Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 16 tahun yang lalu, 29 Oktober 2007, Cristina Fernández de Kirchner jadi presiden terpilih dalam Pilpres Argentina. Istri dari Presiden Nestor Kirchner itu mampu unggul jauh dari pesaingnya. Kemenangan itu membuat seisi negara menyambutnya sebagai Presiden Argentina yang baru.

Sebelumnya, suaminya, Nestor Kirchner telah diramal akan menjadi pemimpin masa depan Argentina. Sosok Nestor dikenal luas cakap sebagai pejabat negara. Modal itu membuatnya dapat restu rakyat untuk jadi penguasa Argentina.

Nestor Kirchner lihai memanfaatkan popularitasnya dalam memenangkan Pilpres Argentina 2003. Ia yang notabene seorang Gubernur Provinsi Santa Cruz memililiki prestasi gemilang. Daerah yang ditanganinya berkembang pesat.

Ia datang bak juru selamat di Santa Cruz. Ia mampu membawa provinsinya menjauh dari gerbang resesi ekonomi. Prestasi itu membuatnya digadang-gadang sebagai pemimpin masa depan Argentina. Dukungan pun berdatangan. Utamanya dari partainya sendiri, Partai Justisialis.

Dukungan itu membawanya melaju untuk memenangkan Pilpres 2003. Keputusan itu nyatanya tak mulus amat. Ia dihadapkan dengan lawan yang kuat. Carlos Menem, namanya. Menem bukan orang sembarangan. Ia adalah mantan Presiden Argentina era 1989-1999.

Cristina Fernández de Kirchner. (Wikimedia Commons)

Menem sangat berambisi jadi Presiden Argentina kali kedua. Seperti sudah ditebak, Menem jadi lawan terkuat Nestor. Menem mampu menang tipis pada Pilpres putaran pertama. Kemenangan itu justru membuat Menem diragukan akan memenangkan putaran kedua.

Persentase Menem dalam jejak pendapat yang digelar salah satu lembaga survei justru kalah dalam putaran dua. Jejak pendapat itu mengungkap Nestor akan meraih hampir 70 persen, mengalahkan Menem yang hanya meraih sisanya.

Namun, politik tak dapat ditebak. Menem justru memilih mundur dari kontestasi politik. Keputusan itu membuat Nestor terpilih sebagai Presiden Argentina yang yang baru.

“Tapi Kirchner optimistis, dan dia memang punya reputasi. la pernah menyelamatkan Provinsi Santa Cruz dari resesi. Kini ia berusaha mengulang keajaiban itu di seantero Argentina. Salah satunya dengan mengontrol industri dalam negeri yang telanjur diprivatisasi.”

“Presiden baru ini juga berniat memanfaatkan minyak Provinsi Santa Cruz untuk membangun 3 juta rumah per tahun, yang diperkirakan akan menciptakan 5 juta lapangan kerja. Nestor bukan penjual ilusi. Nestor seorang yang serius dan administrator yang efisien. Namun, para pengkritiknya menyangsikan kemampuan Kirchner mengatasi kemiskinan,” terang Raihul Fajri dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Presiden Tanpa Sepeser Uang (2003).

Kepemimpinan Nestor tak mudah. Urusan pemerintahan Argentina yang sudah bobrok karena banyak korupsi dan utang luar negeri coba ditanggulangi. Ia melanggengkan segala macam opsi supaya Argentina keluar dari krisis.

Cristina Fernandez dan suaminya, Nestor Kirchner. (Wikimedia Commons)

Narasi itu membawa keberhasilan. Namun, Ia tak ingin berkuasa dua periode. Nestor justru memberikan kesempatan kepada istrinya, Cristina Fernández de Kirchner untuk melaju memimpin Argentina. Kebetulan istrinya bukan orang baru dalam dunia politik Argentina.

Sosok Cristina melejit bak suaminya. Cristina dianggap figur yang bernyali tinggi dan Nestor menyadari hal itu. Ia berani menuntut Mahkamah Agung untuk mencabut amnesti untuk tersangka kriminal era kediktatoran militer (1976-1983). Pun Ibu Negara itu tak segan-segan melemparkan kritik kepada pemerintahan suaminya.

Nama Cristina pun jadi calon kuat yang mencalonkan diri pada Pilpres Argentina 2007. Namanya, dielu-elukan banyak pihak. Utamanya, karena ia mencoba menaikkan derajat wanita Argentina. Hasilnya gemilang. Seisi Argentina memilihnya sebagai Presiden Argentina yang baru pada 28 Oktober 2007. Pun satu hari setelahnya, atau 29 Oktober 2007, Cristina memastikan kemenangannya.

Cristina meraih 45,28 persen jauh melampau lawan-lawannya. Hasil itu buat Cristina memenangkan pemilu dalam satu putaran saja. Kemenangan itu membuat Cristina tinggal menanti waktu pelantikannya saja supaya paripurna jadi orang nomor satu Argentina.

Ia kemudian memerintah dari 2007 hingga 2015. Alhasil, Cristina mau tak mau ikut membangun Dinasti Kirchner dalam peta politik Argentina.

“Kami telah menang banyak. Tetapi hal ini, bukannya menempatkan kita pada posisi istimewa, malah menempatkan kita pada posisi dengan tanggung jawab dan kewajiban yang lebih besar,” terang Cristina sebagaimana dikutip laman The Guardian, 29 Oktober 2007.