Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 23 tahun yang lalu, 2 November 1932, pemerintah Australia kumandangkan perang lawan burung emu. Perang itu dilanggengkan karena populasi hewan endemik Australia itu terus meningkat dan mengganggu panen petani. Perang itu kemudian dikenal sebagai The Great Emu War.

Sebelumnya, banyak veteran Perang Dunia I memilih profesi sebagai petani. Profesi itu dilanggengkan karena banyak veteran yang mendapatkan tanah dari pemerintah. Namun, burung emu mengacaukan segalanya.

Militer Australia pernah diperhitungkan di dunia. Semua itu karena keterlibatan Australia dalam Perang Dunia I. Empunya kuasa terus mengirim pasukan militernya membela panji pasukan sekutu (Inggris, Rusia, dan lainnya).

Hasilnya gemilang. Pasukan sekutu menang lawan blok sentral – Jerman, Austria, Hongaria, Kesultanan Ottoman, dan Bulgaria. Kemenangan itu membuat militer Australia pulang dengan suka cita setelah Perang Dunia I berakhir pada 1918.

Pemerintah Australia pun tak melupakan jasa militernya. Mereka yang masih eksis tetap melanjutkan karier militer. Sedang mereka yang pensiun banyak diberikan sebidang tanah. Bekal itu diberikan supaya nasib veteran perang terjamin di hari tua.

Beberapa petani Australia berkumpul di sekitar sumber air untuk mencegah invasi gerombolan burung Emu. (Wikimedia Commons)

Kebijakan pemberian tanah disambut dengan gegap gempita. Banyak veteran merasa terbantu. Apalagi, pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk tanaman gandum. Semuanya berubah kala The Great Depression (zaman malaise) melanda.

Krisis dunia itu membawa pengaruh besar bagi petani Australia. Petani pun menyadari satu-satunya peluang melawan krisis adalah dengan mengharap dengan serius tanaman gandung. Pengairan untuk tanaman kemudian banyak dibuat di distrik Campion, Australia Barat.

Alih-alih membawa berkah, pengairan yang dibuat justru membawa dapat gerombolan migrasi burung emu. Burung endemik yang notabene hidup di pedalaman Australia justru mendatangi perkebunan milik petani dan mengacaukan ladang pertanian gandum. Kondisi itu dikarenakan terjadinya kekeringan di pedalaman Australia.

“Harga-harga jatuh ke titik di mana para petani bersiap untuk menuai panenan mereka. Nyatanya mereka merugi. Para petani makin nelangsa lagi karena hama dalam bentuk 20 ribu burung emu datang merusak ladang gandum. Burung-burung ini secara rutin bermigrasi setelah musim kawin dan mereka tiba di tanah yang bersih, dengan air yang tersedia bagi ternak.”

“Mereka menganggap lahan garapan sebagai habitat yang baik dan mulai merusak daerah pertanian gandum. Burung emu memakan tanaman gandum dan kemudian merusak sisa panen. Karena ukurannya yang besar, burung emu meninggalkan celah di pagar sehingga kelinci dapat masuk dan menimbulkan kerusakan tambahan,” terang Kalman Dubov dalam buku Journeys to the Commonwealth of Australia (2021).

Burung Emu (Dromaius novaehollandiae), unggas endemik Australia yang bertubuh besar tak dapat terbang. (Wikimedia Commons)

Pemerintah Australia menganggap migrasi besar-besaran burung emu sebagai masalah nasional. Pun dapat membuat gandum petani jadi tak laku. Menteri Pertahanan Australia, George Pearce melihat burung emu bak wabah.

Empunya kuasa tak boleh kalah dengan burung emu, pikirnya. Upaya melanggengkan pemusnahan burung emu pun dilanggengkan pada 2 November 1932. Perang itu membuat militer Australia dibekali dengan senapan mesin jenis Lewis dengan 10 ribu butir amunisi siap melawan gerombolan burung emu.

Jauh panggang dari api. Reputasi Australia dalam Perang Dunia I hancur seketika. Mereka tak dapat menaklukkan kawanan burung emu dengan senjata. Sebab, kulit burung emu terkenal keras dan pergerakannya tak dapat diduga oleh militer.

Burung emu yang menjadi korban pun tak banyak. Padahal, operasi pemusnahan telah berlangsung. Empunya kuasa justru ketiban sial. Desakan untuk menghentikan operasi pun berkumandang. Alhasil, pemerintah Australia bak mengalami kekalahan paling memalukan dalam sejarah. Perang itu berlangsung dari 2 November hingga 10 Desember 1932.

“Salah satu kegagalan itu adalah ekspedisi militer yang dilakukan oleh detasemen artileri Kerajaan Australia adalah menggunakan jangkauan teknik teknologi militer. Termasuk taktik perang bergerak dan taktik gerilya.”

“Perang emu di Australia barat, adalah salah satu yang kegagalan paling menyedihkan pihak militer Australia. Apalagi peran itu membawa kemenangan paling lengkap untuk kawanan burung emu dan perang itu justru menarik simpati publik untuk membela burung emu,” tutup laporan surat kabar The Sunday Herald berjudul New Strategy In A War On The Emu (1953).