Untung Suropati Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dalam Sejarah Hari Ini, 3 November 1975
Potret pahlawan Indonesia asal Bali, Untung Suropati. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 48 tahun yang lalu, 3 November 1975, Presiden Soeharto menetapkan sosok Untung Suropati sebagai pahlawan nasional. Penetapan itu dilanggengkan karena keberanian Untung Suropati melawan serdadu maskapai dagang Belanda, VOC.

Sebelumnya, Untung Suropati pernah menjadi perwira Kompeni. Ia diajari banyak hal oleh Belanda. Semuanya berubah karena Belanda kerap mengejek Untung. Amarahnya memuncak, perlawanan dilanggengkan. Ia pun jadi buronan nomor satu Kompeni.

Nasib budak era penjajahan Belanda tak semuanya nelangsa. Budak asal Bali yang dikenal sebagai Untung Suropati, misalnya. Ia jadi budak beruntung karena mendapatkan tuan yang baik nan peduli. Tuan Moor, namanya.

Seorang Belanda itu mengajarkan Untung banyak hal. Untung pun kerasan bersamanya di Batavia (kini: Jakarta). Satu-satunya masalah terhadap Untung adalah keberaniannya menikah diam-diam dengan putri Tuan Moor, Suzanne.

Lukisan siasat Untung Suropati mengepung pasukan VOC yang dipimpin Kapten Tack. (Wikimedia Commons)

Narasi itu membuat Untung dalam masalah. Untung dianggap melanggengkan perkawinan terlarang. Sebab, orang Belanda dianggap terhina menikah dengan kaum bumiputra. Untung lalu dijebloskan ke dalam penjara dan disiksa.

Penyiksaan itu tak mudah dilupakan oleh Untung. Kebencian terhadap Kompeni pun dipupuknya. Akhirnya, ia dapat melarikan diri. Untung tak lantas bersembunyi. Ia terus memancing perhatian Belanda sebagai seorang penyamun. Belanda pun coba menundukkannya.

Beruntung Belanda kekurangan serdadu. Untung yang telah ditangkap lalu dijadikan serdadu. Namun, eksistensi Untung sebagai serdadu Belanda harus berakhir. Ia tak tahan diri dan bangsanya dihina. Aksi melawan balik Belanda pun dilanggengkan.

Ia mencoba bersekutu dengan raja-raja di Jawa untuk melawan Belanda. ia mampu menjebak serdadu VOC yang dipimpin Kapten Tack sehingga banyak merenggang nyawa. Narasi itu buat Untung jadi buronan nomor satu Kompeni. Kekesalan Belanda kian meningkat kala mengetahui Untung dapat menaklukkan Pasuruan dan jadi bupati dengan gelar Adipati Aria Wiranegara.

Lukisan keluarga saudagar Belanda yang bekerja untuk VOC, Pieter Cnoll (sekitar 1625-1672) dan istrinya yang keturunan Eurasia, Cornelia van Nieuwenrode, serta anak mereka Catharina dan Hester. Budak lelaki di latar belakang adalah Untung Suropati. Lukisan ini karya J.J Coeman pada 1665. (Rijksmuseum Amsterdam)

Belanda pun menggerakan segala pasukannya untuk melawan Untung. Malang tak dapat ditolak. Untung tewas kala dikepung Belanda dan sekutunya.

“Kemudian, Kompeni bersama dengan sekutu-sekutunya menyerang kuasa Untung Suropati di Jawa Timur. Maka terjadilah serangkaian pertempuran-pertempuran. Di kedua belah pihak jatuh korban. Akhirnya Untung Suropati bertahan di Benteng Bangil.”

“Kemudian terjadi pertempuran di Bangil antara pasukan-pasukan Untung Suropati dengan pasukan Kompeni. Di dalam pertempuran Untung Suropati mendapat luka-luka berat dan terpaksa harus diangkut ke garis belakang. Pada tanggal 5 November 1706 Untung Suropati wafat,” ungkap Sagimun M.D. dalam buku Jakarta dari Tepian Air ke Kota Proklamasi (1988).

Perjuangan Untung Suropati melawan Belanda menginsprasi banyak orang. Presiden Soeharto, salah satunya. Keberanian Untung kerap diceritakan kembali oleh Soeharto dan Orde Baru (Orba) dalam banyak kesempatan. Ia ingin bangsa Indonesia mengenal Untung.

Sebagai bentuk penghargaan, Untung kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 3 November 1975. Penetapan itu kian menegaskan bahwa keberanian Untung Suropati layak untuk diteladani oleh seisi Indonesia.

“Demikianlah atas jasa dan pengorbanan yang beliau berikan itu mengandung suri tauladan bagi rakyat Indonesia, bagi generasi muda Indonesia. Maka Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 106/TK/Tahun 1975 telah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Untung Suropati,” terang Ratnawati Anhar dalam buku Untung Suropati (1984).