parlemen tahun 1991, De Klerk mengatakan undang-undang akan segera diberlakukan untuk mencabut Undang-Undang Pertanahan tahun 1913 dan 1936, yang mencadangkan sebagian besar tanah negara untuk minoritas kulit putih, Undang-undang Kawasan Kelompok tahun 1966, dan Undang-Undang Komunitas Kulit Hitam tahun 1984, yang menetapkan status terpisah antara kulit putih dari kota-kota kulit hitam,” terang Christopher S. Wren dalam tulisannya di surat kabar The New York Times berjudul South Africa Moves to Scrap Apartheid (1991).