Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 44 tahun yang lalu, 5 November 1979, pemimpin besar Iran, Ayatollah Sayyid Ruhollah Musavi Khomeini memberi julukan kepada Amerika Serikat (AS) sebagai The Great Satan (Setan Besar). Julukan itu diberikannya karena AS dianggapnya jadi sponsor korupsi di seantero dunia.

Sebelumnya, Khomeini adalah arsitek dari Revolusi Iran. Ulama karismatik itu mampu menggerakkan seisi Iran melawan penguasa Iran, Mohammad Reza Shah Pahlavi. Khomeini tak ingin Iran di barat-baratkan oleh Reza dan AS.

Kepemimpinan Mohammad Reza Shah Pahlavi diragukan banyak pihak pada 1960. Programnya Revolusi Putih dianggap terlalu mengada-ngada. Dari pendidikan gratis hingga pemberantasan korupsi. Boleh jadi semua narasi Revolusi Putih dianggap revolusioner.

Kenyataan di lapangan justru berbeda. Program itu berdampak buruk kepada rakyat kecil. Revolusi Putih justru memunculkan ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin. Gelora protes kemudian digulirkan. Kaum komunis jadi salah satu yang paling keras bersuara.

Ayatollah Khomeini tiba di Bandara Internasional Mehrabad, Teheran pada 1 Februari 1979 dalam kepulangannya ke Iran setelah 14 tahun menjalani pengasingan di Prancis. (Wikimedia Commons)

Reza tak tinggal diam. Alih-alih mendengar kritikan, ia justru mencoba membungkam mereka yang melanggengkan kritik dengan hukuman penjara. Namun, secara tak diduga kaum ulama juga bergerak. Alim ulama Muslim mulai merasakan kepemimpinan Reza banyak mudarat, ketimbang manfaat.

Ayatollah Khomeini, misalnya. Ia adalah ulama yang menentang kuasa ke barat-baratan Syah Reza. Ia memilih jadi oposisi Syah Reza. Kritik pun terus dilontar. Sekalipun konsekuensi yang didapat begitu berat.

Khomeini pun menentukan pilihan. Ia memilih diusir ketimbang membenarkan yang Reza lakukan. Pengusiran itu membuat simpatisan Khomeini kian bertambah. Khomeini tak tinggal diam. Ia mencoba berpindah-pindah negara untuk dapat terus membakar semangat seisi Iran.

Pucuk dicinta ulam tiba. Revolusi Iran meletus pada 1979. Hasilnya gemilang. Revolusi itu mengubah Iran dari Monarki jadi Republik Islam yang dipimpin oleh Khomeini.

Demonstran di Teheran pada 5 Juni 1963 membawa foto Rohullah Khomeini dalam demonstrasi menentang penangkapan politisi dan tokoh agama tersebut oleh Shah Iran, Mohammad Reza Pahlevi. (Wikimedia Commons)

“Sejak awal 1960-an ia sudah tampil sebagai tokoh oposisi bagi Mohammad Reza Pahlevi yang sedang membaratkan Iran. Usir dia dari Iran. Titah Reza pada 1964. Maka, Khomeini bersama sejumlah pengikut hengkang ke Turki. Tapi di sana ia tak berkutik. la harus berhadapan dengan gelombang raksasa sekularisasi. Setahun kemudian Khomeini membangun markas komando di Najaf, Irak.”

“Menghindar disikat agen SAVAK (Dinas Rahasia Iran), Oktober 1978 Khomeini kabur ke desa Neauphle-le-Chateau, di pinggiran Paris, Prancis. Di sana ia rajin mencetak brosur, pamflet politik, merekam suaranya dalam kaset, lalu dikirim ke Iran untuk menjadi sumber semangat dan inspirasi rakyat menumbangkan rezim Reza,” terang Praginanto dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Sang Imam Telah Pergi (1989).

Kemenangan Khomeini dan rakyat Iran disambut dengan gegap gempita. Namun, sikapnya kepada AS yang notabene sekutu Reza tak pernah berubah. Ia kerap mengumandangkan bahwa AS adalah biang keladi kekacauan Iran, kemudian dunia. Apalagi, AS disebutnya sebagai muara dari banyaknya korupsi di dunia.

Khomeini bahkan menjuluki AS sebagai The Great Satan pada 5 November 1979. Julukan itu dianggap Khomeini sebagai narasi yang paling tepat menggambarkan AS. Negeri Paman Sam itu kerap ikut campur dalam politik luar negeri negera lain dan tentu saja AS semakin buruk citranya karena mendukung pendudukan Israel di bumi Palestina.

“Ayatollah Khomeini berulang kali menggunakan kebencian terhadap Amerika Serikat – ia menyebutnya sebagai Setan Besar – untuk meningkatkan dukungan bagi revolusinya, di tengah tanda-tanda meningkatnya perselisihan internal mengenai berlanjutnya penyanderaan Kedutaan Besar Amerika. Motif lain anti-AS Ayatollah adalah visinya menyebarkan revolusi fundamentalis ke seluruh dunia Islam,” tulis dalam laporan surat kabar The New York Times, 5 Juni 1989.