JAKARTA – Sejarah hari ini, 112 tahun yang lalu, 12 Desember 1911, Raja Inggris, George V mengumumkan perpindahan Ibu Kota India dari Kolkata ke New Delhi. Perpindahan itu dilanggengkan karena gejolak sosial yang tinggi jika Kolkata masih jadi pusat pemerintahan.
Sebelumnya, penjajah Inggris telah mengubah Kolkata yang notabene desa nelayan jadi ramai. Kolkata dijadikan pusat pemerintahan. Sederet pembangunan besar hadir di Kolkata. Dari jejeran rumah mewah hingga kantor-kantor penjajah kolonial.
Eksistensi Inggris di India tak lepas dari pengaruh kongsi dagang Inggris, East India Company (EIC). Kongsi dagang itu mulanya menginjakkan kaki di India di bawah pimpinan Job Charnock pada 1690. Kedatangan Charnock jadi peletak dasar kolonialisme Inggris di India.
Kedatangan itu membuat Charnock melirik sebuah wilayah yang dihuni nelayan. Kondisi Dagang Inggris pun mulai mendirikan kota perdagangan di sana. Kolkata, namanya. Pembangunan kota Itu mendapatkan restu dari penguasa setempat.
Mereka ingin mendapatkan persenan dari perdagangan rempah yang dilanggengkan Inggris. EIC pun menginvestasikan dana besar-besaran membangun Kolkata. Mereka mulai membangun banyak hal. Dari pusat pemerintahan hingga agama.
Semua itu dilanggengkan supaya India jadi pusat kekuasaan Inggris yang menguntungkan. India dijadikannya bak negeri koloni. Kondisi itu membuat orang-orang Inggris berdatangan ke India. Mereka datang dan jadikan India bak rumah kedua.
Kolkata kian berkembang. Kolkata jadi pionir dalam segala hal, dari urusan ekonomi hingga kesehatan. Seisi India pun memiliki mimpi untuk datang dan mengubah hidup di Kolkata. Namun, membangun Kolkata bukan urusan mudah.
Perang dan wabah penyakit jadi hambatan utama eksistensi. Penjajah Inggris pun tak diam saja. Mereka terus membangun dan memperbaiki hajat hidup di Kolkata.
“Secara bertahap, ketika kekuasaan Inggris meluap, seluruh India utara menjadi berpusat di pelabuhan Kolkata. Penghapusan bea masuk dalam negeri pada tahun 1835 menciptakan pasar terbuka di Kolkata, dan pembangunan jalur kereta api (dimulai pada tahun 1854) semakin mempercepat perkembangan bisnis dan industri.”
“Pada saat itulah Grand Trunk Road (Jalan utama) dari Kolkata ke Peshawar (sekarang di Pakistan) selesai dibangun. Kepentingan dagang, perbankan, dan asuransi Inggris berkembang pesat. Sektor Kolkata di India juga menjadi pusat perdagangan yang sibuk dan dipenuhi oleh orang-orang dari seluruh India dan banyak wilayah Asia lainnya. Kolkata menjadi pusat intelektual di benua itu,” tertulis dalam laman Britannica.
Eksitensi Kolkata berlangsung lama. Ragam kepemimpinan tetap membuat Kolkata jadi pusat kekuasaan kolonial. Semuanya berubah kala memasuk era 1910-an. Penjajah Inggris mulai menyadari bahwa Kolkata dirasa memiliki banyak kekurangan sebagai pusat kuasa.
Kuasa Inggris diramalkan akan berakhir kala tetap menjadikan Kolkata sebagai ibu kota. Banyak di antara kaum bumiputra setempat mulai melawan penjajahan. Opsi memindahkan pusat pemerintahan pun dilanggengkan.
Kuasa Kolkata mulai diganti oleh New Delhi jadi Ibu Kota India oleh Penguasa Inggris, George V pada 12 Desember 1911. Raja Inggris yang pertama kali menginjakkan kaki di India menginginkan kehadiran New Delhi sebagai mercusuar kuasa Inggris di tanah India. Perpindahan itu membuat pembangunan kian masif di New Delhi.
BACA JUGA:
“New Delhi secara harfiah dimulai sebagai dekrit kekaisaran. Pada bulan Desember 1911, Raja George V melakukan perjalanan ke Delhi untuk dimahkotai sebagai kaisar India pada sebuah durbar, atau pertemuan yang rumit. Ia adalah Raja Inggris pertama yang menginjakkan kaki di tanah India. Setelah beberapa hari upacara di kota sementara yang terdiri dari sekitar 40.000 tenda dan dilengkapi sistem kereta api sendiri.”
“Raja George V menawarkan dua anugerah kepada rakyatnya: Pertama, ia mencabut pembagian Benggala, sebuah tindakan yang telah memicu kekerasan agitasi anti-Inggris. Kedua, ia mengumumkan pembentukan kota baru di sekitar Delhi untuk menggantikan Kolkata sebagai ibu kota kekaisaran. George berharap kota ini akan menjadi perpaduan arsitektur India dan Eropa,” terang Dinyar Patel dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul New Delhi’s Controversial Birth (2011).